Penjelasan Ulama Madzhab Maliki Tentang Murtad

 
Penjelasan Ulama Madzhab Maliki Tentang Murtad
Sumber Gambar: Foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Al-Imam al-Qadli Iyadl al-Maliki (w 544 H) dalam kitab karyanya berjudul asy-Sifa’ Bi Ta’rif Huquq al-Musthafa, j. 2, h. 214, menuliskan: “Bab pertama; Penjelasan tentang mencaci-maki atau merendahkan Rasulullah (baik dalam bentuk kata-kata atau tulisan). Barangsiapa mencaci-maki Rasulullah, mencelanya, menyandarkan kerendahan/kekurangan/aib kepadanya; baik pada diri beliau sendiri, atau agamanya/ajarannya/akhlaknya, atau pada sifat dari sifat-sifatnya, atau merendahkan kehormatannya, atau menyerupakannnya dengan sesuatu untuk tujuan menghinakannya, merendahkannya, mengecilkan keutamaannya, atau untuk tujuan berpaling darinya dan membuat aib baginya; maka orang semacam ini adalah orang yang mencaci Rasulullah, dan Ibn Syahnun berkata: Para ulama telah sepakat (ijma’) bahwa orang yang mencaci-maki Rasulullah dan menghinakannya maka ia telah kafir, dan orang semacam ini layak mendapatkan ancaman Allah untuk disiksa. Dan barangsiapa meragukan bahwa orang tersebut telah menjadi kafir dan berhak untuk mendapat siksa; maka orang ini juga telah menjadi kafir”.

Baca Juga: Apakah Murtad Bisa Membatalkan Pernikahan Suami Istri? Simaklah Penjelasan Ulama Berikut Ini

Syekh Abu Abdillah Muhammad Ahmad Illaisy al-Maliki, salah seorang ulama terkemuka mantan Mufti negara Mesir (w 1299 H) dalam kitab Minah al-Jalil ‘Ala Mukhtashar al-‘Allamah al-Khalil, j. 9, h. 205, berkata: “Sama halnya kufur tersebut terjadi dengan kata-kata yang jelas (sharih/jelas sebagai kata-kata kufur), seperti bila ia berkata “Saya kafir kafir kepada Allah”, atau “saya kafir kepada Rasulullah”, atau “saya kafir kepada al-Qur’an”, atau ia berkata: “Tuhan ada dua”, atau berkata: “al-Masih (Nabi Isa) adalah anak Allah”, atau berkata “Uzair adalah anak Allah”, atau berkata-kata dengan ucapan yang secara nyata menunjukan dan mejadikannya jatuh dalam kufur, seperti bila ia mengingkari sesuatu yang secara syari’at telah disepakati (ijma’) yang hukumnya telah pasti diketahui oleh setiap orang Islam (Ma’lum min ad-din bi adlarurah; seperti kewajiban shalat lima waktu, haram zina, haram mencuri dan lainnya), karena dengan demikian ia telah mendustakan al-Qur’an dan mendustakan Rasulullah. Termasuk contoh kufur dalam hal ini berkeyakinan bahwa Allah adalah benda, dan atau bahwa Dia memiliki tempat dan arah. Termasuk juga berbuat dengan perbuatan yang secara nyata menunjukan dan mejadikannya jatuh dalam kufur, seperti bila ia melempar/membuang al-Qur’an (atau bagian dari al-Qur’an) di tempat yang menjijikan”.

ﻭﻗﺎﻝ ﺃﻳﻀﺎ ﻓﻲ ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻌﻠﻲ ﺍﻟﻤﺎﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺎﻟﻚ، ﺝ 2/348 : ﺱ : ﻣﺎ ﻗﻮﻟﻜﻢ ﻓﻲ ﺭﺟﻞ ﺟﺮﻯ ﻋﻠﻰ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﺳﺐ ﺍﻟﺪﻳﻦ ‏( ﺃﻱ ﺩﻳﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ‏) ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻗﺼﺪ ‏( ﺃﻱ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻗﺼﺪ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ‏) ﻫﻞ ﻳﻜﻔﺮ ؟ ﻓﺄﺟﺒﺖ ﺑﻤﺎ ﻧﺼﻪ : ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ، ﻧﻌﻢ ﺍﺭﺗﺪ، ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﻭﻻ ﻳﻌﺬﺭ ﺑﺠﻬﻞ . ﺍﻫـ

Syekh Muhammad Illaisy dalam kitab Fath al-‘Aliy al-Malik Fi al-Fatwa ‘Ala Madzhab al-Imam Malik, j. 2, h. 348, juga berkata: “Soal: Apa pendapat tuan tentang seseorang yang dengan lidahnya mengucapkan kata-kata cacian terhadap agama (agama Islam) tanpa ia bertujuan untuk keluar dari Islam itu sendiri, apakah karenanya ia menjadi kafir? Aku Jawab; –Segala puji bagi Allah, shalawat dalam semoga selalu tercurah atas tuan kita; Muhammad Rasulullah–, Benar, orang itu tersebut telah menjadi kafir. Dan dalam kitab al-Majmu’ disebutkan bahwa seseorang tidak dimaafkan walaupun ia bodoh –dalam msalah ini–”.
---------
Editor: Nasirudin Latif