Tokoh Pelopor Kebangkitan Islam, Ustadz Arrazy Hasyim: Semua Terhubung dengan Sufi

 
Tokoh Pelopor Kebangkitan Islam, Ustadz Arrazy Hasyim: Semua Terhubung dengan Sufi
Sumber Gambar: Capture/YT Kajian Abuya Arrazy

Laduni.ID, Jakarta – Sufi merupakan orang-orang yang mendalami diri sendiri demi mendapatkan cinta Ilahi, dengan menempuh jalan spiritual mereka mencari sebuah “kebenaran”. Martin Lings, seorang orientalis yang berhasil menjadi sufi dan merubah namanya menjadi Syekh Abu Bakr Sirajuddin mengatakan, “Sufi adalah mereka yang mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri tentang jalan yang lurus. Lalu mereka bersungguh-sungguh mencari kebenaran.” Syekh Ragip Frager seorang psikolog yang menempuh mendalami sufisme menyatakan jika tasawuf merupakan pendekatan yang langsung kepada Allah SWT.

Telah banyak tokoh sufi tersebar dipenjuru bumi, baik itu yang masyhur di kalangan orang awam atau yang sengaja menenggalamkan diri dari hiruk pikuk duniawi. Namun, sebagian dari mereka (para sufi) ditolak keberadaanya oleh orang-orang tak berpengetahuan yang merasa diri paling suci.

Banyak pelopor kebangkitan Islam yang juga seorang sufi, sebut saja Shalahuddin al-Ayyubi (Sang Pembebas Yerusalem) dan Muhammad al-Fatih “Sang Penakluk Konstatinopel”. Mereka berdua ditolak status kesufiannya oleh orang-orang yang baru belajar agama.

“Ya kita tidak usah bermain spekulasi, kita hanya bermain fakta dan data,” kata Ustadz Arrazy Hasyim saat menjawab pertanyaan tentang kesufian dari Shalahuddin al-Ayyubi dan Muhammad al-Fatih.

Padahal Shalahuddin al-Ayyubi berguru pada seorang murid terbaik dari Syekh Abdul Qadir Jilani bernama Qudaib Alban, salah satu murid yang hadir saat ulama-ulama besar mengakui Syekh Abdul Qadir Jilani sebagai “Sulthanul Auliya”, gurunya para wali-wali Allah.

“Hanya orang-orang yang tidak mengerti dan hatinya bermasalah yang mempermasalahkan Syekh Abdul Qadir Jilani,” ujar Ustadz Arrazy.

Muhammad al-Fatih juga berguru pada seorang sufi bernama Syekh Syamsuddin, yang konon kisahnya berthariqah Naqsabandiyah, namun versi lain menceritakan Syekh Syamsuddin berthariqah Qadiriyah (wallahualam).

Mereka berdua (Shalahuddin al-Ayyubi dan Muhammad al-Fatih) merupakan murid dari seorang sufi, maka sudah tentu mereka juga seorang sufi. Hal pasti seperti ini lah yang tidak dilihat oleh orang-orang yang membenci para sufi.

Secara akidah Shalahuddin al-Ayyubi merupakan pengikut dari Imam Asy’ari, sedangkan Muhammad al-Fatih adalah pengikut Asy’ariyyah-Maturudiyyah. Fakta keduanya juga bisa ditemukan dalam buku-buku sejarah dan buku-buku tarajum.

Selain mereka berdua, di abad ke-20 ada seorang sufi pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin, sebuah organisasi Islam terbesar dan paling berpengaruh saat itu. Dia adalah Hasan al-Banna, berthariqah Syadziliyah-Assyafiiyah. Dalam karya monumentalnya Catatan Harian Dakwah dan Da'i beliau mengatakan, “Sebelum kau menjadi dai, jadikanlah diri menjadi sorang sufi. Sebelum kamu mengislah orang lain, islah lah dirimu sendiri.”

Kemudian pendiri Jamaah Tabligh, Muhammad Ilyas al-Kandahlawi dan penerusnya Syekh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi (anaknya) merupakan seorang muhaddis dan mursyid tarekat sufi, berthariqah Naqsabandiyan-Qadiriyah-Khistiyah.

“Adakah yang mengingkari ini? Silahkan buka sejarahnya. Kalau tidak mari kita ke Daiban, kita ke Lahore, kita ke Nizamuddin, kita bisa lihat di sana, lihat sanad-sanadnya, silsilahnya, dan cara mereka mengaji,” kata Ustadz Arrazy Hasyim.

Selanjutnya ialah seorang pakar hadis abad ke-20, Syekh Yasin al-Fadani yang mengatakan kepada muridnya, Amin al-Harari (bukan al-Harari pendiri kelombok Al-Habas), “Aku mempunyai ijazah thareqah sebanyak 66.”

Di Indonesia sendiri ada KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama) yang sezaman dengan Syekh Hasan al-Banna dan Syekh Kandahlawi.

KH Ahmad Dahlan merupakan murid dari Syekh Muhammad Sholeh darat, Semarang. Mursyid yang berthariqah Syadziliyah yang mensyarah kitab al-Hikam. Begitupun dengan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari yang berthariqah Syadziliyah, dan juga berguru kepada gurunya para wali tanah Jawa, Syekh Kholil Bangkalan.

“Kita mau ke ulama siapa lagi, mereka semuanya sufi. Pangeran Dipenogoro, Abdul Somad al-Falembani, Nuruddin ar-Raniri, sampai kepada Yusuf al-Makassari semua pejuang-pejuang itu mereka sufi. Maka sahabat-sahabat yang dimuliakan Allah, kita tidak bisa lepas dari sosok mereka,” tegas Ustadz Arrazy.

Di Turki pun terdapat seorang sufi bernama Said Nursi, beliau mempelajari lebih dari Sembilan thariqah, dan dalam risalah dan kalamnya beliau mengamalkan thariqah Naqsabandiyah.

“Kita mau lihat apa? Mau lihat apa lagi? Semuanya mereka ternyata terhubung dengan sufi, tapi mereka tidak fanatik dengan thariqahnya, mereka tidak kaku dengan formalitas-formalitas amalan-amalan wiridnya,” kata Ustadz Arrazy Hasyim.


Editor: Daniel Simatupang