Kritik Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Terhadap Ilmu Hadis di Al-Azhar Al-Syarif

 
Kritik Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah Terhadap Ilmu Hadis di Al-Azhar Al-Syarif
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Semenjak lama, Al-Azhar Al-Syarif sudah dipercaya sebagai pencetak ulama dari masa ke masa. Sehingga banyak para pelajar dari berbagai sudut dunia datang ke Jami' yang mulia ini untuk belajar. Di Jami' tersebut, para pelajar akan menemukan bermacam halaqah keilmuan, mulai dari ilmu Aqliyyat, Naqliyyat, hingga ilmu bahasa tersedia di tiap tiang Jami' Al-Azhar.

Syekh Al-Azhar Ahmad Al-Damanhuri (w. 1192 H) memberikan gambaran tentang jayanya keilmuan pada Al-Azhar, dalam kitabnya Al-Lathaif Al-Nuriyah fi Al-Minah Al-Damanhuriyah bahwa beliau sudah mengambil 30 cabang keilmuan di bawah didikan para ulama Al-Azhar Al-Syarif.

Syekh Ahmad ini selain menguasai ilmu keislaman secara mendalam, hingga diizinkan untuk memberi fatwa dengan 4 madzhab, beliau juga menguasai ilmu kimia, ilmu bedah, ilmu kedokteran, bahkan ilmu geometri. Dalam ilmu bedah beliau punya karya kitab Muntaha Al-Tashrih bi Madhmun Al-Qaul Al-Sharih fi 'Ilm Al-Tasyrih, dan dalam ilmu geometri beliau menulis kitab Al-Anwar Al-Sati'ah 'ala Asyraf Al-Murabbi'at.

Syekh Ahmad Al-Damanhuri adalah potongan gambaran dari keilmuan para ulama Al-Azhar. Ini menunjukkan bahwa pondasi ilmu bisa dikatakan sempurna, karena tidak hanya ilmu agama yang dipelajari, tapi ilmu formal pun ikut dikaji, ya tentunya juga ilmu hadis.

Para ulama mencurahkan keringatnya untuk memberikan jasa yang terbaik untuk ilmu ini, mulai dari mempelajari, mengajari, membacakan hadis, membukukan sanad, hingga terbit dari tangan mereka karya-karya yang bernilai untuk umat.

Dalam sebuah kitab yang kecil ukurannya, karya Syekh Usamah Sayyid Al-Azhari yang berjudul Al-Hadis Wa Al-Muhadditsun fi Al-Azhar Al-Syarif, beliau menjawab dugaan salah seorang ulama masa ini, Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang menilai bahwa Al-Azhar Al-Syarif setelah masa Syekh Muhammad Murtadha Al-Zabidi tidak lagi fokus dengan ilmu hadis.

Bagi Syekh Usamah Al-Azhari, penilaian yang diberikan oleh Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah muncul karena tidak begitu mendalami sejarah Al-Azhar dan sejarah para ulamanya, ditambah kurang teliti dalam membaca literatur yang berkaitan dengan ilmu hadis yang ditulis oleh para ulama Al-Azhar Al-Syarif.

Dalam kitab yang kecil itu, Syekh Usamah memberikan contoh jasa-jasa para ulama Al-Azhar setelah masa Imam Al-Zabidi dalam berkhidmat pada ilmu hadis, baik dari segi mengajarkan Kutub Al-Sittah, menulis buku Mustalah Hadis, mengadakan majlis pembacaan dan riwayat Hadis, juga menjaga kritik Hadis dalam Tashih dan tadh'if.

Dalam urusan mengajar ilmu Hadis misalnya, Syekh 'Ali Al-Sha'idi selama 10 tahun mengajarkan Shahih Al-Bukhari. Beliau kupas Shahih Al-Bukhari hingga ke kulit yang terdalam, pembahasan fiqih, bahasa, akidah, semuanya beliau bahas. Diantara ulama yang hadir di majlis beliau Syekh Muhammad Al-Amir Al-Kabir (w. 1232 H) yang hingga saat ini menjadi pusat sanad ulama Mesir.

Untuk menulis dan berkarya, ada Syekh Muhammad Abu Syahbah yang menulis Syarah Shahih Al-Bukhari dengan nama Taufiq Al-Bari Syarah Shahih Al-Bukhari setebal 15 jilid. Juga guru kami, Syekh Ahmad Umar Hasyim yang menulis Faidh Al-Bari Syarah Shahih Al-Bukhari setebal 10 jilid. Kemudian Syekh Musa Syahin yang menulis Syarah Shahih Muslim selama 20 tahun lamanya, yang kemudian dinamakan Fath Al-Mun'im fi Syarah Shahih Muslim.

Kemudian ilmu Mustalah Hadis, Guru kami, Syekh Al-Muhadditsin Ahmad Ma'bid Abdul Karim mengkaji Fath Al-Mugits karya Imam Al-Sakhawi setebal 5 jilid kepada gurunya, Syekh Muhammad Al-Samahi yang sering kali dalam penjelasannya memberikan banyak tambahan pembahasan atas apa yang telah ditulis oleh Imam Al-Sakhawi.

Kemudian ada Syekh Muhammad Abu Syahbah yang menulis Al-Wasith fi 'Ulum Mustalah Al-Hadis, dan Syekh Muhammad Mahmud Ahmad yang menulis kitab Bulugh Al-Amali min Mustalah Al-Hadis Wa Ulum Al-Rijal.

Tapi, masa sih sekelas Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah tidak mendalami dan tidak mengenal sejarah dan ulama Al-Azhar Al-Syarif? Terlebih, sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Syekh Ahmad Ma'bid Abdul Karim, bahwa Syekh Abdul Fattah merupakan "komputernya manuskrip", setiap orang yang bertanya kepada beliau tentang sebuah manuskrip, beliau akan menjawabnya dengan detail, mulai dari letaknya, nomornya, penyalinnya, dan info yang lainnya. Masa ulama sedetail ini bisa luput dari jasa ulama Al-Azhar setelah masa Imam Murtadha Al-Zabidi dalam ilmu Hadis? Pastinya kritik beliau ada arah dan tujuan tertentu.

Pada ibarat aslinya, pada bagian footnote biografi Imam Murtadha Al-Zabidi, Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah mengatakan bahwa ilmu riwayat Hadis, pembahasan perawi, dan takhrij sangat sedikit yang berasal dari ulama Al-Azhar Al-Syarif.

Jika kita melihat secara seksama tentang sosok Imam Muhammad Murtadha Al-Zabidi (w. 1205 H) yang dijadikan Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah sebagai patokan ilmu hadis di Al-Azhar Al-Syarif, mungkin akan menjadikannya jelas arah kritikan Syekh Abdul Fattah akan dibawa kemana (?).

Murid Imam Al-Zabidi, Syekh Abdurrahman Al-Jabarti (w. 1240 H) dalam kitab Tarikhnya bercerita:

“Guruku ini terus berusaha menghidupkan ilmu-ilmu yang banyak dilupakan ulama akhir-akhir ini, seperti ilmu nasab, ilmu riwayat, ilmu takhrij hadis, beliau banyak menulis karya pada ilmu tersebut. Beliau juga menghidupkan kebiasaan ulama terdahulu, yaitu mendiktekan hadis kepada khayalak pelajar dengan menyebutkan sanad, rawi hadis, serta takhrijnya melalui hafalan beliau.”

Kebiasaan mendiktekan hadis ini dihidupkan oleh Imam Al-Zabidi setelah terlupakan semenjak wafatnya dua murid Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-'Asqalani, Imam Al-Sakhawi dan Imam Al-Suyuthi. Menurut penelitian Syekh Abdul Fattah, Imam Zabidi mendiktekan hadis dari hafalannya lebih dari 400 majlis, yang diadakan setiap hari senin dan kamis, bahkan dulu pernah ada yang mengumpulkan hasil pendiktean (Al-Amali) dalam bentuk kitab yang berjilid-jilid, namun hingga sekarang kitab tersebut belum ditemukan.

Selain kegiatan ajar mengajar, Imam Zabidi juga meninggalkan lebih dari seratus karya tulis, 48 diantaranya karya tulis dalam ilmu hadis. Ini menunjukkan perhatian beliau begitu besar terdapat ilmu tersebut. Di antara kitab-kitab itu, dua kitab yang menjadi bukti terbesar tentang luasnya keilmuan beliau, kitab Taj Al-'Arus Syarah Al-Qamus, dan Ithaf Al-Sadah Al-Muttaqin Syarah Ihya Ulumiddin.

Kembali ke kritik Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah, setelah melihat sedikit dari gambaran jasa Imam Murtadha Al-Zabidi, mungkin bisa kita arahkan kritik beliau kepada matinya kebiasaan para ahli hadis untuk mendiktekan hadis sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Al-Zabidi. Atau kritik beliau mengarah kepada Tashih dan Tadh'if ilmu hadis setelah masa Imam Al-Zabidi, sebagaimana yang dikatakan oleh temanku, Faqih Ubaidillah Rozan.

Apa yang dikatakan oleh temanku tersebut menjadi jelas, saat melihat Syekh Usamah Al-Azhari memberikan contoh jasa ulama Al-Azhar dalam bab Tashih dan Tadh'if. Beliau menuliskan bahwa ulama Al-Azhar Al-Syarif yang paling menonjol dalam bidang ini adalah Imam Muhammad Murtadha Al-Zabidi dengan kitabnya Syarah Ihya Ulumiddin, yang mana di sana Imam Zabidi memberikan keterangan yang luas dalam mentakhrij hadis dan memberikannya hokum. Bahkan beliau juga menemukan sumber beberapa hadis yang dulu belum ditemukan oleh Al-Hfidz Tajuddin Al-Subki.

Setelah menyebutkan Imam Al-Zabidi sebagai contoh ulama yang fokus dalam bidang Tashih dan Tadh'if, beliau kemudian menyebutkan Syekh Ahmad Syakir (w. 1377 H) yang notabenenya hidup jauh dari masa Iman Al-Zabidi. Mungkin bisa jadi, kritik Syekh Abdul Fattah mengarah kepada kekosongan ulama pengkritik hadis antara Imam Al-Zabidi dan Syekh Ahmad Syakir (?).

Jum'at, 31 Desember 2021
Madinah Al-Buuts Al-Islamiyah, Kairo
Oleh: Gus Fahrizal Fadil Al-Jomblowi


Editor: Daniel Simatupang