Tafsir Hadis Setan Dibelenggu Pada Bulan Ramadhan

 
Tafsir Hadis Setan Dibelenggu Pada Bulan Ramadhan
Sumber Gambar: Foto (ist)

LADUNI.ID Jakarta - Salah satu yang sering kita dengar ketika masuk di bulan Ramadhan, adanya pesan-pesan ramadhan yaang disampaikan oleh ustadz-ustadz  terkait  sebuah riwayat dari Rasulullah saw yang artinya. Diriwayatkan dari Abi Hurairah Ra., bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: apabila telah datang Ramadhan, pintu-pintu surga dibukakan, pintu-pintu neraka ditutup rapat dan setan-setan dibelenggu. ” (HR. Muslim)

Tentu saja hadis ini membuat sebagian kita heran, mengapa setan dibelenggu di bulan ramadhan, tetapi maksiat masih bertebaran?

Tentu saja hadisnya tidak salah, bulan ramadhan dan puasa juga tidak salah. Tetapi, pelaku puasalah yang bermasalah. Ini bisa kita bandingkan dengan firman Allah yang menegaskan, “Sesungguhnya salat mencegah perbuatn keji dan munkar”, tetapi banyak pelaku salat, juga merangkap pelaku maksiat. Salat dikerjakan, maksiat dijalankan. Bahkan dalam ayat lainnya dikatakan, “Celakalah bagi orang-orang yang salat, yang mereka salat dengan lalai dan mereka riya” (Q.S. al-Maun: 4-6). Tentu saja, kita tidak menyalahkan ayat atau salatnya, tetapi mempersoalkan pelaku salatnya yang mengerjakan salat secara tidak sempurna, lalai dan tidak ikhlas.

Mari kita coba kupas makna hadits ini dengan merujuk pendapat sebagian ulama tentang makna yang diinginkan oleh hadits.

 Menurut Qadhi `Iyadh makna dari hadits ini adalah:

  1. Hadits ini bisa dipahami dengan hakikatnya (makna sebenarnya, sesuai dengan redaksional hadits) dan maksudnya adalah: bahwa kondisi seperti itu sebagai tanda bagi malaikat terhadap masuknya waktu Ramadhan dan mesti mengagungkan kemuliaannya serta sebagai pertanda bahwa Allah mencegah syetan mengganggu orang-orang beriman.
  2. Dan hadits ini bisa juga dipahami dengan makna majaz (bukan makna sebenarnya sesuai redaksional hadits) maksudnya adalah bahwa dibukakannya pintu surga bermakna: Allah membukakan kesempatan kepada hamba-hambaNya untuk melaksanakan berbagai ketaatan ibadah dan itu kemudian menjadi sebab masuk surga. Dikunci rapatnya pintu neraka bermakna: dialihkannya keinginan untuk bermaksiat yang menjadi sebab seseorang masuk neraka. Serta dibelenggunya syetan bermakna: Allah melemahkan mereka untuk menggoda dan merayu manusia untuk mengikuti syahwat. Jikalau pada di bulan Ramadhan maksiat tetap saja merejalela, orang-orang masih saja berantam, banyak terjadi kezhaliman, bukankah realita seperti ini bertentangan dengan hadits.

Menurut Imam Qurthuby berkata bahwa :

  1. Maksud dari hadits adalah maksiat sangat minim dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar berpuasa dengan menjaga adab dan syarat-syarat berpuasa. Sedangkan maksud dibelenggunya syetan adalah: syetan yang dibelenggu adalah syetan yang sangat durhaka dan menimbulkan banyaknya kerusakan, sebagaimana disebutkan secara redaksional pada riwayat An Nasai.
  2. Mengurangi terjadinya kemaksiatan di bulan Ramadhan yang bisa kita lihat secara realita, bahwasanya terjadinya kemaksiatan di bulan Ramadhan lebih minim jika dibandingkan dengan kemakiatan yang terjadi di luar bulan Ramadhan.
  3. Terbelenggunya syetan tidak mencegah terjadinya kejahatan dan maksiat, karena kemaksiatan bisa terjadi oleh sebab lain, yaitu karena jiwa yang sudah rusak, watak yang sudah jelek dan kebiasaan yang tidak terpuji. Perlu diketahui juga bahwa syetan dari kalangan manusia terkadang justru lebih kuat pengaruh dan godaannya daripada syetan dari lakangan jin.

Berkata alQurthuby setelah mengunggulkan pernyataan hadits
“pada bulan ramadhan pintu neraka ditutup rapat dan pintu surga dibuka selebar lebarnya dan setan diborgol ” pada zhahirnya hadits

Lalu bagaimana kita masih banyak melihat kejelekan dan maksiat terjdi dibulan ramadhan bila memang setan telah di borgol?

