Biografi Sayyid Ali Khala’ Ghasam bin Alwi bin Muhammad

 
Biografi Sayyid Ali Khala’ Ghasam bin Alwi bin Muhammad
Sumber Gambar: Makam Imam Ali Khali' Qasam (Zanbal, Hadhramaut)
  1. Daftar Isi Biografi Sayyid Ali Khala’ Ghasam bin Alwi bin Muhammad

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Nasab
1.4  Wafat

2.    Sanad Keilmuan
3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.    Karomah-Karomah
5.    Referensi

 

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Sayyid Ali Khala’ Ghasam bin Alwi bin Muhammad dilahirkan di Bait Jubair Hadramaut. Ayah beliau adalah Sayyid Alwi bin Muhammad bin Alwi Alawiyyin

1.2 Riwayat Keluarga
Dari pernikahannya Sayyid Ali Khala’ Ghasam bin Alwi bin Muhammad dikaruniai tiga orang anak  yaitu :

  1. Sayyid Abdullah
  2. Sayyid Husein
  3. Sayyid Muhammad Shahib Marbad

1.3 Nasab
Sayyid Ali Khala’ Ghasam bin Alwi bin Muhammad masih keturunan dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Dengan urutan silsiah sebagai berikut

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW
  2. Sayyidah Fatimah Az-Zahra Istri Sayyidina Ali bin Abi Thalib
  3. Al- Imam Husein
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Al-Imam Ja’far Shodiq
  7. Al-Imam Ali Uraidhy
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
  11. Sayyid Ubaidillah
  12. Sayyid Alwi Alawiyyin
  13. Sayyid Muhammad
  14. Sayyid Alwi
  15. Sayyid Ali Khala’ Ghasam

1.3 Wafat
Sayyid Ali Khala’ Ghasam wafat berkisar antara tahun 523 H hingga 529 H / 1103 sampai 1109 M. akan tetapi dalam kitab Nafa’is Al-‘Uqud fi Syajarah ‘alal Ba’abud, Habib Muhammad bin Husin Ba’abud menulis, Sayyid Ali Khala’ Ghasam meninggal pada tahun 527 H / 1107 M. sedangkan menurut Al-Ustadz Alwi bin Muhammad dalam kitab Syajarah as-Sa’adah ‘alal Bani ‘Alawy, Sayyid Ali Khala’ Ghasam wafat pada tahun 529 H / 1109 M. sementara dalam riwayat lain disebutkan, beliau wafat tahun 529 H / 1109 M. jasad beliau dimakamkan di makam Zanbal, Tarim, sebagai Ulama pertama dari keluarga Ba’Alawy dan cucu Imam Ahmad Al-Muhajir, yang dimakamkan di pemakaman Zanbal yang terkenal itu.

2. Sanad Keilmuan

Imam Ali bin Alwi dibesarkan dan dididik dalam asuhan ayahnya Imam Alwi bin Muhammad. Beliau adalah pemimpin kaum Alawiyin yang dikaruniai Allah ketajaman mata hati, hafal Alqur’an dan menguasai berbagai macam cabang ilmu, sangat dermawan, tawadhu’ dalam berbicara maupun bertindak serta berpakaian, ia tidak terlihat lebih menonjol dari yang lain. Jika beliau duduk bersama kaum khawas maupun kaum awam, orang tidak mengenali kalau beliau adalah seorang yang mempunyai kemuliaan yang tinggi, beliau melebur menjadi satu dengan dengan kumpulan jamaah tersebut.

