Biografi KH. Muhammad Masthuro

 
Biografi KH. Muhammad Masthuro
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-guru Beliau
2.3       Mengasuh Pesantren

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4          Organisasi, Karier, dan Karya
4.1       Riwayat Organisasi
4.2       Karier Beliau
4.3       Karya Beliau

5          Wasiat Beliau

6          Referensi

7         Chart Silsilah Sanad

 

1        Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1       Lahir
KH. Muhammad Masthuro adalah pendiri Pondok Pesantren Al-Masthuriyyah, Babakan Tipar, Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat. Ia lahir di Kampung Cikaroya, Tipar, Sukabumi pada tahun 1901.

1.2       Riwayat Keluarga
KH. Muhammad Masthuro memiliki 13 putra dan putri. Salah seorang putranya, almarhum KH E. Fachrudin Masthuro, pernah menjabat Wakil Rais ‘Aam PBNU, hingga wafatnya menjadi salah seorang Musytasyar PBNU.

1.3       Wafat
KH. Muhammad Masthuro wafat pada Sabtu 27 Rajab 1388 H atau 20 Oktober 1968

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

 

2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
Masa kanak-kanak KH. Muhammad Masthuro belajar kepada ayahnya bernama Kamsol, seorang amil atau lebe yang bertugas mengurusi masalah keagamaan di desa. Kemudian ia berguru kepada kiai-kiai di Sukabumi diantaranya: H. Asy’ari (dari tahun1909 sampai 1911) KH. Katobi (dari1911sampai 1914) KH. Hasan Basri (tahun 1914 sampai 1915) KH. Muhammad Kurdi (tahun 1914 sampai 1915), KH. Ghazali (dari 1915-1916) KH. Muhammad Sidiq (tahun1916-1916) .H. Ahmad Sanusi (tahun 1918 sampai 1920). Kemudian ia belajar kepada Al Habibib Syekh Ibnu Salim Al Attas, guru para ajengan Sukabumi. KH. Muhammad Masthuro merupakan santrinya yang paling disayang, sehingga sebelum wafat, Habib Syekh berpesan supaya dikebumikan di samping KH. Muhammad Masthuro . Kedua ulama tersebut dimakamkan berdampingan di Pesantren Al-Masthuriyah.

2.2       Guru-guru Beliau
Guru-guru beliau sewaktu menuntut ilmu waktu muda adalah:

  1. H. Kamsol
  2. H. Asy'ari
  3. KH. Katobi
  4. KH. Hasan Basri
  5. KH. Kurdi
  6. KH. Ghazal
  7. KH. Muhammad Sidiq
  8. H. Ahmad Sanusi
  9. Al Habib Syekh Ibnu Salim al Alatas

2.3       Mendirikan dan Mengasuh Pesantren
Pada tanggal 9 Rabiul Akhir 1338H, bertepatan dengan tanggal 1 Januari 1920M, KH. Muhammad Masthuro mulai mendirikan madrasah di kampung Tipar yang diberi nama Sekolah Ahmadiyah (Al-Masthuriyah sebelum ganti nama), sebagai cabang dari Ahmadiyah Sukabumi.

Pada setiap hari, beberapa murid tidak pulang ke rumahnya, tetapi mereka tinggal di masjid untuk menghafal pelajaran yang telah diberikan pada saat di sekolah. Memperhatikan hal ini, KH. Muhammad Masthuro akhirnya memanfaatkannya dengan menambah pelajaran di masjid. Sekitar dua bulan setelah pendirian sekolah/madrasah, didirikanlah pesantren.

Pada tahun 1941, madrasah ini memisahkan diri dari cabang induknya dan berdiri sendiri dengan nama sekolah agama Sirojul Athfal. Pemisahan ini dilakukan dengan pertimbangan, KH. Muhammad Masthuro untuk memusatkan perhatiannya pada pendidikan pesantren dan dibantu oleh alumni sekolah Ahmadiyah, yaitu M. Mukhtar dan M. Syarkowi.

Tahun 1950, KH. Muhammad Masthuro atas saran dan hasil musyawarah putra-putri serta para penerusnya, dia mendirikan sekolah baru yaitu sekolah agama Sirojul Banat yang di peruntukan bagi perempuan. Pada perkembangan selanjutnya, setelah salah satu seorang putranya, KH. Fakhruddin Matshuro menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren Ciharashas Cianjur, ia diberi tugas oleh ayahnya untuk memulai berkiprah di lembaga pendidikan.

Atas saran dan usulan dari keluarga dan berbagai pihak serta tuntutan kebutuhan masyarakat, pada tahun 1966 didirikan Madrasah Tsanawiyah Sirojul Athfal dan Sirojul Banat, dengan bobot pendidikan 75% agama dan 25% umum. Bagi Sirojul Athfal dan Sirojul Banat, masuknya materi pendidikan umum bukanlah sesuatu yang asing, karena sejak awal pendiriannya telah diberikan pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan keterampilan, dalam bentuk yang praktis.

Pendidikan kemasyarakatan diajarkan dengan pendekatan keagamaan atau penerapan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, sementara pendidikan keterampilan antara lain dalam bidang pertanian terutama beternak ikan. Pada tahun 1968, didirikan Madrasah Aliyah Sirojul Athfal dan Sirojul Banat, sebagai kelanjutan dari Madrasah Tsanawiyah.
 

Setelah KH. Muhammad Masthuro wafat pada tanggal 27 Rajab tahun 1968, estafet perjuangan dia kemudian diteruskan oleh putra-putrinya, menantu serta para alumni. Sebagai tafa’ul terhadap pendiri, berdasarkan hasil musyawarah alumni, pada tahun 1974 madrasah/sekolah Sirojul Atfal dan Sirojul Banat resmi diubah menjadi Pondok Pesantren Al-Masthuriyah.

Al-Masthuriyah kemudian mengalami perkembangan yang pesat dan diposisikan sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang bertaraf nasional dengan peserta didik dari berbagai daerah di negeri ini, bahkan ada yang dari negara tetangga.

3          Penerus Beliau

3.1       Anak-anak Beliau
KH. E. Fachrudin Masthuro

3.2       Murid-murid Beliau
 Murid-murid Beliau adalah para santri Al-Masthuriyah

4         Organisasi, Karier, dan Karya

4.1       Riwayat Organisasi
 Partiapasi politik Kiai Masthuro dimulai tahun 1955 pada saat pemilu pertama kali diselenggarakan di Indonesia, Mama saat itu memutuskan memilih partai NU sebagai wadah aspirasi politiknya. Lalu bagaimana asal-mula KH. Muhammad Masthuro menjadi NU? Menurut salah seorang cucu KH. Muhammad Masthuro , Endang Iskandar, kemungkinan besar kakeknya mulai aktif di NU sejak 1952.

NU dipilih sebagai saluran aspirasi politik merupakan ijtihad politik KH. Muhammad Masthuro . Menurut dia, ini adalah ijtihad politik yang luar biasa mengingat saat itu NU bukanlah partai populer di Jawa Barat yang merupakan basis Masyumi dan PNI. Bahkan NU masih kalah populer dibandingkan PKI. Ketidak populeran NU saat itu sebagai akibat keluarnya NU dari Masyumi tahun 1952. Pilihan KH. Muhammad Masthuro kepada NU sebagai partai politik tidak lepas pada pilihan-pilihan rasional, bisa jadi salah satu pertimbangan adalah karakter keagamaan dan karakter politik NU yang moderat dan tidak kaku dalam menghadapi persoalan kehidupan politik bangsa Indonesia.

Sepeninggal KH. Muhammad Masthuro , pada Pemilu tahun 1971 suara keluarga besar dan santri Al-Masthuriyah tetap disalurkan pada NU bahkan ketika NU dipaksa disatukan dalam PPP, Al-Masthuriyah tetap mendukungnya, hal ini bisa dilihat dari militansi keluarga besar Al-Masthuriyah dibawah Trio Kepemimpinan KH Syihabudin, KH. Fakhrudin dan KH. Aziz Masthuro konsisten mendukung PPP setidaknya sampai pada pemilu 1982. Sejalan dengan Khittah NU 1926 tahun 1984 dimana NU keluar dari PPP, pada pemilu 1987, suara keluarga besar Al-Masthuriyah tidak hanya disalurkan ke PPP sebagian menyalurkanya kepada Golkar. Kemudian, pasca reformasi, ijtihad politik dilanjutkan oleh KH. E. Fakhrudin Masthuro, yakni pada tahun 1999, beliau turut serta mendeklarasikan PKB di Kabupaten Sukabumi. 

4.2       Karier Beliau
Pengasuh pesantren Al-Masthuriyah

4.3       Karya Beliau
KH. Muhammad Masthuro mengarang kitab berjudul Kaifiyatus Solat, tebal 89 halaman, yang ditulis dengan bahasa Arab. Kitab ini merupakan tukilan dari berbagai kitab yang membahas bab solat, mulai dari Safinatun Naja, Sulam Munajat, Fathul Qorib, Fathul Mu’in, tapi lebih banyak dari kitab Bajuri. Kitab ini ditulis dengan bahasa Arab yang mudah dipahami.

5         Wasiat Beliau

KH. Muhammad Masthuro mewasiatkan 6 hal kepada anak-anak dan mantu-mantunya, yaitu:

1.) Kudu ngahiji dina ngamajukeun Pesantren, Madrasah. Ulah Pagirang-girang tampian. (harus bersatu untuk kemajuan pesantren)
2.) Ulah hasud (jangan hasud)
3.) Kudu nutupan kaaeban batur,(harus menutupi aib orang lain)
4.) Kudu silih pikanyaah, (saling mengasihi)
5.) Kudu boga karep sarerea hayang mere,(suka memberi)
6.) Kudu mapay thorekat anu geus dijalankeun ku Abah (harus mengikuti tarekat KH Masthuro).

Wasiat tersebut, hingga kini menjadi pegangan keturunan dan penerus KH Masthuro di pesantren Al-Masthuriyah. Wasiat tersebut, terutama yang poin pertama, dalam keberlangsungan lembaga pendidikan memiliki makna penting untuk menanamkan dan memperkuat lembaga yang dirintisnya. Wasiat ini diungkapkan dengan jelas agar para pewaris perjuangan KH Masthuro tidak sulit menafsirkan maknanya.

6         Referensi

https://almasthuriyah.id/biografi-mama-kyai-haji-muhammad-masthuro.html

7        Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Muhammad Masthuro dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 08 Februari 2022, dan terakhir diedit tanggal 09 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya