Alasan Unta Nabi Muhammad SAW Berhenti di Kediaman Abu Ayub Al-Anshori

 
Alasan Unta Nabi Muhammad SAW Berhenti di Kediaman Abu Ayub Al-Anshori
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Pada suatu waktu yang penuh keajaiban, Nabi Sulaiman AS dan sahabat setianya, Tuan Tubbah Harrari, menjelajahi jalan-jalan menuju Kota Yatsrib, yang dikenal juga sebagai Madinah. Saat mereka tiba di sana, Nabi Sulaiman AS dengan penuh kehangatan memberitahu Tuan Tubbah Harrari tentang sebuah takdir yang menakjubkan. Di tempat ini, nanti akan datang seorang yang diutus oleh Allah, Nabi Muhammad SAW.

Nabi Sulaiman AS menceritakan kepada Tuan Tubbah bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi akhir zaman yang derajatnya lebih tinggi dari Nabi-Nabi yang lain, termasuk Nabi Sulaiman as.

“Apabila beliau SAW ada disini, aku akan membantu beliau mengikatkan tali sepatunya,” ujar Nabi Sulaiman AS.

“Nabi ini apakah derajatnya akan lebih tinggi dari Anda?” tanya Tuan Tubbah.

“Ya betul, derajat Nabi Muhammad SAW lebih tinggi dari derajat seluruh Nabi” jawab Nabi Sulaiman AS.

Lalu Tuan Tubbah Harrari memohon kepada Nabi Sulaiman AS untuk tetap tinggal di Yatsrib sembari menunggu kedatangan Nabi Muhammad SAW. Lalu Nabi Sulaiman menjawab,

“Ya, engkau boleh menunggu disini jika kamu menginginkannya.”

Tuan Tubbah dengan tekun mulai membangun rumah-rumah di Yatsrib, menyambut penduduk setempat dengan hangat untuk datang dan tinggal di tempat-tempat yang telah dibangunnya. Dengan penuh semangat, ia mengajak mereka dari gua, bukit, hingga gunung untuk bergabung dalam pembangunan kota ini.

Akhirnya, panggilan Tuan Tubbah itu tidak sia-sia, ribuan orang dengan sukacita dan harapan mulai berdatangan, membawa bersama mereka kehidupan baru dan kebahagiaan di kota yang telah dipersiapkan dengan penuh kebaikan dan cinta.

Orang-orang itu terkagum-kagum melihat rumah-rumah di sana terlihat sangat rapih cantik, semuanya berlantai satu. Namun, ada satu bangunan rumah yang berlantai dua, Tuan Tubbah lalu menjelaskan bahwa rumah itu akan diperuntukkan untuk nabi yang derajatnya sangat tinggi, Nabi Muhammad SAW.

Rumah-rumah yang dibangun oleh Tuan Tubbah merupakan cikal bakal dari padatnya pemukiman Madinah saat ini.

Seiring berlalunya waktu, Tuan Tubbah tetap setia menantikan kedatangan Nabi Muhammad SAW, namun takdir telah menentukan bahwa ajal menjemputnya terlebih dahulu. Sebelum menghadapi akhir hayatnya, Tuan Tubbah merenung dan menyusun sebuah surat wasiat yang sarat makna.

“Ya Rasulullah SAW, saya mendengar dari Nabi Sulaiman, Nabi saya, bahwa Anda akan tiba ditempat ini. Saat-saat terakhirku sudah tiba dan saya harus meninggalkan dunia ini, saya sudah membangun rumah ini untuk Anda, jadi mohon diterima rumah ini,” isi  surat wasiat tersebut.

Tuan Tubbah lalu menyerahkan surat tersebut kepada anaknya, dengan permintaan diberikan kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau datang. Waktu terus berjalan dan surat tersebut secara turun temurun diserahkan untuk akhirnya diberikan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Hingga tibalah pada masa Rasulullah SAW, ternyata salah satu keturunan dari Tuan Tubbah Harrari adalah sahabat Abu Ayyub Al-Anshori r.a. salah satu sahabat yang tinggal di Madinah, daerah yang dibangun oleh Tuan Tubbah Harrari (Yatsrib).

Saat Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau disambut oleh penduduk dan meminta Rasulullah SAW untuk tinggal di rumah-rumah mereka. Namun Rasulullah SAW berkata, “Aku akan tinggal di mana untaku ini berhenti untuk istirahat.”

Akhirnya unta Nabi Muhammad SAW berhenti untuk istirahat di depan rumah Abu Ayyub Al-Anshori, lalu Nabi SAW berkata kepada shabat Ayub, “Dapatkah kamu berikan kepadaku, amanatku.”

Mendengar hal itu, sahabat Ayub Anshori merasa kaget dan heran, sebab hanya dia dan ayahnyalah yang mengetahui perihal surat tersebut. Setelah itu Nabi berkata, “Sesungguhnya Aku melihat kakek buyutmu ketika dia menulis surat wasiat ini.”

Kisah ini diceritakan oleh Maulana Syeikh Muhammad Nazim Al-Haqqani. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 4 November 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: M Iqbal Rabbani