Sang Imam Menuju Surga Ma'la

 
Sang Imam Menuju Surga Ma'la

LADUNI.ID, Jakarta - Tujuh tahun setelah saya pulang, tepatnya pada hari jumat 15 Ramadhan 1425. bertepatan dengan 29 Oktober 2004, Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki meninggal dunia, kebetulan saat itu saya sedang di Makkah Al-Mukarramah, maka saya termasuk saksi mata yang melihat langsung ramainya orang yang mengiringi jenazah beliau. Kabar kewafatan beliau tersebar ke seluruh dunia, orang-orang yang sedang umroh dan mengenal beliau langsung memberitahukan teman-teman mereka, merekapun bersiap-siap untuk mengikuti sholat jenazah yang dikabarkan akan dilaksanakan setelah sholat isya' di Masjidil Haram, bahkan merekapun siap mengantar jenazah beliau ke pemakaman Ma'la. Benar saja, setelah sholat jenazah kemudian ada ribuan orang keluar dari Masjidil Haram, mereka tidak mengikuti sholat Tarawih bersama Imam Masjidil Haram demi untuk mengiringi jenazah Abuya.

Saya memprediksi akan ada pemandangan luar biasa di jalan antara Masjidil Haram dan pemakaman Ma'la, ketika itu masih ada Suqul Lail yang oleh orang Indonesia disebut "Pasar Seng", jalan dari Masjidil Haram ke pemakaman Ma'la melewati pertengahan Pasar Seng yang berbentuk lorong dan lebarnya hanya sekitar empat meter. Sayapun berlari mendahului jenazah Abuya untuk dapat menyaksikan pemandangan luar biasa itu, lagi pula, saya tidak akan bisa berebut dengan orang-orang Makkah yang berbadan tinggi besar untuk memikul jenazah Abuya.

Benarlah prediksi saya, didepan Masjidil Haram hingga pemakaman Ma'la telah banyak polisi di kanan kiri jalan, mereka mengawal dan menyiapkan kelancaran jalan untuk jenazah Abuya, apalagi di Pasar Seng, setiap satu meter ada polisi di kanan kiri jalan. Namun ada yang aneh, saya mendengar salah seorang polisi sedang menerima telpon, diapun berbicara dengan suara keras dan terburu-buru, saya dengar ia berkata: "Aku sedang sibuk sekali, Komandan mengerahkan banyak polisi untuk mengamankan jalan dari Masjidil Haram ke Ma'la, ada jenazah yang akan lewat dan pengiringnya banyak sekali, entah jenazah siapa ini."

Saya pun tersenyum mendengar perkataan polisi itu. Rupanya, polisi itu tidak tahu jenazah siapa yang akan lewat, dia dan teman-temannya hanya menjalankan perintah atasan. Abuya memang berseberangan dengan ulama Kerajaan saudi, atau lebih tepatnya ulama Kerajaan Saudi berseberangan dengan Abuya, karena pemahaman Abuya sejalan dengan pemahaman mayoritas ulama Islam sedunia. Namun, walaupun nama Abuya "diboikot" di Makkah dan Saudi pada umumnya, pengikut Abuya di Saudi juga tidak kurang banyaknya, khususnya di kalangan tokoh intelektual dan pejabat Kerajaan.

Allah menjalankan taqdir-Nya untuk meramaikan prosesi sholat jenazah hingga pemakaman Abuya, orang Makkah tidak cukup untuk meramaikan prosesi itu, karena kebanyakan orang Saudi telah terhasud untuk salah faham dan tidak menyukai Abuya, maka Allah wafatkan beliau pada pertengahan bulan Ramadhan, dimana saat itu Makkah dipenuhi dengan jutaan jamaah umroh. Abuya yang terkucil di negeri sendiri itu justru dianggap sebagai pahlawan pemahaman Ahlussunnah oleh mayoritas ulama sedunia, tentunya selain Saudi. Begitu beredar kabar kewafatan beliau, semua ulama di berbagai belahan dunia menelpon keluarga dan murid mereka yang sedang umroh agar ikut sholat jenazah di Masjidil Haram, bahkan diatara mereka ada yang langsung terbang ke Saudi pada hari itu juga untuk mengikuti prosesi sholat jenazah dan pemakaman Abuya.

Karena begitu banyaknya orang-orang yang mengiringi jenazah Abuya, pengurus pemakaman Ma'la terpaksa membuka pagar makam Siti Khadijah yang selama ini selalau dikunci, apalagi makam Abuya memang dekat dengan makam Siti Khadijah, pengurus makam memprediksi lokasi sekitar makam Abuya tidak akan muat menampung para pengiring sehingga harus membuka pagar makam Siti Khadijah. Saya termasuk orang yang sempat masuk ke makam Siti Khadijah, di situ saya bertemu dengan paman saya, KH. Syarqowi Ghozali.

Ketika itu kami merasa heran karena mencium aroma yang wangi, hingga akhirnya kami sadar bahwa aroma itu berasal dari tanah makam Siti Khadijah, kamipun memungut segenggam debu makam untuk menciumnya, ternyata debu itu benar-benar wangi layaknya parfum. Tanpa sepengetahuan saya, KH. Syarqowi Ghozali langsung mengambil tisu di saku gamis beliau kemudian membungkus debu makam itu dengan tisu dan memasukkannya ke dalam saku beliau. Saya tahu itu setelah kami tiba di Indonesia, beliau menunjukkan debu itu pada saya, kamipun tersenyum mengenang saat di makam Siti Khadijah, hingga kemudian saya menyadari suatu hal dan sayapun berkata: "Loh, bukankah tanah dan bebatuan Makkah tidak boleh dibawa ke luar?"

"Ya Allah.. Ya, saya juga lupa karena terkesima dengan wanginya." Jawab KH. Syarqowi yang juga baru sadar bahwa tanah dan bebatuan Tanah Suci Makkah dan Madinah itu tidak boleh dibawa keluar.

Akhirnya beliau mengembalikan debu makam Siti Khadijah itu ke Makkah ketika beliau berhaji, namum tisu bekas menyimpan debu itu masih wangi dan ditunjukkan ke saya.

Saya pernah mendengar dan membaca bahwa pemakaman Sayid Alawi Al-Maliki, ayah Abuya, mencatat rekor dengan pelayat terbanyak dalam sejarah Makkah, maka saya yakin rekor itu sekarang beralih dipegang oleh pemakaman Abuya. Sepertinya, Makkah tidak akan lagi menyaksikan pemakaman yang dihadiri oleh orang sebanyak itu.

Luar biasanya lagi, kabar wafatnya Abuya ditulis di semua surat kabar Saudi, bukan hanya dimuat berita dukanya saja, melainkan riwayat hidup dan kiprah Abuya di dunia Islam, serta pujian beberapa tokoh saudi dan ulama dari berbagai negara Arab, bahkan Raja Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud -yang waktu itu masih menjadi Putra Mahkota- datang ke rumah Abuya untuk berta'ziyah, mewakili keluarga Raja Fahad bin Abdul Aziz Al-Saud.

Rakyat Saudipun digemparkan dengan berita-berita tentang Abuya, apalagi berita tentang Putra Mahkota yang melayat ke rumah duka Abuya. Orang Saudi yang sebelumnya tidak mengenal Abuya terkejut karena ternyata di Makkah ada ulama yang dihormati oleh Raja dan para ulama dunia, orang Saudi yang selama ini mendengar isu tak sedap tentang Abuya kemudian menjadi penasaran ingin tahu bagaimana Abuya sebenarnya, pasti mereka berpikir begini,

"Katanya Muhammad bin Alawi Al-Maliki itu orang sesat dan ahli bid'ah, tapi kenapa Raja Saudi berbela sungkawa? kenapa ulama besar dari berbagai belahan dunia juga berbela sungkawa dan bahkan memujinya?" Merekapun mulai menacari kita-kitab karya Abuya yang selama ini mereka hindari.

Di Saudi ada sebuah terbitan seperti majalah mingguan bernama "Al-Malaf", Al-Malaf memuat berita terheboh dalam seminggu, dikutib dari berbagai surat kabar yang terbit dalam seminggu. Seminggu setelah Abuya wafat, Al-Malaf edisi itu dari halaman pertama hingga terakhir dipenuhi dengan kumpulan berita terkait Abuya.

Ketika itu, seorang santri Abuya melihat antrian panjang sekali didepan sebuah toko, diapun penasaran dan menanyakan tentang antrian itu, ternyata mereka antri untuk membeli Al-Malaf yang memuat berita-berita tentang Abuya itu. Santri itupun langsung ikut mengantri, setelah lama mengantri ternyata barangnya belum ada, mereka inden untuk mendapatkan Al-Malaf edisi itu.

(Oleh Al-Faqir Ali Badri)