Silaturahmi Kebangsaan Tokoh Agama: Gus Dur dan Keberagaman

 
Silaturahmi Kebangsaan Tokoh Agama: Gus Dur dan Keberagaman
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Pada pertemuan tokoh lintas agama, saya bercerita tentang satu fragmen hidup Gus Dur ketika masih kecil dan masih bersama kakeknya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari di Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, yaitu kisah ibunya (istri KH. Wahid Hasyim). Ketika mau masak nasi, beras yang hendak dicuci terlebih dulu dipilih satu persatu biji berasnya sambil dibacakan shalawat Nabi, dalam takaran tiga genggam beras. Khusus untuk dimakan 3 orang, yaitu Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari, KH. Wahid Hasyim dan Gus Dur kecil.

Seperti ada kehendak yang tertanam dalam diri Nyai Hj. Solihah untuk bacakan shalawat sambil tangannya memilih biji perbiji untuk dicuci. Tentu riwayat ini bagi saya yang awam, adalah sesuatu yang istimewa. Begitupun para tokoh agama ikut geleng kepala, tanda takjub dan mereka pun serentak berucap sungguh luar biasa.

Saya ceritakan pula, Gus Dur remaja yang khatam baca buku Das Kapital karya Karl Marx, Gus Dur juga telah melahap buku-buku seperti filsafat Idealisme Plato, karya-karya Thalles, novel-novel William Bochner, dan buku babon lainnya. Teman-teman tokoh lintas agama, seraya manggut-manggut kepala, seoalah kesan yang saya tangkap "Gus Dur remajanya sudah beda", kira-kira begitulah. Setelah dari SMEP Jogja, Gus Dur masuk pesantren Tegal Rejo dibawah asuhan KH. Chudlori, figur kharismatik yang ngeramat, sosok yang tersohor karena perilakunya yang humanis.

Cerita keterlibatan dalam Partai Ba'ats di bawah pemimpin legendaris Saddam Hussein, karena Gus Dur kuliah di Baghdad, Iraq. Kebiasaan baca buku yang tak kenal waktu di Perpustakaan Universitas Cairo, Mesir dari pagi hingga pagi lagi. Negeri Spinx itu menjadi titik awal kawah candradimuka intelektualitasnya Gus Dur.

Kekaguman para tokoh lintas agama, semakin menjadi-jadi ketika saya bercerita bahwa saya ini murid Pastur Jesuit. Tak habis pikir, masa iya katanya saya yang berpeci, bersarung dan bersorban punya guru seorang Katolik. Setengahnya tidak percaya. Teman bilang, saya bersarungan ini pasti ngajinya di pesantren salafiyah, casing saya ini mana mungkin ada cap kampusnya, kata mereka. Ya biarlah, yang jelas berguru pada Pastur tentu sebuah keanehan. Dari para guru itu saya diajarkan tentang filsafat materialisme, rentang kesejarahannya dari Anaximenes hingga Marx, idealisme dari Plato hingga sang idealis agung G.W.F Hegel.

Romo Thomas (Katolik), Pendeta Herry (Protestan), Biku Yahya Santosa (Budha) menggenggam tanganku cukup erat, seolah ketiganya berharap ke saya untuk terus mengawal pluralisme, menjaga toleransi, menjaga persaudaraan sesama bangsa. Ingat Gus Dur, yang telah memperjuangkan itu semua.

Dalam narasi itu saya ungkapan bahwa Gus Dur adalah sang maestro politik, intelektual kelas Wahid, kiai yang alim dan sufi, sang budayawan enigmatik, sang Ketum PBNU yang legendaris. Nasabnya ke Raja Majapahit Brawijaya V (Pangeran Kertabhumi) dan Sunan Giri, sementara sanad ilmunya dari KH. Ali Maksum dari ayahnya KH. Maksum dari Syaikh Nawawi al-Bantani, sanadnya pula dari KH. Chudlori Tegal Rejo, tersambung pula ke Syaikh Nawawi, sementara khusus fikih sanadnya dari kakeknya Gus Dur yakni KH. Bisri Syansuri dari KH. Hasyim Asy'ari dari Syaikh Nawawi al-Bantani.

Keistimewaan genius yang dipunyai Gus Dur, digeser sedikit ke humor. Maka humor Gus Dur, justru jadi bahan-bahan lawakan Tarzan dan anggota Srimulat. Sosok unik ini pun ternyata menurut Prof. Dr. Nurcholis Madjid (Cak Nur) memiliki kemampuan yang tak dimilki orang umumnya, yaitu flash of mind (kecepatan berpikir).

Dalam kesempatan pertemuan tersebut dengan beberapa tokoh lintas agama, meski dilaksanakan secara virtual saya menjelaskan bahwa takdir kita berbeda, menjadi keniscayaan untuk saling hormat menghormati, adanya perbedaan kita satukan dalam persatuan Indonesia. Harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara harus terus kita jaga dan semoga diberkahi.

Ledian, 2 Maret 2022

Oleh: Gus Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten dan Ketua PW Rijalul Ansor Banten


Editor: Daniel Simatupang