Sosok KH. Noer Iskandar SQ di Mata Seorang Santri

 
Sosok KH. Noer Iskandar SQ di Mata Seorang Santri

LADUNI.ID, Jakarta - Seperti para kiai di Indonesia, KH. Noer Iskandar SQ sebetulnya tak ingin berlama-lama berada di luar pesantren dan meninggalkan kegiatan mengajarkan Kitab Tafsir Jalalain, Tafsir Dua Jalaluddin, dan memimpin shalat berjamaah. Setiap kiai bukan hanya mengerti arti diri mereka bagi santri, tapi juga arti santri bagi dirinya, umat, dan bangsa ini.

Jika tak keluar kota, Kiai Noer hampir pasti memimpin shalat shubuh dan mengajar Kitab Tafsir Jalalain. Kitab lain yang diajarkan, Ta’lim al-Muta’allim, Rambu-Rambu Pencari Ilmu. Bukan hanya karena caranya menjelaskan yang menarik minat santri, berlomba-lomba merapihkan sandal Kiai di samping pengimaman yang tembus ke kediamannya adalah minat santri lainnya. Biasanya santri berebutan dan setelah itu berkerumun menunggu giliran mencium tangannya.

Ketika saya nyantri di awal-awal tahun 90-an, Kiai Noer sudah memiliki ribuan, mungkin jutaan, jamaah di seantero Indonesia. Ia berceramah di banyak tempat di Indonesia dan rata-rata dibanjiri jamaah. Kiai Noer dikenal Singa Podium dengan gaya bicara yang kadang-kadang blak-blakan. Selain forum-forum tatap muka, Kiai Noer memiliki acara rutin di televisi dan radio. Salah satunya “Hikmah Fajar” di stasiun RCTI yang lokasinya tak jauh dari Pesantren Ashidiqiyah Pertama.

Bersama-sama KH. Zainuddin MZ, Kiai Noer hadir sebagai wajah penceramah di panggung nasional. Di Pesantren Ashidiqiyyah, saya pertama kali bisa menatap langsung Zainuddin MZ. Di pesantren ini, MZ juga menitipkan dua putranya. Di pesantren ini, saya juga bisa menatap langsung dengan perasaan senang idola saya yang lain: Rhoma Irama dan Qari Muammar ZA.

Di luar itu, Kiai berteman dengan singa podium lain seperti Habib Idrus Jamalullail dan Abu Hanifah. Dua penceramah ini beberapa kali mengisi acara dan membakar jemaah. Habib Idrus adalah penceramah yang belakangan ramai diperbincangkan lantaran mendoakan Jokowi dan Megawati berumur pendek.

Dengan kekuatan massa dan santri yang dimiliki ketika itu, Kiai Noer muncul sebagai tokoh yang juga diperhitungkan dalam politik. Pada 1996, Mobil Kiai Noer pernah ditembak orang tak dikenal ketika ia sedang pergi berceramah.

Menurut Kiai, peristiwa itu ada hubungannya dengan politik. Ia tak mau mendukung partai berkuasa. Suara mereka menyusut di basis-basis Nahdlatul Ulama. “Belakangan baru saya tahu, di balik semua ini ternyata ada kerja politik yang sistematis,” Kata Kiai Noer seperti dikemukakan dalam Pergulatan Membangun Pondok Pesantren edisi revisi yang ditulis Amin Idris pada 2009.

Menghadapi situasi ini, para santri kelas akhir, termasuk saya, diminta berkumpul dan berdoa saban malam di kediaman kiai. Di hadapan para santri, KH. Noer mengatakan apa yang tengah dialaminya sebuah cobaan dari Allah SWT. Untuk menjalaninya keluarga besar Ashidiqiyyah harus banyak bertawakal dan berdoa. Kiai Noer juga meminta kami para santrinya untuk mendoakannya agar masalah ini bisa dilalui. Dalam situasi begitu, Kiai Noer percaya pada doa-doa santrinya.

Rasanya, bukan hanya doa santri yang Kiai Noer harapkan, tetapi juga peran mereka bagi masyarakat, agama, dan negara di masa depan. Saban memimpin doa bagi santri, Kiai Noer biasa mengulang doa tiga kali jika sudah sampai pada doa untuk santri Ashidiqiyyah.

Doa itu sederhana: berharap Allah menjadikan ilmu santri bermanfaat dan menjadi para pemimpin. “Di mana-mana, di tempat-tempat suci, saya selalu berdoa agar santri Ashidiqiyah menjadi mujahid-mujahid, ulama, umara,” katanya di atas kursi roda sambil menangis. Saya lihat pernyataan itu di sebuah video yang beredar luas di kalangan alumni santri.

Allah jelas mendengar harapan Kiai Noer. Santrinya kini menyebar di banyak tempat dengan ragam profesi. Ketika saya nyantri, Ashidiqiyah memiliki dua cabang di Tangerang dan Karawang. Kini membengkak dengan total sepuluh cabang. Di antaranya berdiri di Lampung dan Sumatera Selatan.

Sejak beberapa tahun Kiai Noer memang menderita sakit. Tetapi usahanya untuk tetap mendidik santri dan berkontribusi bagi agama dan negara masih kuat. Kiai Noer berusaha datang di sejumlah kegiatan nasional atau kegiatan-kegiatan para santri. Tadi sore rupanya tuhan menggariskan hari terakhir Kiai bisa mengajar dan menasihati para santri. Beliau tutup usia. Alfatihah, Kiai Noer. Saya percaya akan banyak santri-santri Kiai yang akan meneruskan harapan dan doa-doanya.

Sumber: Alamsyah M Dja’far, Kalimulya, 13 Desember 2020