Membangun Ketaatan pada Pemimpin Bukan Berarti “Menjilat”

 
Membangun Ketaatan pada Pemimpin Bukan Berarti “Menjilat”
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Karakter kaum Khawarij sejak dulu selalu menentang kesepakatan yang memang tidak mereka setujui. Menolak tunduk, dan menolak taat adalah ciri dasar dari kelompok Khawarij. Sebab, kehendak mereka hanya hukum Allah yang harus ditegakkan. Padahal secara tafshil dari ketentuan hukum tersebut tidak dilihat sama sekali. Akibatnya selalu memvonis salah, karena ketidakpahaman atas manthuq dan mafhumnya suatu dalil, aturan atau ketetapan (wadlai').

Muslim Nusantara diajarkan moderat (tawassuth), memilih untuk merangkul perbedaan, tidak mengadu domba kanan dan kiri, menengahi sekaligus istiqomah di jalan kebenaran. Terhadap jalan kebenaran itulah kita taat. Kita pun diajarkan tawazzun (seimbang), yakni agar melihat sesuatu itu secara proporsional dan tidak lupa melihatnya pada konteks, bukan hanya teks. Cara pandang pada teks akan berujung multi paham, multi tafsir. Nanti bisa saling hujat. Tapi jika melihat konteksnya juga, orang melihatnya dengan lebar dan luas. Arahnya ke mana dan tahu tujuannya apa.

Kita pun diajarkan taat pada pimpinan, selama itu lurus dalam kebenaran. Bagaimana jika pemimpin menentukan sebuah kebijakan yang salah? Perlu diketahui, karena kita negara demokrasi, kebebasan berpendapat, kebebasan berpikir, kebebasan bicara selalu dilindungi konstitusi, maka gunakan itu sebaik mungkin dengan menerapkan mekanisme yang ada. Jika keberatan pada aturan, maka bisa diajukan di Pengadilan, sebagaimana prosedur yang berlaku. Tapi ketika apa yang dilakukan oleh pemimpin Indonesia itu adalah berupa kebijakan yang kesalahanya fatal karena melangggar UUD dan Pancasila, maka turun ke jalan adalah langkah selanjutnya. Dan langkah ini juga bisa dimaklumi dalam negara demokrasi.

Jika ada kritik atas aturan yang belum tentu tampak kesalahannya, maka hal itu adalah sebuah sikap gegabah dan tidak hati-hati. Ada orang yang mendukung atau menyuruh orang lain untuk mengkritik suatu kebijakan, tapi dirinya sendiri lebih nyaman di balik layar. Dirinya hanya menunggu kemanfaatan dari situasi, ia akan bersyukur jika kebijakan yang tidak menguntungkan itu direvisi, dan merasa dendam jika tidak ada hasil. Gambaran inilah karakter yang pantas disebut penjilat yang sebenarnya.

Tentu saya berpegang pada ajaran orang tua kita "teliti sedurunge nyekel", yang intinya adalah tidak semberono atau gegabah. Apalagi yang ditentang adalah negara, yang isinya orang cerdik, pandai, alim dan tabahhur ilmunya. Tidak mungkin para pemimpin yang terpilih itu bodoh, tentu semuanya telah melalui uji kelayakan dalam berbagai hal.

Mengenai hal itu, Hadis berikut ini mungkin tepat untuk direnungkan dan dijadikan pedoman bagaimana sikap kita seharusnya kepada para pemimpin.

دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ، فَقَالَ فِيْمَا أَخَذَ عَلَيْنَا: أَنْ بَايَعْنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا، وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا، وَأَنْ لَا نُنَازِعََ الْأَمْرَ أَهْلَهُ، إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا، عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ

“Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam pernah memanggil kami, kemudian membaiat kami. Ketika membaiat kami beliau mengucapkan baiat yaitu: taat dan patuh kepada pemimpin, baik dalam perkara yang kami sukai ataupun perkara yang tidak kami sukai, baik dalam keadaan sulit maupun keadaan lapang, dan mementingkan urusan bersama dan tidak melepaskan ketaatan dari orang yang berhak ditaati (pemimpin). Kecuali ketika kalian melihat kekufuran yang jelas, yang kalian punya buktinya di hadapan Allah.” (HR. Bukhari)

Demikianlah makna taat pada pemimpin. Sekali lagi, perlu ditegaskan bahwa membangun ketaatan pada seorang pemimpin itu bukan berarti "menjilat", melainkan karena perintah agama seutuhnya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 25 Februari 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Hamdan Suhaemi (GP Ansor Banten)

Editor: Hakim