Kejelekan tersebut menjadi jarang terjadi pada orang yang berpuasa dengan menjalankan semua syarat-syaratnya dan menjaga adab-adabnya. Atau yang diborgol hanyalah sebagian setan tidak semuanya seperti keterangan disebagian riwayat terdahulu.

Baca Juga: Gemar Berhutang? Ini Adab yang Harus Dipatuhi Sesuai Al-Qur’an dan Hadis

Atau yang dimaksud adalah sedikitnya kejelekan dibulan ramadhan, ini adalah hal nyata karena kejelekan dibulan ramadhan kenyataannya memang lebih sedikit dibanding dibulan-bulan lainnya dan bukan berarti apabila semua setan diborgol dibulan Ramadan sekalipun, tidak akan terjadi kejelekan dan kemaksiatan karena masih dimungkinkan kejelekan tersebut terjadi disebabkan oleh nafsu yang jelek atau setan dari setan sebangsa manusia.

Pengertian ulama lainnya “Pengertian setan dibelenggu dibulan Ramadan adalah tidak adanya lagi alas an seorang mukallaf, seolah-olah dikatakan : Telah tercegah setan dari menggodamu maka jangan beralasan dirimu karenanya saat meninggalkan ketaatan dan menjalani kemaksiatan. Fath alBaari IV/114-115

Sebagian kalangan Arifiin menafsirkannya:

Ketika dikatakan “dibelenggu syetan di bulan Ramadhan” seolah-olah Nabi Saw. menyatakan: “sesungguhnya gangguan syetan sudah dicegah dari kalian, maka jangan lagi beralasan dengan godaaan mereka untuk meninggalkan ketaatan dan jangan juga beralasan dengan mereka untuk mengerjakaan maksiat.

Kita cukupkan dengan tafsiran yang di atas, karena sudah dianggap mewakili dan menjawab penasaran yang ada. Dan perlu diketahui selain tafsiran yang sudah dipaparkan masih banyak lagi tafsiran ulama tentang hadits ini.

Muhammad Raysyahri (2009: 36-40) ketika mengulas persoalan mengapa manusia tetap berbuat maksiat, padahal setan dibelenggu di bulan ramadhan?

Maka beliau menjawab bahwa setan bukan satu-satunya penyebab manusia berbuat dosa. Ada dua hal lain yang mendorong manusia berbuat maksiat, yaitu nafsu ammarah dan hati yang berkarat karena bertumpuknya dosa. Jadi sekalipun setan telah dibelenggu, tetapi nafsu dan hati yang kotor, akan tetap berperan menjerumuskan manusia pada dosa dan kemaksiatan di bulan ramadhan.

Baca Juga: Keutamaan Lafadz Laa Ilaaha Illallah Muhammadur-Rasulullah Menurut Hadis

Penjelasan Raysyahri ini penting, karena kita sering lupa bahwa setan hanya berfungsi mengajak dan menggoda manusia, dan tidak memiliki kemampuan memaksa, “Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)” (Q.S. Al-An’am: 12). Artinya, setiap perbuatan yang kita lakukan adalah berlandaskan pada kebebasan dan pilihan kita sendiri. Kita bermaksiat, pada dasarnya itu kehendak, kemauan, dan pilihan kita sendiri. Setan hanya menggoda dan menipu kita. Dan, jika maksiat sering kita lakukan, maka ia akan melekat dijiwa dan hati kita sehingga menjadi karat-karat yang sulit digosok atau dibersihkan.

Dalam keadaan itu, maksiat menjadi mudah dan indah, sekalipun kita tahu dosa dan ancamannya. Kalau boleh dimisalkan, perokok misalnya, jika merokok telah melekat pada hati dan jiwanya, maka merokok menjadi kenikmatan tersendiri yang tetap sulit menghindarinya meskipun mengetahui bahayanya.

Raysyahri lebih lanjut menjelaskan bahwa puasa pada prinsipnya menghilangkan tabiat alamiah yang menjadi tempat berperannya setan untuk mempengaruhi dan menyesatkan manusia. Dengan kata lain, faktor yang membatasi dan membelenggu setan pada bulan ramadhan adalah puasa itu sendiri.

