Karomah Habib Sholeh Tanggul dan Nakalnya Tiga Arek Suroboyo

 
Karomah Habib Sholeh Tanggul dan Nakalnya Tiga Arek Suroboyo
Sumber Gambar: foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Sore itu tiga anak muda berlari ke arah Stasiun Tanggul Jember dengan harapan supaya tidak tertinggal Kereta Api Jember- Surabaya. Usaha mereka sia-sia, karena ternyata Kereta Api telah meninggalkannya.

Baca Juga: Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid (Habib Sholeh Tanggul)

"Yok opo iki, rek? Awak dewe ketinggalan sepur", ucap Gitok sambil menyibak rambut gondrongnya.

"Tiwas keplayon sampek ngelak aku", imbuhnya.

"Yo sing sabar, maringene golek nggon gawe ndlujurno sikil", kata Benu

Sejurus kemudian, pandangan mata mereka tertuju ke arah masjid di Stasiun Tanggul Jember. Masjid tersebut bersebelahan dengan Stasiun Tanggul, bercorak tradisional.

"Iku onok masjid, yuk mrunu", ajak Mamad.

Mereka pun bertolak ke arah Masjid. Sesampainya di Masjid, Mamad mengajak kedua temannya untuk Asaran. Setelah shalat Asar, mereka "ndlujurno sikil" (merehatkan kaki).

Sayup-sayup terdengar suara ngaji dari balik Masjid, Mamad dengan sigap mencoba mencari sumber suara itu.

"Nek onok suara ngaji tartil, biasae sik howone pondokan, (kalau terdengar suara ngaji tartil, biasanya masih memiliki hubungan dengan pesantren)", kata Mamad.

Mamad mengintip dari lubang angin masjid, tampak seorang lelaki dengan khusuk membaca al-Quran di samping makam.

Baca Juga: Haul Habib Sholeh Tanggul Jember 1 Juli 2018

Mamad mengernyitkan dahi membatin: "makam siapa gerangan?sampai ada peziarah khusuk baca al-Quran. Pasti makam seorang ulama". Sorot mata Mamad terhenti pada tulisan "Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid". Sejenak ia berpikir, "siapa Habib Sholeh ini? Aku koq belum pernah dengar".

Kebetulan Mamad, Benu dan Gitok pada waktu itu kehabisan bekal: uang untuk beli tiket Kereta Api menyisakan rokok samsu dua batang dan dua es teh bungkus plastik diikat karet kuning.

Mamad tiba- tiba teringat dawuh "siapa saja yang membaca Yasin 3 kali, dia tidak akan kelaparan". Ia pun berinisiatif mengajak Benu dan Gitok membaca Yasin di makam Habib Sholeh.

"Rek, ayo ke pesarean, iki ternyata makame Habib Sholeh, embuh aku dewe yo gak ngerti profile. Intine ayo moco Yasin ping telu. Nek pancen Habib Sholeh iki waliyullah, mosok yo mentolo ndelok awak dewe kepepet kelaparan ngene", kata Mamad.

Setelah merampungkan bacaan Yasin, Mamad bertanya kepada kedua sahibnya, "Yok opo, wes ga kelaparan ta?", Gitok menjawab: "tambah lapar". Mereka pun bincang-bincang dan tertawa di serambi masjid. Tak terasa jelang maghrib, sisa uang dibelikan es teh bungkus untuk "mbujuki" perut.

Adzan berkumandang, mereka bersiap shalat berjamaah. Es teh ditaruh dekat tiang masjid. Seusai shalat dan wiridan, mereka bertegur sapa, bincang ringan dengan takmir masjid. Tiba-tiba Gitok teringat es teh yang ditaruh dekat tiang masjid, buru-buru ia ambil, ternyata es teh dikerubung semut. Apes tenan.

Tak lama berselang, datanglah takmir masjid. Kemudian tanpa dinyana dia mengajak ketiga pemuda gondrong tadi ke warung. "Khy, antum uda makan?" tanya takmir. "Belum, yik" sahut Benu. "Ayo, makan" katanya. Mereka seolah tidak percaya tiba-tiba diajak makan, bahkan ajaibnya semalaman mereka makan tiga kali: Isya' rawon, jam 12 malam "empal berkatan", pagi hari (saat akan berangkat naik Kereta Api) sarapan ketan bubuk plus wedang kopi. Kesemua itu dijamu oleh takmir masjid pesarean Habib Sholeh Tanggul yang ternyata masih dzuriyah.

Mamad tercenung dan berpikir, "apakah ini salah satu karamah Habib Sholeh melalui dzuriyahnya?". Sesampainya di rumah Surabaya, Mamad secepat kilat membuka album foto koleksi pribadi. Sebagai kolektor foto habaib dan muhibbin ulama nusantara, Mamad seolah "dibisiki" agar membuka album foto ulama (yang dicetak-sebarkan oleh Gus Arifin Bratang) dan poster habaib.

Baca Juga: Kisah Karomah Habib Sholeh Tanggul, Tariannya Guncangkan Alam Barzakh

Bagai disambar petir di siang bolong, Mamad terperanjat, ternyata di dalam album koleksi foto terdapat foto khusus Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid yang selama ini tersimpan dengan rapi. Mamad seketika itu juga kirim al-fatihah kepada Habib Sholeh Tanggul dan tidak meragukan kewaliannya.

Khususon Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid Tanggul Jember. Alfatihah
_____
Nb: berdasarkan kisah nyata yang terjadi pada tahun 1999.
Oleh: Ahmad Karomi, Blitar, 24/05/2021.