Asal Usul Tradisi Ruwahan Menurut Gus Baha

 
Asal Usul Tradisi Ruwahan Menurut Gus Baha
Sumber Gambar: nu.or.id, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ruwahan adalah tradisi orang jawa dalam menyambut bulan puasa Ramadhan pada tanggal 15 Sya’ban. Dalam tradisi ruwahan ini dijumpai banyak kegiatan seperti acara membaca Surat Yasin tiga kali di Malam Nishfu Sya'ban, pawai atau arak-arakan keliling kota, bersih-bersih desa, slametan, kendurenan, ziarah kubur, hingga berakhir pada acara padusan atau ritual mandi di akhir bulan Sya'ban.

Di dalam tradisi ruwahan juga ada acara sadranan/nyadran atau ziarah kubur dengan menaburkan bunga-bunga di atas pusara orang tua atau keluarga yang telah wafat. Istilah lainnya dikenal dengan nyekar. Kegiatan ini diisi dengan membaca Al-Qur'an, berdzikir dan berdoa untuk keluarga yang telah wafat. Demikian ini dilakukan karena memang diyakini bahwa para arwah para pendahulu bisa mendapatkan manfaat dan keberkahannya. Selain itu, hal ini juga menjadi salah satu wujud bakti kepada orang tua. 

Dalam sebuah kesempatan pengajian, Gus Baha pernah menjelaskan tentang makna filosofis di balik tradisi ruwahan yang dilaksanakn pada bulan Sya'ban, khususnya pada tanggal 15.

"Haulnya Nabi Hud di Negeri Yaman itu jatuhnya bulan Sya’ban. Sya’ban bahasa jawanya adalah ruwah, terus Walisongo kalau doa dibarengkan pas Ruwah. Namanya Ruwahan maksudnya terkait alam ruh," ungkap Gus Baha.

Gus Baha kemudian menjelaskan bahwa Nabi Hud itu adalah orang Yaman. Sementara daerah Yaman dulu itu bernama 'Ad sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur’an berikut ini:

وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًۭا ۚ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥٓ ۖ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا مُفْتَرُونَ

"Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada." (QS. Hud: 50)

Menurut Gus Baha, kaumnya Nabi Hud AS itu sekarang ikut Ahqof, sementara Ahqof itu berada di Negeri Yaman, dan makamnya Nabi Hud yang berada di Yaman. Dulu namanya 'Ad, ketika daerah itu dihancurkan, kemudian menjadi kota mati dan disebutlah kota Hadramaut. Lalu pada zaman Rasulullah SAW memang disebut Yaman, dan hal itu adalah bentuk tafa’ul (melekatkan sesuatu dengan harapan baik), yang mana Yaman itu artinya adalah kanan dan kanan itu artinya adalah hal yang baik. Maka, sejak itulah nama Hadramaut bergeser lebih dikenal Yaman, karena sepertinya nama Hadramaut itu kenangannya kota horor atau kota mati.

"Jadi, berdoa atau berkirim doa di bulan Sya'ban itu kemudian dikenal dengan tradisi ruwah, sebab sayyid-sayyid yang alim itu mengatakan ruh itu dengan Arwah. Lalu kena lidah orang Jawa maka jadilah istilah ruwah, makanya setiap bulan Ruwah di gunakan untuk kirim doa," jelas Gus Baha.

Demikianlah asal usul tradisi membaca doa di bulan Sya'ban disebut dengan ruwahan menurut Gus Baha. Jadi masyarakat Islam di Nusantara ini bukan tanpa dasar dalam melestarikan tradisi keislaman yang khas sebagaimana diajarkan oleh para Walisongo dan para ulama terdahulu. Ajaran itu melebur dengan tradisi khas Nusantara yang tentunya tidak kontradiksi dengan syariat Islam. 

Semoga bermanfaat. []


Sumber: Tulisan ini merupakan catatan yang diolah dan dikembangkan dari pengajian KH. Bahauddin Nursalim. Tim redaksi bertanggungjawab sepenuhnya atas uraian dan narasi di dalam tulisan ini.

Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 09 April 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim