Ma’rifat Sosial dan Perwujudan Keadilan

 
Ma’rifat Sosial dan Perwujudan Keadilan
Sumber Gambar: dok. pribadi/FB Hamdan Suhaemi

Laduni.ID, Jakarta – Menyimak diskusi kawan-kawan aktivis, terutama terkait isu-isu sosial dan politik. Ada yang saya pahami bahwa negara yang bersistem demokrasi ini, dengan tujuan utamanya adalah keadilan sosial dan kemakmuran rakyat. Bernegara menjadi bias jika mengabaikan tujuan tersebut.

Belakangan kita memperhatikan ekonomi Indonesia yang masih dalam level pertumbuhannya sekitar 5 persen, menjadi titik perhatian sekaligus keperihatian akibat dari perang dagang Tiongkok dan Amerika Serikat yang masih berlangsung. Suka atau tidak suka, pengaruh perang dagang itu pun berdampak pula secara politis dan sosial (kepada Indonesia). 

Ada catatan dari fenomena di atas, bahwa isu agama dengan radikalismenya ternyata pula menyedot perhatian kita, sehingga abai terhadap situasi ekonomi yang sesungguhnya. Seakan radikalisme hanya halaman depan yang menghias dan menjadi simbol semata, namun di tengah dan di belakang pertarungan sesungguhnya tengah terjadi.

Kapitalisme sebagai budaya sulit untuk dirubah, dan lebih menghawatirkan negara (jika) ada dalam sistem di mana kapitalisme menjadi prinsipnya. Corruption state capture menjadi yang menakutkan bila negara tidak bisa keluar dari kungkungan oligarki yang disponsori para kapitalis.

Tawaran kita, harus ada alternatif untuk mengimbangi posisi negara dalam upayanya mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteran rakyat, dengan bergandeng tangan “gotong royong” menjadi sebuah budaya yang diaktualkan dengan maksud menggeser dari ketergantungan kapital dalam politik. Dan penerapan demokrasi delibratif itu harus terus disempurnakan untuk kemudian menjadi “jalan tengah” dari rumitnya oligarki yang terus memburu sistem dan tatanan negara.

Pandangan Filosofis

Menarik untuk dijadikan pembanding saja, bahwa menurut G.W.F Hegel, akhir dari evolusi masyarakat itu adalah terwujudnya negara liberal, sedangkan muridnya, Karl Marx mengatakan bahwa akhir dari evolusi masyarakat adalah masyarakat komunis dengan ciri negara sosialis. Namun Francis Fukuyama, mengenalkan bahwa akhir dari evolusi masyarakat dan juga berarti akhir sejarah adalah tercapainya demokrasi liberal. Saya temukan diktum Fukuyama ini ternyata tengah di alami banyak negara, tak terkecuali Indonesia (negara demokrasi ke-3 dunia).

Fukuyama, lebih lanjut menjelaskan bahwa hak-hak manusia sebagaimana diperjuangkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Thomas Jefferson, hingga James Madison merupakan tujuan sendiri. Karena apa yang memuaskan manusia bukan hanya kesejahteran material, tetapi pengakuan atas status dan martabatnya.

Ternyata pengakuan itu merupakan akhir dari sejarah, dan demokrasi liberal yang diinginkan Fukuyama mau menggantikan keinginan irasionalitas manusia untuk diakui sebagai yang lebih besar dari yang lainnya. Karena dalam demokrasi liberal itulah menurut Fukuyama keinginan yang irrasional itu digantikan oleh keinginan rasional untuk diakui sebagai yang sama.

Ingat, bahwa pengakuan adalah masalah sentral dalam politik, karena pengakuan itu menjadi asal usul dari tirani, imperialisme, dan keinginan untuk mendominasi (hegemonik).    

Keadilan Sosial Yang Menyeluruh

Ulasan Fukuyama di atas, menjadi titik fokus saya dalam memahami kondisi negara, kaitannya soal-soal sosial, soal di mana haqq al aktsariyyah, soal keadilan sosial, soal ketimpangan sosial. NKRI satu penamaan atas negeri Nusantara ini kebetulan dianugerahi sebagai negeri yang diisi oleh keanekaragaman budaya, kebhinekaan antar penduduknya, perbedaan keyakinannya, dan defferensiasi status ekonominya.

Sebab yang kita alami sebagai bangsa Indonesia sepertinya ada kesamaan dengan apa yang disebut Fukuyama sebagai negeri yang tengah menerapkan demokrasi liberal. Dengan memastikan irasionalitas keinginan digantikan dengan yang rasional, ini artinya selama rasional itu menjadi hal yang biasa dan lumrah meski proses itu tidak melewati asas demokratis dan rasa keadilan.

Sebenarnya gagasan Bung Karno dengan Tri Sakti-nya perlu terus diwujudkan di saat ini, jika saja semuanya tidak abai dari konsep-konsep menegara berdasarkan Pancasila dan UUD 45, yang jelas pembelaannya atas terwujudnya keadilan sosial dan kemakmuran masyarakatnya adalah tujuan menegara kita.

Hak sosial dan hak ekonomisnya rakyat menjadi yang utama dan itu harus sama, negara harus menjamin keadaan tersebut bisa dirasakan seluruh rakyat Indonesia tanpa ada pengecualian. Tidak ada klasifikasi sosial, tidak pula klasifikasi ekonomis, jika sudah menyangkut kebijakan publik. Yang mendesak pula, negara wajib melindungi persamaan hak itu tanpa dibatasi oleh sistem yang hanya mempersempit dan menggagalkan terwujudnya sebuah keadilan sosial.

Oligarki, sudah seharusnya tidak membelit dalam proses kekuasaan demokratis negara ini, sebab sistem itu akan mempersempit negara dalam mewujudkan keadilan sosial dan administrasi sosial. Kompetensi elemen masyrakat sekali lagi harus menjadi prinsip bernegara bukan atas dasar sokongan kapital.      

Ciujung, Serang, Banten

Rabu, 10 November 2021

Oleh: Hamdan Suhaemi – Wakil Ketua PW Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banser


Editor: Daniel Simatupang