Pasar Modal dalam Pandangan Ekonomi Islam

 
Pasar Modal dalam Pandangan Ekonomi Islam

LADUNI.ID, Jakarta - Merupakan suatu hal yang menggembirakan ketika dunia mulai melirik ekonomi Islam. Akan tetapi kita harus bersikap kritis atas konsep baru yang ditawarkan tersebut. Yakni apakah pasar modal syariah tersebut secara prinsip tidak jauh berbeda dengan pasar modal konvensional? Atau apakah konsep dan aplikasi pasar modal syariah sudah sesuai dengan syari’at Islam?

Istilah al-sharf yang berarti jual beli valuta asing dapat ditemukan dalam beberapa kamus. Al-Adnani mendefinisikan al-Sharf dengan tukar-menukar uang (Al-Adnani, 1984). al-Sharf merupakan suatu perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya, transaksi jual beli mata uang yang sejenis seperti rupiah dengan rupiah, maupun yang tidak sejenis seperti rupiah dengan dolar atau sebaliknya. Dalam literatur klasik, ditemukan dalam bentuk jual beli dinar dengan dinar, dirham dengan dirham atau dinar dengan dirham. Tukar menukar seperti ini di dalam hukum Islam termasuk salah satu cara jual beli, dan dalam hukum perdata Barat disebut dengan barter.  

Secara normatif hukum Islam, jual beli valuta asing yang dilakukan saat sekarang tidaklah merubah fungsi uang dalam Islam. Karena al-Sharf yang dijadikan sebagai salah satu jasa perbankan tidaklah sama dengan perdagangan uang atau memperjual-belikan uang yang dalam banyak hal telah merugikan masyarakat banyak, terutama dalam kasus Indonesia.

Perbedaan antara al-Sharf dengan perdagangan uang atau jual beli uang, terletak pada hukum yang diterapkan pada al-Sharf. Walaupun al-Sharf itu merupakan salah satu variasi dari jual beli, akan tetapi tidak dihukumi dengan konsep jual beli secara umum, karena dalam konsep jual beli boleh untuk ditangguhkan. Sedangkan dalam variasi jual beli mata uang dengan mata uang lain memakai hukum khusus yang tidak terdapat dalam bai’al muthlaq (jual beli barang dengan uang) dan bai’ al muqayyadah (jual beli barang dengan barang) yaitu dalam time setlement-nya. Artinya dalam akad al-Sharf ini harus dilakukan secara tunai (tidak boleh ditanguhkan).

Tujuan dari keharusan tunai dalam akad al-Sharf adalah untuk menghindari adanya gharar yang terdapat dalam riba fadl. Gharar dalam akad sharf ini akan lenyap karena time of setlment-nya dilaksanakan secara tunai. Sedangkan dalam akad yang obyeknya berupa barang, maka selain masa penyerahannya yang harus tunai, juga harus sama dalam hal kualitas dan kuantitasnya. Justru merupakan hal yang tepat, ketika Ibnu Taimiyah mensyaratkan harus dilakukan secara simultan (taqabud) dalam transaksi perdagangan uang.

Sebagai salah satu variasi jual beli, al-Sharf juga tentu saja harus memenuhi persyaratan sebagaimana halnya variasi jual beli yang lain seperti bai’al mutlak dan muqayyadah. Karena, agar akad jual beli itu terbentuk dan sah, diperlukan sejumlah syarat, yaitu syarat adanya akad jual beli dan syarat sah-nya jual beli. Sehingga akad jual beli itu tidak saja ada dan terbentuk, akan tetapi juga sah secara hukum. Dengan demikian hukum tentang al-Sharf yang biasa diartikan dengan jual beli valuta asing tidak diragukan lagi kebolehannya dari sudut hukum Islam.

Ada dua hal utama dalam pasar modal syariah yaitu indeks Islam dan pasar modal syariah itu sendiri. Indeks Islam menunjukkan pergerakan harga-harga saham dari emiten yang dikatagorikan sesuai syariah, sedangkan pasar modal syariah merupakan institusi pasar modal sebagaimana lazimnya yang diterapkan berdasarkan “prinsip-prinsip syariah.”

Indeks Saham Islam

Pada Bursa Efek Jakarta (BEJ), menurut Karim (2002) dari 333 emiten yang tercatat 236 saham di antaranya tergolong sesuai syariah. Sedangkan sisanya 59 saham tergolong “haram” atau tidak sesuai dengan prinsip syariah, seperti saham perbankan, minuman keras dan rokok. Sisanya 34 saham tergolong subhat seperti saham industri perhotelan dan empat saham mudharat.

Instrumen

Dalam pasar modal syariah, instrumen yang diperdagangkan adalah saham, obligasi syariah dan reksa dana syariah, sedangkan opsi, waran dan right tidak termasuk instrumen yang dibolehkan. Adapun yang dimaksud saham dalam pasar modal syariah sama dengan saham dalam pasar modal konvensional. Hanya bedanya saham yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah harus datang dari emiten yang memenuhi kriteria-kriteria syariah sebagaimana yang disebutkan dalam pembahasan indeks Islam.

Sementara obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Obligasi konvensional merupakan suatu jenis produk keuangan yang tidak dibenarkan dalam Islam karena menggunakan bunga sebagai daya tariknya. Menurut Muhammad al-Amin, intrumen obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna’, salam, dan murabahah sehingga dari prinsip ini nama obligasi syariah tergantung pada prinsip yang mana yang digunakan emiten.

Instrumen ketiga yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah adalah reksa dana syariah. Reksa Dana Syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan Reksa Dana Syariah kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari investor tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.(*)

***

Penulis: Muhammad Wildan Royandi
Editor: Muhammad Mihrob