Biografi Wuhaib bin Al-Ward

 
Biografi Wuhaib bin Al-Ward

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Wafat 

2          Kepribadian
2.1       Dikenal Wara' dan Hidup Zuhud

3         Kisah-kisah
3.1      Andai Boleh Memilih Waktu Kematian

4       Untaian Nasehat

5       Referensi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1       Lahir

Beliau adalah ulama tabi'in, lahir dan dibesarkan di Mekah, dikatakan bahwa beliau menghabiskan hidupnya dalam beribadah dan berdoa, dan sejumlah karomah dikaitkan dengannya. 

Abu Aminah Abdul Wahab Wuhaib bin Al Ward Al Makki adalah nama asli dari Wuhaib bin Al-Ward ini. Beliau ulama besar sejaman dengan Sofyan Khuzainah (Gurunya Imam Syafi'i). Wuhaib bin Al-Ward adalah salah satu dari empat ulama besar yang diangkat derajatnya oleh Allah SWT karena kehati - hatiannya dalam hal halal dan syubhat makanan yang diterimanya. Empat orang ini diangkat derajatnya oleh Alloh karena makanan halal adalah:

  1. Wuhaib bin Ward
  2.  Ibrohim bin Adham
  3.  Yusuf bin Asbat
  4. Salim Al Khowwas.

1.2       Wafat

Beliau wafat pada Th 153H

2           Kepribadian

2.1       Dikenal Wara' dan Hidup Zuhud

Beliau dikenal sebagai orang yang terlalu waro’ hingga badannya kurus dan mati dalam keadaan kurus. Karena kekurusannya hingga sayuran itu bisa nampak pada perut beliau, beliau juga dikenal sebagai orang yang lebih menyibukkan diri beribadah daripada meriwayatkan ilmu.

3           Kisah-kisah

3.1     Andai Boleh Memilih Waktu Kematian

Telah duduk bersama, tiga ulama’ tabi’in, ahli ibadah, dan ahli zuhud, mereka adalah Sufyan Ats-Tsaury, Yusuf bin Asbath dan Wuhaib bin Al-Ward rahimahumullah, berbicara tentang kematian,

Ats-Tsauri berkata: Saya tidak suka jika mati mendadak sebelum hari ini, akan tetapi hari ini aku mengharapkan kematian.

Yusuf : Mengapa ?

Ats-Tsauri : Karena aku takut fitnah !

Yusuf : Adapun saya, tidak membenci jika masih diberi umur panjang..

Ats-Tsauri : Mengapa engkau membenci kematian?

Yusuf : Agar aku dapat bertemu dengan suatu hari yang aku bertaubat di dalamnya dan beramal shalih. Bagaimana menurut pendapatmu wahai Wuhaib?

Wuhaib : Saya tidak memilih ini dan itu, apa yang aku suka adalah apa yang disukai oleh Allah !

Adapun Sufyan Ats-Tsauri, beliau takut jika dirinya terjebak oleh fitnah zaman dan tipu daya syetan, beliau melihat adanya perubahan dalam perilaku masyarakat, telah terjadi perbedaan antara manhaj salaf dengan manhaj khalaf, sehingga beliau lebih suka jika kematian datang daripada hidup (dalam keadaan terkena fitnah-pent), hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam di dalam Al-Kitab Al-Aziz:

تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ ﴿١٠١﴾

“wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih” (QS. Yusuf : 101).

Telah diriwayatkan hal itu oleh Imam Al-Bukhari rahimahullah tatkala beliau berdo’a agar Allah mencabut nyawanya lantaran beliau khawatir bila terkena fitnah dan hawa nafsu.

Hal itu tidaklah berarti pesimis menghadapi tantangan hidup, bukan pula karena adanya kemadharatan yang menimpa mereka lalu merasa tidak kuat memikulnya, akan tetapi waspada terhadap datangnya fitnah yang datang laksana malam yang gelap gulita.

Dan jika Ats-Tsauri takut terhadap dirinya kalau-kalau akan terjebak kepada fitnah, padahal beliau hidup pada generasi yang utama, lantas agaimana dengan kita hari ini? Kita hidup di zaman yang penuh sesak dengan fitnah dan hawa nafsu, badai kegoncangan dan kebinasaan meliputi di manapun kita berada? Saat di mana dosa dengan bangga menari di depan mata, kebanyakan manusiapun telah berpihak kepadanya. Pernahkah kita mengkhawatirkan seperti apa yang dikhawatirkan oleh Sufyan Ats- Tsauri?  Bahkan kebanyakan kita hanya mengkhawatirkan nasib perut di masa depan. Pekerjaan semakin sulit didapat, kebutuhan meningkat dan persaingan hidup semakin ketat.

Yusuf bin Asbath memiliki sikap yang lain, beliau secara terang-terangan mengatakan bahwa tidak membenci jika diberi umur yang panjang, dan Ats-Tsauri memahami maksud pernyataan Yusuf bahwa hal itu berarti Yusuf membenci kematian dan berangan-angan jika dia masih hidup lama, maka beliaupun menanyakan sebabnya.

Sebagai jawabannya, menurut Yusuf, umur yang panjang berarti kesempatan untuk mengganti apa-apa yang telah dia tinggalkan dan kesempatan untuk melipatgandakan amal shalihnya, sehingga hidup di dunia  baginya adalah tempat untuk beramal dan bersabar, maka mengapakah tergesa-gesa untuk pergi (dari dunia) sedangkan dia masih mendapatkan hari di mana dia mendapatkan kesempatan untuk mengangkat derajatnya di akherat?

Kita bandingkan dengan kita hari ini, kebanyakan atau bahkan seluruhnya sepakat dengan pendapat Yusuf dalam hal keinginan berumur panjang. Hanya saja berbeda dalam hal tujuan. Umur panjang seakan identik dengan kesempatan memuaskan syahwat, menunda taubat, atau berarti lama mengenyam indahnya jagat.

Adapun Wuhaib bin Al-Warad tidak menetapkan pilihan atas dirinya, kapan dia akan mati. Beliau katakan bahwa apa yang dipilihkan oleh Allah SWT bagi manusia adalah lebih baik dari pilihan manusia atas dirinya sendiri.

Maka, sesuatu yang paling dicintai oleh Allah adalah sesuatu yang beliau cintai pula. Dengan sikap ini, maka hati seorang mukmin dipenuhi dengan rasa ridha, bahagia dan aman, dia melihat kehidupan serba indah, tiada rasa takut dan rasa khawatir, tidak sedih dan tidak gelisah, karena dia ridha dengan apa yang diridhai oleh Allah.

Tiga sikap, namun yang dituju adalah sama, husnul khatimah. Bisa jadi yang paling rajin adalah sikap yang terakhir, karena dia ridha dan yakin akan rahmat Allah, sekalipun sikap kedua lebih rajih dari sikap yang pertama, karena di dalamnya ada angan-angan, cita-cita dan berharap untuk mendapatkan kebaikan dalam hidupnya.

Dan karena sikap kedua merealisasikan hadits yang mulia yang mana Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati karena adanya kemadharatan yang menimpanya dan sabda Nabi : “janganlah salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati, jika dia dalam keadaan berbuat baik ia dapat menambah kebaikannya, dan jika dia masih berbuat jahat ia dapat bersegera untuk taubat.”

Kapanpun kita mengharapkan datangnya ajal, tentunya bekal untuk menghadapinya kita siapkan dari sekarang, karena tidak selalu ajal datang sesuai dengan waktu yang diinginkan seseorang.     

4         Untaian Nasehat

  1. Takutlah kamu kepada Allah karena Kuasa-NYA atasmu, malulah kepada Allah SWT karena Dia dekat denganmu.
  2. Takutlah engkau dari mencela Iblis di tengah keramaian, sementara engkau justru menjadi temannya tatkala sendirian.
  3. Tertawa yang tidak berlebihan itu yaitu tertawa yang terlihat giginya, dan tidak terdengar dari mulutnya suara, berpakaian yang tidak berlebihan, yaitu pakaian yang menutupi aurat, dan melindungi dirinya dari pada panas dan dingin, sedangkan makan yang benar itu yaitu makan yang menghilangkan lapar tetapi tidak sampai kenyang.
  4. Apakah kelezatan ketaatan bisa dirasakan pelaku kemaksiatan?

    Wuhaib bin Ward rahimahullah berkata :

    "Tidak. Bahkan orang yang hanya meniatkannya pun tidak akan merasakannya. Sudah sangat banyak orang yang meliarkan pandangannya terhalang dari memiliki ketajaman mata hati, orang yang melacurkan lidahnya(banyak bicara) terhalang mendapatkan kejernihan hati, dan orang yang mengkonsumsi makanan syubhat akan menjadi gelap hatinya, terhalang melakukan shalat malam serta tak bisa merasakan kelezatan bermunajat."

 

5         Referensi

"Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin"

  Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher

 

 

 

 

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya