Kisah Israiliyat Penyakit Lepra Atau Kusta Adalah Dusta

 
Kisah Israiliyat Penyakit Lepra Atau Kusta Adalah Dusta
Sumber Gambar: Foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Salah satu pelajaran dasar akidah ahlussunnah wal jamaah adalah mengetahui dan meyakini bahwa para nabi dan rasul memiliki sifat jaiz. Begitu banyak kitab-kitab akidah oleh para ulama yang membahas tentang hal ini, baik natsar maupun nadzom.

Diantara yang begitu populer di kalangan santri adalah manzumah 'aqidatul awam oleh as-Sayyid Ahmad al-Marzuki, pada bait yang ke-12 beliau mengungkapkan :

و جائز في حقهم من عرض © بغير نقص كخفيف المرض

"Boleh (jaiz) bagi para nabi dan rasul memiliki sifat al-a'rod al-basyariah (sifat-sifat kemanusiaan) yang tidak sampai mengurangi derajat luhur kemuliaan mereka, seperti sakit ringan".

Dari bait yang ditulis Sayyid Ahmad al-Marzuki ini, kita mendapatkan keterangan bahwa para nabi dan rasul juga bisa didatangi hal hal yang bersifat kemanusiaan, seperti sakit, namun tidak sakit yang hina, kronis dan menjijikkan yang membuat orang menghindari mereka, karena hal itu adalah suatu kekurangan yang tidak layak pada diri mereka yang luhur dan mulia. Dan juga sifat kemanusiaan yang lainnya, seperti makan, minum berjual beli, melakukan perjalanan (safar), berperang, luka, masuk pasar dll.

Dalilnya apa?

Musyahadah: banyaknya saksi yang melihat sendiri kegiatan para nabi dan rasul melakukan hal-hal yang manusiawi pada zamannya. Banyak sekali kisah tersebut secara mutawatir dan dipastikan tidak bohong telah sampai kepada kita.

Allah Swt. Berfirman: “Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Muhammad), melainkan mereka pasti memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat”. (Q.S. Al-Furqan/25: 20)

Baca Juga: Belajar Kesabaran dari Kisah Nabi Ayub

Apakah hikmah mereka bersifat dengan sifat kemanusiaan itu?

Minimal ada lima faidah, diantaranya sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Abu al-Barakat Ahmad bin Muhammad ad-Dardir di dalam Syarh Kharidah beliau: untuk membesarkan nilai pahala mereka, tingginya martabat mereka di sisi Allah, tasyri (pensyariatan), menghibur dengan keadaan mereka (karena apa yang terjadi pada kita juga terjadi pada mereka) dan untuk mengingatkan betapa hinanya dunia ini.

Para nabi dan rasul itu juga boleh (jaiz) berjima: baik karena pernikahan maupun budak yang dimiliki. Ya,  mereka jaiz (boleh) saja bersetubuh dengan budak, sekalipun itu budak ahli kitab, namun tidak dengan budak majusi dan watsniah (penyembah berhala).

Ibnu al-'Arabi berbeda pendapat tentang kebolehan (jaiz) para nabi bersetubuh dengan budak ahli kitab, dengan alasan karena mereka terlalu mulia untuk menaruh sperma mereka pada rahim perempuan kafir dan juga dengan alasan karena makruh membersamai mereka.

Imam al-Laqqani di dalam manzumah Jauharah nya mengungkapkan: "Dan boleh (jaiz) pada hak para nabi dan rasul seperti makan, bersetubuh dengan perempuan yang halal".

Apakah para nabi mimpi basah?

Tidak. Karena mimpi basah itu sendiri adalah berasal dari setan (permainan setan). Sedangkan setan tidak akan bisa menguasai atau mengganggu mereka. Tapi boleh saja keluarnya mani dari mereka dengan sebab penuhnya epididimis (kantong sperma).

Dalam suatu hadist:

ما احتلم نبي قط

"Nabi tidak pernah mimpi basah" (ath-thabrani dalam al-kabir: sanad doif)

Oiya, sifat al-a'rad al-basyariah yang tidak membawa kepada turunnya derajat mereka itu hanya pada zahir mereka saja. Adapun batin mereka maka selalu dipenuhi oleh rahasia-rahasia ketuhanan (الأسرار الإلهية), selalu terpaut mencintai-Nya. Sehingga para nabi itu tidak memiliki sifat jemu, protes, komplain dan mengeluh. Bahkan penyakit manusiawi tadi menjadikan dekat dan cinta mereka semangkin besar kepada Allah.

Karenanya, para nabi dan rasul mustahil ditimpa penyakit yang menjijikkan, hina dan membuat orang menghindar, seperti kusta, lepra, impotensi, berkulit hitam, tuli, buta, bisu, lumpuh, pincang, buta sebelah, gagap, kelopak mata terbalik, sumbing, ompong dan seluruh sifat atau penyakit hina dan rendah lainnya karena semua itu mengurangi derjat kemulian mereka.

Bagaimana kisah-kisah para nabi yang masyhur kita dengar?

Kisah tentang nabi Syuaib 'alaihi as-salam yang buta adalah tidak benar. Begitu juga dengan nabi Ya'kub 'alaihi as-salam, beliau tidak melihat bukan lantaran buta asal, tetapi akibat penggumpalan air mata yang terus-menerus mengalir sebagai akibat dari kesedihannya atas kehilangan putra tercinta yaitu nabi Yusuf 'alaihi as-salam.

Kisah tentang nabi Ayyub 'alaihi as-salam  juga demikian. Beliau memang sakit tetapi tidak sampai menjijikkan sehingga dikarantinakan. Sakit yang diderita nabi Ayyub 'alaihi as-salam adalah sakit yang ada di bawah kulit sehingga tidak sampai menjijikkan orang lain. Begitu juga dengan cerita bahwa nabi Musa itu seorang yang cadel, ucapan kata-katanya tidak jelas. Ini semua tidak benar.

Syekh Dr. Fathi al-Hijazi di dalam salah satu darsnya menyampaikan bahwa nabi Musa adalah fasih, dengan dalil :

وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا

Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku (QS. Al Qoshshoh : 34).

Penggunaan lafadz afsahu (أفصح) dalam bentuk isim tafdhil (menunjukkan lebih) adalah dalil bahwa nabi Musa adalah fasih artinya tidak cadel. Namun nabi Harun lebih fasih dari beliau.

Di dalam hasyiyah Imam Bajuri terhadap Jauhar at-Tauhid Imam al-Laqqani ditegaskan:

Bagaimana menanggapi sebagian mufassir yang menulis hal ini dalam tafsir mereka?

Cerita ini kita sebut dengan kisah Israiliyat. Israiliyat adalah kisah-kisah atau kabar tentang masa lalu, baik kisah tentang para nabi atau pun orang-orang shalih lainnya. Dinisbatkan istilah ini kepada Bani Israil lantaran sumber kisah ini memang dari Bani Israil. yang kebanyakannya merupakan kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi, atau orang Islam yang dahulunya pernah memeluk agama itu.

Baca Juga: Belajar dari Siti Rahmah, Istri Nabi Ayyub AS yang Setia

Kaidah umum untuk menanggapi kisah Israiliyat ini adalah tawaqquf (tidak membenarkan ataupun menyalahkan) sebagaimana di dalam hadist :

لاَ تُصَدِّقُوا أَهْلَ الكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ

Janganlah kalian membenarkan atau mendustakan (cerita) ahlu kitab (H.R Bukhari)

Namun, kalau seandainya berita atau kisah-kisah itu bertentangan dengan akidah islam, maka hal itu tidak dapat kita benarkan sama sekali.

Syekh 'Iwad al-Ghamrawi mengungkapkan :

ولم يكن في الأنبياء أنثى ولا © عبد و مجنون و شخص خبلا

"Tidak mungkin para nabi itu dari  perempuan, budak, gila dan khubila (rusak anggota tubuhnya atau hilang akalnya/gila)".

Semoga Allah menjaga kita dan generasi kita dari penyelewengan akidah islam.

Oleh: Afriul Zikri
Editor: Nasirudin Latif