Jalan Pembuka Pendewasaan Spiritual

 
Jalan Pembuka Pendewasaan Spiritual
Sumber Gambar: obias Bjørkli dari Pexels

Laduni.ID, Jakarta - Imam Ibnu Jauzi mencatat sebuah riwayat tentang Imam Bakr bin Abdullah al-Muzani. Berikut riwayatnya:

عن كنانة بن جبلة السلمي قال: قال بكر بن عبد الله: إذا رأيت من هو أكبر منك فقل: هذا سبقني بالإيمان والعملي الصالح فهو خير منّي, وإذا رأيت من هو أصغر منك فقل: سبقتُه إلي الذنوب والمعاصي فهو خير منّي, وإذا رأيت إخوانك يكرمونك ويعظّمونك فقل: هذا فضل أخذوا به, وإذا رأيت منهم تقصيرا فقل: هذا ذنب أحدثتُه

Dari Kinanah bin Jablah al-Sulami, ia berkata: Imam Bakr bin Abdullah berkata: “Ketika kau melihat orang yang lebih tua darimu, katakanlah (pada dirimu sendiri): ‘Orang ini telah mendahuluiku dengan iman dan amal shalih, maka dia lebih baik dariku.’ Ketika kau melihat orang yang lebih muda darimu, katakanlah: ‘Aku telah mendahuluinya melakukan dosa dan maksiat, maka dia lebih baik dariku.’ Ketika kau melihat teman-temanmu memuliakan dan menghormatimu, katakanlah: ‘Ini (karena) kualitas kebajikan yang mereka miliki.’ Ketika kau melihat mereka kurang (memuliakanmu), katakan: ‘Ini (karena) dosa yang telah kulakukan.”

Dengan mengikuti nasihat Imam Bakr al-Muzani, kita bisa memperoleh dua hal sekaligus: intropeksi diri (muhasabah) dan berbaik sangka (husnudhan). Keduanya merupakan jalan pembuka pendewasaan spiritual, dan di waktu yang sama menghadiai kita dengan pahala. Intinya, jangan anggap pahala sebagai tabungan, karena bisa membuat kita merasa lebih kaya dari yang lainnya. Anggaplah pahala sebagai bahan bakar yang membuat kita selalu berusaha berada di jalan-Nya.

Ada satu nasihat luar biasa dari seorang tabi’in, murid Sayyidina Anas bin Malik (10-93 H), Imam Abû Qilâbah (w. 104 H) yang mengatakan:

إذا بلغك عن أخيك شيء تكرهه فالتمس له العذر جهدك, فإن لم تجد له عذرا فقل في نفسك لعل لأخي عذرا لا أعلمه

“Jika sampai kepadamu informasi tentang perbuatan saudaramu yang kau benci, carikan alasan (berbaik sangka) untuknya semampumu. Jika kau tidak menemukannya, maka katakan pada dirimu sendiri: “Mungkin saudaraku mempunyai alasan yang tidak aku ketahui.” (al-Hafidz Abu Nu’aim al-Asfahani, Hilyah al-Auliyâ’ wa Thabaqât al-Asyfiyâ’, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988, juz 3, hlm 285)

Maka, berhati-hati menilai sesama, siapa tahu ia memiliki amal yang lebih banyak dari kita.


Sumber: Imam Ibnu Jauzi, Shifat al-Shafwah, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1985, juz 3, h. 248)