Khutbah Jumat: Ciri Orang Mu’min, Tidak Mengutuk, Berbuat Keji, dan Berkata Kotor

 
Khutbah Jumat: Ciri Orang Mu’min, Tidak Mengutuk, Berbuat Keji, dan Berkata Kotor

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِفَضْلِهِ وَكَرَمِهِ، وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِمَشِيْئَتِهِ وَعَدْلِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا شَبِيْهَ وَلَا مِثْلَ وَلَا نِدَّ لَهُ، وَلَا حَدَّ وَلَا جُثَّةَ وَلَا أَعْضَاءَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا وَعَظِيْمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ. اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَّالَاهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Lidah, bagi seorang mukmin adalah ‘mahkota’, karena lidah adalah alat komunikasi utama. Dengan lidah arahan-arahan kebajikan dapat dilakukan. Tetapi dengan lidah juga dunia dirusak. Perang antar bangsa dan suku, adalah karena komando lidah seorang kepala negara. Karena itulah, seorang mukmin dilarang keras mempergunakan lidahnya untuk hal-hal yang tidak baik mengutuk, mengumpat, mencela dan berkata kotor yang menghina dan menyinggung orang lain. Seorang mukmin itu senantiasa menjaga perkataan dan perbuatan, tidak mencela, mengutuk orang lain, berbuat keji ataupun berkata kotor kepada orang lain. Seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadis:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِطَعَّانٍ وَلَا بِلَعَّانٍ وَلَا الْفَاحِشِ الْبَذِيءِ

Dari Ibnu Mas’ud RA. ia berkata: Rosululloh Saw. bersabda: “Bukanlah orang mukmin itu orang yang suka mencela, mengutuk, berbuat keji, dan berkata kotor.” HR. Turmudzi.

Dalam kehidupan bermasyarakat hendaknya seorang muslim yang beriman mampu mengendalikan diri dan juga bisa berkata yang baik, tidak mengeluarkan kata-kata yang kurang berkenan dalam hati kepada sesamanya, kalau kita tidak bisa berkata yang baik, maka lebih baik diam seribu bahasa. Perlu diingat bahwa orang yang banyak berbicara akan banyak berbuat kesalahan. Pembicaraannya sering merambah ke mana-mana sehingga tak jarang menjadi ghibah, yakni menceritakan cela orang lain. Bahagia tidaknya seseorang terletak pada ujung lidahnya. Bila lisan diikat erat dalam wilayah kebaikan, maka ia akan menerima kebaikannya sendiri dan bisa menekan kemungkinan berbuat kejelekan. Namun bila lisan itu keluar dari wilayah kejelekan, maka segala bencana akan terus menimpanya dan membenamkannya ke jurang yang amat dalam.

Allah memperingatkan bahwa terdapat malaikat yang mencatat setiap ucapan manusia, yang baik maupun yang buruk. Allah Ta'ala berfirman:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

Artinya:  “Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)” (Qs. Qaf: 18).

Di zaman modern, ketajaman lisan kadang juga terwujud dalam aktivitas di media sosial melalui status-status yang ditulis. Sudah semestinya, sebagai umat Islam membuat status di media sosial yang tidak menyinggung orang lain. Allah Swt berfirman:

۞ لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا

Artinya: “Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali (pada pembicaraan rahasia) orang yang menyuruh bersedekah, (berbuat) kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang berbuat demikian karena mencari rida Allah kelak Kami anugerahkan kepadanya pahala yang sangat besar.” (Qs. An Nisa: 114).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Ayat di atas memberi isyarat bahwa hendaknya manusia tidak berbicara, kecuali hal-hal yang positif, yang ada nilai-nilai kebaikan di dalamnya. Tidak perlu membicarakan hal-hal yang bisa menjerumuskan dirinya ke dalam lubang ketersesatan. Agama telah mewanti-wanti kita agar berhati-hati dalam melontarkan ucapan, baik di media sosial maupun di dunia nyata. Ungkapan yang buruk, akan dicatat sebagai amalan buruk yang akan dibalas dengan siksa di neraka kelak. Malaikat memiliki catatan-catatan amalan kita lengkap, termasuk ucapan dan perkataan yang tidak baik.

Mengukur akhlak seseorang bisa ditempuh dengan banyak cara, di antaranya dengan melihat bagaimana cara dia bermuamalah, atau dari raut wajahnya apakah murah senyum atau tidak, atau cara-cara lainnya. Namun salah satu cara yang paling tepat untuk mengukur akhlak seseorang adalah dengan memperhatikan lisannya karena lisan itu adalah ungkapan hati. Dari ucapannya kita akan mengetahui seseorang itu sombong atau tidak, menghormati orang lain atau tidak, merendahkan orang lain atau tidak, mengganggu orang lain atau tidak. Semua perkara-perkara tersebut akan tergambar di lisannya. Allah SWT berfirman:

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍۙ

Artinya: "Celakalah setiap pengumpat lagi pencela” (Qs. Al Humazah: 1).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Dalam kitab tafsir Syekh as-Sa’di menjelaskan bahwa kata humazah bisa bermakna mengumpat atau menjelekkan orang lain, baik dengan cara ghibah ataupun merendahkan orang lain. Sementara lumazah berarti mencela orang lain secara langsung di hadapannya dengan perkataan buruk yang dapat menyakiti hatinya.

Dari sisi lain, kita bisa menilai bahwa mengumpat atau berkata kotor merupakan sesuatu hal yang sangat dilarang dalam ajaran Islam, mengingat hal tersebut amat sangat bertentangan dengan prinsip dasar Islam itu sendiri sebagai rahmatan lil ‘alamin, kasih sayang bagi seluruh alam. Bagaimana mungkin penebaran kasih sayang bisa kita lakukan dengan umpatan dan kata yang kotor.

Rasulullah SAW merupakan pribadi yang ditunjuk oleh Allah sebagai pembawa risalah agama Islam dibekali dengan gambaran akhlak yang jauh dari ancaman, celaan, hinaan, maupun kata-kata kotor. Pernah suatu ketika Rasulullah melakukan perjalanan menuju kota Thaif dengan harapan bisa berhijrah kesana dan menyebarkan ajaran Islam dari tempat tersebut. Faktanya, Rasulullah ditolak oleh penduduk setempat, bahkan tidak cukup sampai disitu Rasulullah sampai dilempari batu dan kotoran, dihina, dicaci, bahkan dikatai sebagai orang gila. Rasulullah tidak membalas cacian dan hinaan mereka. Beliau bahkan mendoakan semoga mereka diampuni oleh Allah Swt atas ketidakpahaman mereka.

Rasulullah saw sudah memperingatkan bahwasanya berkata-kata kotor merupakan tindakan yang tidak disukai oleh Allah Swt: Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak suka dengan perbuatan keji dan kata-kata yang kotor (kasar).” (HR. Ahmad).

Bahkan Rasulullah saw juga tidak mengakui keislaman orang-orang yang suka mencaci:” Bukanlah seorang mukmin orang yang suka mencaci, orang yang gemar melaknat, orang yang suka berbuat/ berkata-kata keji dan orang yang berkata-kata kotor/ jorok”. (HR Al-Bukhari dan At-Tirmidzi).”

Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudzâharah wal Muwâzarah, halaman 141, menjelaskan tentang larangan mendoakan jelek dan melaknat, baik ditujukan pada diri sendiri, orang lain maupun sesuatu apa pun di luar dirinya yaitu: “Jangan sekali-kali mendoakan datangnya bencana atau mengutuk diri sendiri, keluargamu, hartamu ataupun seseorang dari kaum Muslimin walaupun ia bertindak zalim terhadapmu, sebab siapa saja mengucapkan doa kutukan atas orang yang menzaliminya, berarti ia telah membalasnya. Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Jangan mendoakan bencana atas dirimu sendiri, anak-anakmu ataupun harta hartamu. Jangan-jangan hal itu bertepatan dengan saat pengabulan doa oleh Allah SWT.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Sebagai orang mukmin kita juga kita sangat dianjurkan untuk tidak melaknat siapa pun dan apa pun, baik itu manusia maupun bukan. Baik itu Muslim maupun kafir. Orang kafir sekarang bisa saja akan menjadi mukmin di masa depan dengan hidayah Allah SWT. Seorang mukmin harus Mampu menjaga lisan dengan hanya mengucapkan kata-kata dan ungkapan yang baik, tidak mudah mencela dan melontarkan kata-kata kotor kepada siapapun.

Sebagai orang mukmin hendaknya kita menjaga lisan-lisan kita. Karena dampak yang diakibatkan apabila tidak menjaga lisan yaitu dibenci oleh Allah. Lisan kita kecil namun mampu menimbulkan bahaya yang sangat besar. Meskipun isinya benar tetapi kotor atau disampaikan dengan cara yang kasar, misalnya dengan mengejek orang lain, mengumpat, menjatuhkan harga dirinya, menyindir orang lain, tetaplah dibenci oleh Allah.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan pada bulan Rajab ini kita senantiasa diberi kekuatan, kemudahan dan kemampuan untuk memperbanyak kebaikan dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الصَّادِقِ الْوَعْدِ الْأَمِيْنِ، وَعَلٰى إِخْوَانِهِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنْ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَآلِ الْبَيْتِ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الْأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِيْنَ، أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَعَنِ الْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ فَاتَّقُوْهُ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضٰالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ، اَللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وآمِنْ رَّوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ ما نَتَخوَّفُ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبٰى ويَنْهٰى عَنِ الفَحْشٰاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاتَّقُوْهُ يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

__________________________
Oleh: Ahmad Baedowi, M.Si.