Khodim Kiai yang Sedikit Mendapatkan Keberkahan

 
Khodim Kiai yang Sedikit Mendapatkan Keberkahan
Sumber Gambar: Syaikhina Al-mukarom Abah KH.M.Sholahuddin Humaidulloh Irfan Pengasuh Ponpes Salaf Apik Kaliwungu bersama Al-mukarrom KH.Dimyati Rois Pengasuh Ponpes Alfadlu wal Fadilah Kaliwungu (FP Majlis Fpkk Dukem)

Laduni.ID, Jakarta – Banyak Kyai pintar atau ada wali yang punya keistimewaan, tapi justru yang mengambil manfaat ilmu dan doanya dari luar daerah sendiri. Itu karena orang-orang terdekatnya lebih banyak melihat sisi 'basyariyyah' (sifatnya sebagai manusia biasa) dari pada 'khususiyyah' (keistimewaan). 

Yang demikian itu karena mereka melihat secara langsung bagaimana saat kentut, makan, ke kamar mandi, marah, susah, senang: hanya melihat aspek 'basyariyyah' inilah yang menjadi penghalang kita mendapat manfaat. Maka dikatakan, yang paling sedikit mendapat manfaat dari seorang syekh adalah justru istri dan anak atau yang mengurus urusan syekh tersebut.

اقل الناس نفعا بالشيخ زوجته وابنه ونقيبه لكثرة مشاهدتهم له ووقوفهم مع ظاهر بشريته دون الوصول الي معرفة قلبه وما فيه من الاسرار والمشاهد النفيسة

"Orang yang paling sedikit mengambil manfaat dari seorang syekh adalah istri, anak dan yang mengurus segala keperluannya. Karena intensitas melihat mereka yang terlampau sering, namun hanya terpaku pada aspek 'basyariah' (manusianya) semata, tidak sampai pada kemakrifatan hati syekh, rahasia serta fenomena menakjubkan di dalamnya." 

Abu Yazid al-Busthami mengatakan, "siapa saja yang melihatku, ia masuk surga." Sebagian muridnya mempersoalkan, "bagaimana bisa, sementara melihatnya Abu Jahal dan Abu Lahab pada nabi saja tidak memberikan efek apa apa." Abu Yazid menjawab, sebab mereka melihat Muhammad bukan sebagai Nabi, tetapi hanya sebagai yatim-nya Abu Thalib."

Terkadang juga, seorang wali meninggal, namun baru dikenal ramai setelah ia meninggal, makamnya diziarahi orang banyak. Tapi saat masih hidup, ia bukanlah siapa-siapa di tengah masyarakatnya. Maka ada ungkapan, ada syekh atau wali yang memberikan manfaat pada orang yang masih hidup justru ketika sudah meninggal. Karena semasa hidup, orang yang se-zaman hanya melihat sisi 'basyariyyah' saja.

لانهم يرون البشرية لا الخصوصية

"Mereka melihat sisi basyariyyahnya, bukan khususiyyahnnya."

Yang melihat aspek keistimewaannya hanya orang orang tertentu saja.

Quthb al-Zaman, al-Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad, merupakan wali yang dianggap bukan siapa siapa oleh manusia semasa beliau hidup. Hanya segelintir orang yang menimba ilmu.

Salah seorang muridnya mengatakan, bagaimana bisa, sosok sekaliber Abdullah Alawi al Haddad tidak ada yang datang mendekat. "Diamlah, jika banyak orang tahu, maka kita tak akan bisa sedekat ini."

Keberkahan dari seorang kiai itu belum tentu dinikmati oleh anak-anak ndalem atau khodim kiai, justru keberkahan itu sering kali dinikmati oleh orang-orang yang diluar lingkaran ndalem.

Tidak mesti yang dekat dengan kiai itu dekat, dan yang jauh dengan kiai itu jauh, bisa sebaliknya yaitu yang dekat itu jauh dan yang jauh itu dekat.

Mengapa? Kok bisa?

Karena khodim itu sering bersinggungan dengan sifat basyariyahnya kiai. Sering kali melihat kiainya sedang mendengkur, kiai sedang kentut, sedang marah, sedang pakai kaos oblong, sedang gloge'en, bersendawa, dll..

Kiai itu bukan seorang Nabi yang maksum, tentu kadang sifat basyariyahnya muncul. Bayangkan tiba-tiba kiainya kentut ‘mak brott’, dan bersendawa ‘haaaaiiiigghhh’ apalagi khodim sopir yang melihat kiainya ngorok di jog sampingnya.

Dan seorang khodim sering kali mendengarkannya, tentu hal ini bisa melunturkan ta'dzimnya ke kiai dan menganggapnya biasa dan lebih memandang basyariyahnya daripada khususiyahnya kiai sebagai seorang ulama. Begitupun dengan istri dan anak kiai yang sangat banyak sekali bersinggungan dengan sifat basyariyah kiai.

Sedangkan orang yang ada diluar lingkungan ndalem justru akan mendapatkan keberkahan lebih banyak karena mereka lebih banyak melihat sifat khususiyahnya kiai daripada basyariyahnya. Lebih banyak melihat haibah kiai dengan pakaian kebesarannya, lebih banyak melihat kemuliaannya daripada kemanusiaaanya.

Catatan: akan tetapi hal diatas itu apabila muncul didalam hati orang yang bersangkutan rasa su,udzon, meremehkan dan sampai mengurangi rasa ta'dzim, hormat dan mahabbah kepada guru atau kyainya.

والله اعلم بالصواب

 

Oleh: Ust Ahmad Hadidul Fahmi

Sumber: https://www.facebook.com/majlisfpkk.dukem/posts/522821298912500