Sejak kecil ia rajin beribadah dan dikenal cerdas serta berakhlak mulia. Ketika menginjak dewasa, ia sudah menjadi guru besar karena keluasan ilmu agamanya. Ia lahir dan dibesarkan di Baitu Jubair, Hadramaut, suatu daerah yang penuh berkah dan kebaikan. Di sana pula ia mengaji kepada ayahandanya, Beliau mengambil ilmu dari ayahnya terutama Al-Quran dan hadis. Bahkan kemudian sudah mampu pula menghafal Al-Quran. Selain itu, ia juga belajar dari para ulama besar yang lain di berbagai pelosok Tarim. Beliau sering mondar-mandir bepergian ke kota Tarim. Akhirnya beliau, pada 521 H/1101 M diikuti oleh saudara-saudara dan anak pamannya, memutuskan untuk tinggal di kota Tarim.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

Sayyid Ali Khala’ Ghasam seorang imam agung, guru besar dan sesepuh para Ulama besar Hadramaut. Sejak kecil beliau rajin beribadah dan dikenal cerdas dan berakhlaq mulia. Ketika menginjak dewasa, beliau sudah menjadi guru besar karena keluasan ilmu agama beliau. Terkumpul di dalam diri beliau keutamaan dan kebaikan, anwar dan asrar. Beliau dikaruniai oleh Allah dengan maqam yang sangat tinggi, sehingga tampak dalam diri beliau karomah-karomah yang luar biasa. Beliau adalah seorang alim yang tiada duanya di jamannya dan tempat rujukan bagi manusia di saat itu. Jarang sekali pada suatu jaman terdapat orang yang mempunyai maqam setinggi beliau.

Beliau adalah pemimpin kaum Alawiyin yang dikaruniai Allah ketajaman mata hati, hafal Alqur'an dan menguasai berbagai macam cabang ilmu, sangat dermawan, tawadhu' dalam berbicara maupun bertindak serta berpakaian, ia tidak terlihat lebih menonjol dari yang lain. Jika beliau duduk bersama kaum khawas maupun kaum awam, orang tidak mengenali kalau beliau adalah seorang yang mempunyai kemuliaan yang tinggi, beliau melebur menjadi satu dengan dengan kumpulan jamaah tersebut.

Beliau terkenal dengan julukan Khala’ Ghasam, setelah membeli sebidang tanah seharga 20.000 dinar. Di tanah yang kemudian beliau namakan Ghasam itu sesuai nama tanah keluarganya di Basrah, beliau bertanam kurma. Setelah membangun sebuah rumah disana, belakangan beberapa orang mengikuti jejaknya, sehingga kawasan itu menjadi sebuah pemukiman kecil. Lama-kelamaan kawasan itu tumbuh menjadi sebuah kota kecil bernama Ghasam yang tersohor.

Sampai akhirnya tempat itu menjadi suatu desa dan dinamakan dengan desa Ghasam. kota Ghasam di Basrah yang pada awalnya dimiliki oleh kakek beliau Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi.

Beliau juga dikenal sebagai orang pertama dari keluarga Ba’alwi yang tinggal di Tarim. Setelah ia menetap di sana, banyak orang berdatangan dan kemudian bermukim pula di sana. Di Tarim itu juga ia menyemarakkan berbagai majelis pengajian untuk dakwah, dan di sana pula ia mengajar hadis. Sejak itu ia termasyhur sebagai ulama yang sangat alim dengan berbagai karamah.

Imam Ali bin Alwi merupakan pemimpin kaum Alawiyin pada zamannya. Beliau diberi kemuliaan dapat melihat dan berdialog langsung dengan Rasulullah saw serta meminta petunjuk ketika beliau menghadapi suatu masalah yang berat.

Meski maqamnya tinggi, beliau tetap tawaduk, rendah hati, dengan perilaku yang halus dan pakaian yang sangat sederhana. Beliau tidak pernah terlihat lebih menonjol dari orang lain. Jika duduk bersama orang shaleh maupun orang awam, beliau tidak pernah memperlihatkan diri sebagai Ulama terkemuka, kecuali ketika sedang mengajar atau berdakwah. Beliau juga sangat dermawan, banyak memberi santunan, khususnya bagi mereka yang datang dari jauh.

Beliaulah yang membangun Masjid bani Ahmad di Tarim, yang kemudian diberi nama Masjid Ba’alawi, sejak 900 tahun silam. Pembangunan masjid dilanjutkan oleh putra beliau, Imam Muhammad Shahib Mirbath ( wafat tahun 556 H / 1136 M ).

4.  Karomah

Syaikh Abdul Wahab al-Sya'rani dalam kitabnya al-Tanbieh mengatakan: 'Salah satu peristiwa yang dihadapi oleh suatu kaum, ketika mereka sholat di samping kubur Nabi dan mereka membaca shalawat Nabi dalam shalatnya itu, mereka mendengar jawaban dari Nabi saw '

Sebagian ulama bertanya: Karomah apa yang diwarisi oleh kaum itu sehingga mereka dapat mendengar salam dari Nabi, padahal tidak satupun dari sahabat yang mendapat jawaban salam dari kubur Nabi setelah beliau wafat, dan saya tidak melihat satupun dari mereka yang sampai pada maqam tersebut.

Sayid Ali al-Khawas berkata: 'Tidak berhak suatu kaum mendapatkan wilayah al-Muhammadiyah, jika orang tersebut tidak berkumpul dan hadir bersama Nabi saw'. Dan sebagian kebesaran Imam Ali bin Alwi, Rasulullah saw berkata kepadanya dengan kata-kata Ya Syaikh. Perkataan tersebut merupakan panggilan dalam wilayah kenabian.

Di Tarim itu juga, beliau menyemarakkan berbagai majelis pengajian untuk dakwah, dan disana pula beliau mengajar hadits. Sejak itu beliau termasyhur sebagai ulama yang sangat alim dengan berbagai karamah. Ketika itu, sangat jarang ada ulama yang mempunyai maqam setinggi itu. Ketinggian maqamnya, antara lain ditulis oleh Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam syairnya :

Rasulullah membalas salamnya, “( salam bagimu ) Ya Syekh.”
Sebagai jawaban atas salam beliau ( kepada Rasulullah ),
Kagumlah orang-orang mulia.

Syair itu menggambarkan karamah beliau yang tinggi. Konon salah satu karamahnya yang lain ialah, beliau selalu berdialog dengan Rasulullah SAW dalam shalat. Setiap kali beliau menunaikan Shalat dan sampai pada tahiat, beliau selalu membaca salam kepada Rasulullah berkali-kali:

“As-salamu ‘alaika ayyuhan Nabiyyu wa Rahmatullahi wa barakatuh.”
Sampai beliau mendengar jawaban Rasulullah SAW:
“Wassalamu ‘alaika ya Syekh ( salam sejahtera bagimu, wahai Syekh )”.
Konon pula, beliau juga sering “berhadapan” dengan Rasulullah SAW, lalu bertanya mengenai segala macam kesulitan, sehingga Rasulullah SAW menjelaskannya.

Karomah-karomah itu juga ditulis oleh para ulama seperti Al-Jundi, Asy-syaraji, Ibnu Hisan dll. Al’allamah Asy-Syekh Al-Khatib juga menuliskannya dalam kitab Al-Jauhar Asy-Syafa’at.
Menurut Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’rawi:

“Tidak akan sampai seseorang kepada maqam yang mampu berinteraksi langsung kepada Rasulullah SAW dan mendengar jawaban salamnya, kecuali beliau telah melampui 247.999 maqam para aulia.”dan Imam Ali Khala’ Ghasam dianggap telah melampuinya.
Suatu hari, Syekh Abu Al-Abbas al-Mursi bertanya kepada para sahabatnya:

“Adakah di antara kalian yang ketika menyampaikan salam kepad Rasulullah SAW dalam shalat, langsung mendengar jawaban salam dari Rasulullah SAW?.

Jawab para sahabatnya,
“Tidak ada”.
Lalu kata Syekh Abu Al-Abbas,
“Menangislah kalian, karena kalian tertutup.”

Syekh rupanya bermaksud menegaskan karamah Imam Ali Khala’ Ghasam yang tidak hanya mendapat jawaban salam dari Rasulullah SAW dalam shalatnya, tapi juga dalam semua kesempatan ketika beliau menyampaikan salam kepada Rasulullah SAW.

5. Referensi

Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Al-Haddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi Ba’alawy dan Bahrus Shofa.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya