Kebencian Kita pada Maksiat Tidak Lepas dari Hawa Nafsu

 
Kebencian Kita pada Maksiat Tidak Lepas dari Hawa Nafsu

LADUNI.ID, Jakarta - Sebagai umat Islam, tentu kita tahu bahwa perbuatan maksiat sangat dilarang oleh agama. Perbuatan maksiat dapat membuat pelakunya menjadi orang yang bukan hanya dibenci oleh agama, tetapi juga dibenci oleh orang banyak. Kebencian itu muncul karena perbuatan maksiat dapat memberikan efek negatif bagi masyarakat dan lingkungan sosialnya.

Kendati begitu, kebencian yang lahir dari rata-rata umat Islam terhadap perbuatan maksiat apakah memang murni terlahir dari dirinya sendiri untuk membenci perbuatan itu? Bagaimana jika kebencian itu muncul hanya karena pelaku maksiat itu adalah orang lain yang bukan bagian dari keluarganya?

Dalam hal ini, KH Bahauddin Nur Salim atau Gus Baha menjelaskan bahwa di dalam hadis terdapat banyak cerita bagaimana ulama melaksanakan dakwah kepada orang-orang yang nakal dan para pelaku maksiat. Akan tetapi, jika kita mau berpikir bahwa kebencian terhadap pelaku maksiat itu tidak murni karena perbuatan maksiat itu sendiri.

Lebih juah menurut Gus Baha, kita sebenarnya masih punya stok nafsu yang menyebabkan kebencian pada pelaku maksiat. Jadi kebencian kita kepada pelaku maksiat karena itu orang lain, bukan anak kita sendiri. Itulah kenapa kebencian pada maksiat itu masih diselipi oleh nafsu.

Makanya seperti yang banyak diterangkan di dalam kitab-kitab tafsir, ketika Nabi Ibrahim diterbangkan hingga ke Arsy, kemudian oleh Allah SWT beliau diperlihatkan orang-orang maksiat, orang-orang yang durhaka-durhaka, nyabu, dan semacamnya.

Kemudian Allah SWT bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Hai Nabi Ibrahim, orang-orang itu akan diapakan?”

Nabi Ibrahim kemudian menjawab, “Bunuh saja mereka ya Allah, mereka Engkau kasih rezeki tapi digunakan salah.”

Kemudian Allah SWT pun membunuh mereka tanpa dipikir. Akan tetapi suatu saat Allah SWT menyuruh Nabi Ibrahim untuk membunuh anaknya, tapi Nabi Ibrahim masih berpikir. Lalu Allah berkata kepada Nabi Ibrahim, “Kenapa masih dipikir lha Saya ndak pakai mikir waktu kamu nyuruh untuk membunuh orang-orang nakal,” demikian sebagaimana diceritakan oleh Gus Baha.

Oleh karena itulah, keputusan yang benar ya tidak harus langsung dibunuh. Sebab, kebencian kita kepada maksiat itu tidak akan lepas dari nafsu. Maka itulah, maksiat ya sudah seperti itu. Hanya karena bukan anak sendiri saja, kita bencinya bukan main kepada pelaku maksiat.

Dari penjelasan Gus Baha inilah dapat diambil kesimpulan bahwa perbuatan maksiat memang dibenci oleh Tuhan dan agama. Karena, maksiat memang sesuatu yang sudah dilarang dalam peraturan agama. Namun demikian, jika seseorang ingin membenci maksiat setidaknya juga perlu melihat dalam dirinya apakah dia benar-benar benci kepada perbuatan yang dilarang oleh agama itu atau benci karena pelakunya bukan dari kalangan sanak saudaranya.

Dengan demikian, begitulah manusia yang dilengkapi dengan hawa nafsu. Harus selalu melihat ke dalam dirinya sendiri apakah segala aktivitas yang dilakukan, termasuk kebencian yang lahir dalam dirinya, adalah betul-betul datang dari dirinya dan bukan dari hawa nafsunya. Harapannya, dengan adanya tulisan seperti ini dapat membawa kita menjadi orang yang lebih baik. Semoga.