Karakter Inspiratif Mbah Kyai Wahab Chasbullah

 
Karakter Inspiratif Mbah Kyai Wahab Chasbullah
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Mbah Wahab itu adalah sosok yang senantiasa itsar, senantiasa mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadinya. Mbah Wahab itu sosok visioner, memiliki visi yang jelas tentang masa depan, tentang mau dibawa ke mana pesantren, dibawa ke mana NU dan bangsa, semuanya telah beliau perhitungkan dengan matang.

Mbah Wahab itu sosok yang berwibawa, semua pendapat dan keputusannya, diikuti dan dipertimbangkan semua orang, terlebih santri dan kaum nahdliyyin. Mbah Wahab itu juga cerdik. Ide, gagasan, pemikirannya sangat banyak, sering kali apa yang banyak orang tak pikirkan, oleh Mbah Wahab dipikirkan. Apa yang banyak orang takut cita-citakan, Mbah Wahab berani perjuangkan. Mewadahi ulama dan para pengikutnya dalam satu wadah dengan visi yang jelas dalam menyongsong masa depan.

Soal berdirinya NU sebagai partai mandiri 1953, tuntutan zaman itu memang demikian. Mbah Wahab itu konseptor sekaligus eksekutor. Pemikirannya tidak sebatas wacana, gagasan yang diyakininya diperjuangkan sekuat tenaga demi kemaslahatan bersama. Mbah Wahab itu punya passion dan power, semangat dan keyakinannya mampu menggerakkan mereka yang masih diam, meyakinkan mereka yang masih ragu, dan memberi jawaban bagi mereka yang dilanda kebingungan.

Mbah Wahab itu sosok yanng mempunyai mobilitas tinggi. Sokaraja, Banyumas didatangi, Kebumen disambangi, Muktamar NU di Menes, Banten pun dihadiri. Makassar, Lombok, Banyuwangi, Muktamar Palembang, Jakarta-Tambakberas pulang pergi. Urusan Negara memang penting, namun pesantren tinggalan ayahanda tak mungkin dikesamping. Semua terasa dekat, karena Makkah yang jauh pun bertahun-tahun sempat ditapakinya

Mbah Wahab itu piyantun ingkang mukhlis, tulus tanpa pamrih. Nir tendensi, rela berkorban kehilangan waktu, tenaga, pikiran, hingga perasaan. Mbah Wahab itu adalah sosok ulama kharismatik, termasuk sebagian dari Alladziina yandzuruuna Ilal ummah bi 'ainir rohmah, melihat umat dengan pandangan welas asih, berpikir dan berusaha mana yang terbaik bagi umat.

Mbah Wahab itu jaduk, menguasai bela diri pencak silat, amalan wirid dan hizibnya segudang, tak gentar menghadapi permasalahan. Mbah Wahab itu sosok pemimpin yang juga terjun untuk mengkader, mendidik generasi muda, mengayomi dan membimbing mereka sehingga dibuatlah wadah A.N.O (Anshoru Nahdlotil Oelama'). Kyai Abdullah Ubaid, Kyai Idham Cholid, Kyai Saifuddin Zuhri, dan sederet nama lainnya adalah kader Mbah Wahab.

Mbah Wahab itu sosok da'i, pendakwah yang mengajak ke Jalan Allah. “Bil khidmah wal mau'idlotil hasanah, agar seluruh umat Islam Indonesia mulai dari presiden hingga rakyat biasa mau untuk menegakkan shalat,” begitu penuturan Mbah Wahab dalam sebuah kesempatan pada Kyai Hasib, putranya.

Mbah Wahab itu sosok pahlawan nasionalis-religius, berbangsa tak bisa lepas dari beragama, berislam dan berindonesia dalam satu tarikan nafas yang sama. Mbah Wahab itu benteng Aswaja, tampil terdepan ke gelanggang tahun 1930-an saat marak pencela dan penentang amaliyah Ahlussunnah wal Jama'ah.

“Debat dilayani bukan untuk memecah belah umat, semata agar mereka menghargai amaliyah dalam tataran khilafiyah ini,” begitu cerita Kyai Hamid Baidlowi dalam sebuah kesempatan.

Mbah Wahab itu politikus negarawan. Berpolitik bukan berorientasi kekuasaan semata. Mewarnai agar perjalanan bangsa ini tetap dalam koridor yang disepakati. “Lebih baik adu jotos di dalam daripada berteriak-teriak belaka di luar gelanggang,” begitu mbah Wahab mengiaskan langkah yang diambilnya dalam berpolitik.

Mbah Wahab itu tentu adalah pecinta sejati Rasulullah SAW. Qasidah Burdah secara istiqomah dibacanya. Khusus dalam bait Huwal Habib, diulang-ulang senantiasa. Tidak lain adalah karena sangat berharap limpahan syafaat dari Nabi Muhammad SAW. 

Tidak berlebihan jika sebagai pengikut beliau, kita kemudian berdoa; Robbi fanfa'naa bibarokati Mbah Wahab, wahdinal husnaa bihurmati Mbah Wahab, wa amitnaa fi thoriiqoti Mbah Wahab, wa mu'aafatin minal fitani. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 23 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: A. Taqiyuddin Mawardi 

Editor: Hakim