Karenanya, hadis Nabi saw yang mengatakan bahwa setan berjalan di tengah-tengah anak Adam seperti berjalannya darah, dan jalannya itu akan terhalang dengan rasa lapar, menunjukkan bahwa secara natural, ibadah puasa akan mencegah kekuatan setan pada manusia. Ini berarti, semakin baik dan sempurna puasa seseorang maka setan akan semakin terbelenggu. Bahkan, tidak hanya terbatas pada pembelengguan setan, tetapi juga mengontrol pengaruh nafsu dalam diri manusia. Namun sebaliknya, jika puasa tidak dijalankan dengan baik, maka setan dengan mudah menyesatkannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa orang-orang yang berpuasa di bulan ramadhan tetapi masih melakukan dosa, maka sesungguhnya puasanya itu belum benar dan sempurna.

Dengan demikian, semua riwayat yang memuji rasa lapar berperan dalam membangun jiwa serta mendidiknya, sesungguhnya ditujukan demi mewujudkan benteng penghalang alamiah yang akan menahan kekuatan setan terhadap manusia dan mencegahnya dari pengaruh dan penyesatan nafsu, disamping ditujukan untuk memperkuat akal manusia dan mengaktualkan potensi-potensinya.

Baca Juga: Mengkaji Ulang Hadis Dhaif dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin

Dari penjelasan Raysyahri itu bisa disimpulkan bahwa bukanlah setan sebagai sosok wujud yang akan dibelenggu, diikat kaki dan tangannya, atau di masukkan ke sebuah tempat yang kemudian digembok sehingga tidak bisa keluar. Sebab sebagaimana dapat dipahami dari berbagai ayat Alquran bahwa setan tidak hanya dari bangsa jin tetapi juga bangsa manusia, bahkan sebagian ulama meluaskan maknanya setan dengan merujuk kepada segala sesuatu yang membuat keburukan, termasuk virus dan kuman-kuman penyakit-penyakit.

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi‘i Rahimahullahu berkata bahwa yang dibelenggu adalah setan dari kalangan jin yang sangat jahat. Sedangkan setan-setan yang kecil dan setan-setan dari kalangan manusia tetap berkeliaran tidak dibelenggu. Demikian pula dengan jiwa yang memerintahkan kepada kejelekan, teman-teman duduk yang jelek, dan, tabiat yang memang senang dengan fitnah dan pertikaian. Semua ini tetap ada di tengah manusia, tidak terbelenggu kecuali jin-jin yang sangat jahat. Dalam artian istilah syetan terbelenggu adalah hawa nafsu kita yang seharusnya lebih dijaga untuk menciptakan hati yang tenang dan tenteram.

Quraish Shihab (2003: 71-72) menyebutkan:

“Bahwa kesan yang ditangkap dari berbagai ayat-ayat Alquran dan hadis, kata setan tidak terbatas pada jin dan manusia tetapi juga dapat berarti pelaku sesuatu yang buruk atau tidak menyenangkan, atau sesuatu yang buruk dan tercela…kata setan diperluas maknanya, sehingga tidak hanya mencakup pelaku kejahatan atau keburukan dari jenis manusia dan jin, tetapi juga mencakup pula, misalnya virus-virus atau kuman-kuman penyakit serta lainnya.”

Jika makna setan di atas kita terima, maka tidak mungkin setan dibelenggu, diikat atau digembok pada bulan ramadhan, sebab kita menyaksikan banyak “setan-setan” berwujud manusia berkeliaran bebas ketika ramadhan. Begitu pula, “setan-setan” berwujud virus atau kuman. Apalagi setan-setan dalam bentuk jin, sebab jin adalah makhluk non-material yang tidak bertempat dan tak mungkin diikat.

Baca Juga: Ingin Mengamalkan Semua Hadis, Memangnya Bisa?

Karena itu – kata beliau – yang dimaksud dengan setan dibelenggu, adalah puasa yang dilakukan dengan baik dan benar serta ikhlas akan melemahkan godaan setan. Puasa akan menjadi rumah yang dikelilingi benteng yang kokoh yang setan tak akan mampu menembusnya. Inilah makna setan terbelenggu. Bukankah Nabi saaw juga bersabda, “Puasa adalah benteng yang kokoh” (H.R. Bukhari).

Demikian pula, bulan ramadhan adalah bulan penuh berkah dan rahmat, yang mana kasih sayang Allah tercurah kepada orang-orang yang berpuasa dengan kesungguhan dan keikhlasan, maka salah satu dari bentuk rahmat Allah swt adalah pembelengguan setan di bulan ramadhan. Orang yang berpuasa dengan baik, sadar, dan ikhlas tentu saja orang yang senantiasa diliputi berkah dan rahmat Allah swt, maka tentu dia telah memiliki benteng pertahanan yang kokoh yang setan tak mampu menembusnya.*