Keindahan Paras Serta Keluhuran Akhlak Rasulullah SAW

 
Keindahan Paras Serta Keluhuran Akhlak Rasulullah SAW
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Setiap insan di relung hatinya masing-masing pasti memiliki rasa yang dinamakan “Cinta”. Cinta bak sebuah rasa yang tiba-tiba muncul ketika melihat sesuatu yang bersifat sesuai dan cocok dengan kriteria serta tipe dari sang pemilik rasa. Dari deskripsi ini, kita bisa tarik kesimpulan bahwa, “Cinta tak akan timbul kecuali setelah terpenuhinya kriteria dari sang pecinta.”

Setiap individu pun berbeda dalam mematok tipe ataupun kategori cintanya masing-masing. Ada yang merasa cukup dengan 1 kriteria saja, atau bahkan ada yang merasa bahwa ia mampu mencintai seseorang jika telah terpenuhi kriteria yang sangat banyak sekali. Lantas, apa kriteria yang umumnya dengan kriteria ini seseorang layak untuk dicintai?

Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya:

حدثنا مسدد حدثنا يحيى عن عبيد الله قال: حدثني سعيد بن أبي سعيد عن أبيه عن أبي هريرة، عن النبي قال: (( تنكح المرأة لأربع: لمالها و لحسبها و جمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك))

“Empat kriteria seorang perempuan untuk dinikahi, karena hartanya, kedudukannya (martabatnya), parasnya, serta karena agamanya. Pilihlah! agamanya pastilah kamu beruntung.” (HR. Bukhori, Muslim, Abi Daud, Nasa'i. Shohih Al-Bukhari no: 5090, bab: Keutamaan Menikah, hadits: shohih as-sand)

Meskipun hadits yang tertutur menunjukkan konteks yang terbatas, yaitu kriteria cinta kepada seorang wanita, akan tetapi tak ada salahnya memperluas konteks hadits kepada kriteria cinta secara umum.

Ulama mengemukakan:

العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب

“Konteks suatu dalil dilihat dari umumnya (ijamaliy) suatu lafadz bukan menyempit karena suatu sebab muncul dalil tersebut.”

Seakan Rasulullah SAW menjelaskan pada kita bahwa pilihlah seseorang yang ingin kau cintai melalui salah satu dari kriteria yang telah aku sebutkan, tetapi jika kalian merasa cukup dengan 1 kriteria yaitu “Agama” sungguh itu sudah sangatlah cukup bagimu.

Cinta kepada makhluk umumnya tak keluar dari salah satu sebab ini, ada orang yang mencintai kekasihnya karena keindahan, ada juga karena kedudukan ataupun karena ilmunya. Setelah kita memahami ini, kemudian muncul di benak kita:

“Bagaimana cinta kita kepada kekasih hakiki kita yaitu Rasulullah SAW? Apa cinta itu muncul karena adanya kriteria yang telah termaktub dalam hadits?”

Sungguh, dalam diri Rasulullah telah terkumpul tak cukup 4 kriteria ini, bahkan seluruh kriteria yang menjadikan seorang makhluk layak untuk dicintai, ada pada sosok diri Rasulullah SAW.

“Buktinya mana? apakah ada riwayat yang menjelaskannya?” Maka marilah kita perinci satu persatu.

Keindahan Cipta Serta Keluhuran Akhlak Rasulullah SAW

Untuk diketahui, maksud dari kata (جمال) dalam hadits mencakup keindahan dari luar (rupa serta cipta) dan keindahan dari dalam (budi pekerti dan akhlak).

1. Keindahan Cipta Sang Rasul Mulia

Adapun umumnya seseorang menilai keindahan itu terletak pada wajah yang rupawan. Lantas bagaimanakah sifat wajah dari sang Rasul mulia ini? Dari Sayidah Aisyah dia berkata:

كان رسول الله إذا سر تبرق أسارير وجهه كأنه قطعة قمر

“Sungguh wajah Rasulullah ketika tersenyum terpancar darinya cahaya bak rembulan (yang indah).” (diriwayatkan oleh ashabul asy-syamail)

Tak cukup ini, dari sahabat Halah bin Abi Halah, dia berkata:

 كان رسول الله فخما مفخما يتلألأ  وجهه تلألأ القمر ليلة البدر. ونظر جابر بن سمرة في ليلة مقمرة ، قال: فجعلت أنظر إليه و الى القمر فلهو عندي أحسن من القمر

“Sungguh Rasulullah ialah sosok yang mulia dan layak untuk dimuliakan, wajahnya bersinar bak pancaran rembulan purnama yang indah.”

Ketika Sayyidina Jabir bin Tsamurah berusaha membandingkan wajah Nabi dengan bulan Purnama, sontak merasa takjub seraya berkata:

“Sungguh wajah Rasulullah lebih bersinar dan indah dari rembulan purnama ini.” (HR. Turmudzi: Hadits Hasan Shohih)

Ini hanyalah secuil dari keindahan rupa dari Rasulullah SAW. tak sampai mencakup seluruh keindahannya. Para ulama merasa tak mampu untuk mengibaratkan keindahan ini. Al-Imam Al-Qurtubi bertutur:

“Adapun keindahan rupa Rasulullah yang telah diriwayatkan kepada kita bukanlah merupakan keindahan yang hakiki, karena mata kita tak akan mampu melihat keindahan yang sempurna tersebut.” (lihat: Muhammad Al-Insan Al-Kamil, hal: 15)

Al-Imam Al-Bushiri mensifati keindahan ini dalam syairnya:

فهو الذي تم معناه وصورته * ثم اصطفاه حبيبا بارئ النسم

منزه عن شريك في محاسنه * فجوهر الحسن فيه غيرمنقسم

“Sungguh dialah (Rasulullah) yang telah sempurna keindahan rupa serta keluhuran akhlaknya, yang telah Allah (Dzat pencipta makhluk) pilih sebagai kekasihnya.”

“Tak ada yang mampu menandingi keindahannya, sungguh hanya dialah satu keindahan sempurna yang tak terbagi.”

Akan tetapi keindahan wajah dari Rasulullah SAW ini bukanlah keindahan yang membius serta menyihir orang yang melihatnya, seperti keindahan wajah yang dimiliki oleh Nabi Yusuf AS. Keindahan wajah Rasulullah terbalut dalam sifat kewibawaan serta karismatik yang menjadikan orang yang memandang segan dibuatnya.

As-Sayid Muhammad Al-Maliki menjelaskan:

“Allah memberikan keindahan rupa pada Rasulullah yang keindahan itu terhias oleh 2 hal: Kewibawaan serta karismatik dan keindahan berupa rupa yang indah bersinar, yang dengan 2 hal ini tak menjadikan orang yang memandangnya merasa terbius dan buta hati (seperti kejadian perempuan yang tak merasakan tangannya terpotong karena terbius keindahan rupa Nabi Yusuf AS) justru malah merasa sungkan dan segan kepada Rasulullah SAW.” (lihat: Muhammad Al-Insan Al-Kamil)

Mengukuhkan penjelasan ini, Sayyidina Ali berkata:

من رآه بديهة هابه ومن خالطه معرفة أحبه

“Orang yang pertama kali memandang wajah Rasul pasti akan merasa segan kepadanya, kemudian jika ia mulai mengenal lebih dekat Rasulullah SAW akan timbul di hatinya rasa cinta kepadanya.”

2. Keluhuran Etika Dan Akhlak Sang Kekasih

Tak luput pula, selain sang Rasul mulia dikaruniakan keindahan paras serta dhahirnya, keindahan batin Rasulullah pun tak kalah dengannya.

“Apa buktinya?” tanyanya.

“Apakah ada bukti lain yang lebih kuat selain pengakuan sang Tuhan semesta alam sendiri atas hal tersebut?” jawabnya.

Allah SWT. Berfirman:

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

Artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. Al-Qalam: 4)

Etika serta akhlak seseorang dapat dinilai baik oleh orang-orang yang hidup di sekitarnya. Maka bagaimanakah sahabat Rasulullah menilai akhlak sang Rasul?

