Belajar Kesederhanaan dari Habib Abdullah bin Muhammad Baharun

 
Belajar Kesederhanaan dari Habib Abdullah bin Muhammad Baharun
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Jangan heran, jika ada orang bertamu ke rumah Habib Abdullah bin Muhammad Baharun. Hampir pasti tamu tersebut akan disuguhi hidangan yang nikmat, karena Abuya (panggilan khusus dari santri beliau) sangat menghormati tamunya (ikrom dluyuf). 

Suatu ketika, beberapa ustadz dari Indonesia sedang ada rauhah (semacam pertemuan sederhana) di rumah Abuya Habib Abdullah, dan biasanya diakhiri dengan makan-makan. Setelah selesai makan, ada beberapa ustadz yang membantu membersihkan sisa-sisa makanan (karena biasanya para putra Abuya sendiri yang membereskannya).

Dikumpulkanlah nampan-nampan bekas makan tersebut, begitu juga sisa-sisa makanan ditaruh dalam satu plastik, ketika hendak dibuang ke tempat sampah. Tiba-tiba ada putra Abuya yang berseloroh :

La tarmihi, al-walid ba yaz'al,” (Jangan dibuang! Abi nanti marah)

Leh?” (Loh, kenapa?) tanya salah satu ustadz.

“Nanti akan kami kumpulkan sisa-sisa makanan itu, kami taruh di kulkas, dan besok dipanaskan kembali untuk kami makan,” jawab putra Abuya santai.

Seketika ustadz tersebut termenung, sontak malu dan mau menangis. Bagaiamana tidak? Bekas sisa-sisa makan, yang biasa dibuang, tapi disimpan dan dimakan kembali oleh keluarga Abuya? Bagaimana dengan kehidupan kita?

Habib Abdullah bin Muhammad Baharun merupakan Rektor Universitas al-Ahgaff dengan puluhan ribu mahasiswa, dan beliau tak pernah mengambil gaji. Semua harta beliau diinfakkan untuk keperluan kampus, rumah sempit masih menyewa dan berpindah-pindah, bahkan terakhir ini-pun rumah hanya dipinjami. Beliau juga tak punya mobil pribadi, karena jika punya kendaraan, beliau selalu jual untuk keperluan kampus.

Seluruh hidup beliau diwakafkan untuk dakwah di jalan Allah SWT, semoga kita semua dapat mengikuti jejak beliau. Allahuma sholli ‘ala sayyidina Muhammad.

Ket. foto: Kesedihan tersirat pada wajah beliau, pasca wafatnya Hubabah Sakinah.

Oleh: Kyai Noor Salikin Al-Farouq


Editor: Daniel Simatupang