قال أنس : خدمت رسول الله عشر سنين، فما قال لي قط أف قط،وما قال لشيء صنعته: لم صنعته؟ ولا لشيء تركته: لم تركته؟

Sahabat Anas bin Malik (Pembantu Nabi) berkata: “Aku telah berkhidmah di kediaman Rasulullah selama 10 tahun. Sungguh tidaklah pernah aku mendengar darinya cacian satupun. Tidaklah pernah Rasulullah membenci serta memprotes setiap perbuatan yang aku kerjakan ataupun yang aku tinggalkan.” (HR. Bukhari, no: 2768, bab: Syamail)

Tak cukup dengan itu, hewan pun mengakui kemuliaan serta luhurnya akhlak Rasulullah SAW. Dikisahkan dalam hadits yang dinukil oleh Al-Imam Abdurrahman Ibn Al-Jawzy dalam kitabnya “Al- Wafa bi Ahwal Al-Musthofa” bahwa:

Seorang badui pulang dari hutan dengan perasaan gembira, karena ia telah mendapat buruan yang ia cari (dabbah atau sejenis hewan melata yang dihalalkan) yang rencananya ia sembelih untuk keluarga yang sedang menantinya. Dabb itu ia bopong di lengan kanannya. Di perjalanan, ia terheran serta penasaran karena melihat gerombolan orang menumpuk di suatu tempat (Majlis Rasulullah).

Lantas ia pun bertanya: “Perkumpulan apa ini?”

Salah seorang dari gerombolan itu menjawab:

“Kita berkumpul kepada seorang yang Allah pilih sebagai seorang nabi, yaitu, Muhammad bin Abdullah.”

Akhirnya si badui pun merangsek dan menerobos keramaian tersebut karena penasaran terhadap sosok yang dikatakan Nabi. Hingga badui sampai di hadapan Rasulullah SAW. Badui pun berkata:

“Demi Tuhanku Latta dan Uzza, tidaklah ada seseorang yang lebih aku benci kecuali kamu (karena kau telah mengaku Nabi). Sungguh rasanya aku ingin cepat-cepat membunuhmu hingga aku bisa membanggakan kaumku karena sebab hinaanmu kepada Tuhan berhala kami.”

Rasulullah SAW. Menjawab dengan tenang:

“Wahai saudaraku yang berasal dari Bani Sulaim, apa sebab yang mendasarimu untuk mengatakan hal seperti itu serta berlaku tak sopan di majlisku?”

Badui berargumen:

“Celaka! Aku tak akan mau percaya kepadamu kecuali setelah dabb ini (hewan buruannya tadi) membenarkanmu (bahwa kau ialah seorang nabi).”

Melihat sikap tak etis yang diperbuat oleh si Badui ini, Sayidina Umar merasa tak terima atasnya seraya berkata, “Wahai Rasulullah SAW izinkanlah aku tuk mengusir serta membunuhnya!”

Rasulullah SAW pun menenangkan sahabatnya itu serta berkata, “Tidakkah kau tahu (Umar) sungguh keutamaan seorang yang sabar menyaingi keutamaan para nabi.”

Kemudian Rasulullah SAW mendekati hewan dabb tersebut seraya berkata:

“Wahai dabb, apa kau dengar ucapanku?”

Tak diduga, dabb itu pun menjawab panggilan Rasulullah SAW kemudian berujar, “Aku sambut panggilanmu wahai nabi, aku mendengar ucapan seorang Arab yang sangatlah fasih, bahasamu yang dipahami seluruh manusia.”

Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Wahai dabb, siapakah Tuhan yang kau sembah?”

Dabb pun menjawab, “Tuhan yang menguasai seluruh jagat, Tuhan sang pencipta langit, bumi, laut serta gunung. Tuhan yang menyiapkan neraka bagi orang yang kafir padaNya.”

Rasulullah SAW menanyainya lagi, “Wahai dabb, siapakah aku?”

Dabb menjawab, “Engkau ialah utusan Allah untuk semesta alam. Engkaulah Rasul yang mulia. Sungguh beruntung orang yang percaya padamu serta celaka orang yang mendustakanmu.”

Melihat hal yang janggal ini, akhirnya si Badui pun takluk atasnya, seraya berkata:

“Sungguh tak diduga, aku bersaksi sungguh engkau adalah Rasulullah serta tak ada Tuhan yang patut disembah melainkan Tuhanmu (Allah). Sungguh awalnya engkau ialah orang yang paling aku benci namun setelah ini ketahuilah, sungguh engkau ialah seorang yang paling aku cintai.”

Rasulullah SAW pun tersenyum kepada dabb itu serta berkata:

“Puji syukur Allah, yang telah memberi petunjuk kepada seorang Badui melalui perantaramu.”

Inilah kriteria pertama yang menjadikan Rasulullah SAW. layak untuk dicintai, bagaimanakah kelanjutan cerita dari kriteria tersebut? akan kami lanjutkan di kesempatan berikutnya.

Oleh: Sibt Umar


Editor: Daniel Simatupang