Biografi KH. Hasyim Arsyad, Rais Syuriah NU Sulawesi Utara 1983

 
Biografi KH. Hasyim Arsyad, Rais Syuriah NU Sulawesi Utara 1983
Sumber Gambar: KH. Hasyim Arsyad berdiri di sebelah kiri

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Mendirikan Madrasah
3.2  Metode Dakwah

4.    Perjalanan Karir dan Organisasi
4.1  Karir-Karir
4.2  Organisasi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Hasyim Arsyad lahir pada hari Senin pagi tanggal 25 Januari 1935 M. bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan 1350 H. di Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Kampung Sungai Durian, Kluak, sekitar 30 kilometer dari Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Nama lengkapnya adalah KH. Hasyim Arsyad. Namanya sendiri adalah Hasyim, nama yang telah diberikan oleh orang tuanya sejak beliau masih kecil.

Bapaknya bernama Muhammad Arsyad dan berasal dari kampung Sungai Durian Kluak, sekitar 30 kilometer dari Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan sedang ibunya bernama Fatmah. Kyai Hasyim bersaudara sebanyak empat orang, dua laki-laki dan dua perempuan, beliau merupakan anak sulung.

1.2 Riwayat Keluarga
Dua tahun setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Muallimin 6 tahun Alkhairaat dan mengajar di Pesantren Alkhairaat, KH. Hasyim mengakhiri masa remajanya pada tahun 1958 dan umur 25 tahun dengan menikahi Nyai Fathmah Jadaihi Intje Ote (umur 17 tahun), salah seorang alumni yang pernah diajar di Madrasah Alkhairaat.

Perkawinan ini berlangsung atas usaha yang dilakukan oleh Sayyid Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua) setelah adanya persetujuan dari orang tua Kyai Hasyim dan Nyai Fathmah. Dari perkawinannya itu, Hasyim dikaruniai lima orang anak, terdiri atas empat laki-laki dan satu perempuan. Kelima anaknya tersebut yakni:

  1. Ahmad Sayuthi Arsyad,
  2. Muhammad Fachri Arsyad,
  3. Muhammad Syauki Arsyad,
  4. Muhammad Helmi Arsyad,
  5. Stti Sri Ratu Humaira Arsyad.

Kelima anak Hasyim tersebut telah menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi.

1.2 Wafat
KH. Hasyim Arsyad meninggal di rumah pada hari Jum’at, 2 September 2011 dan dimakamkan di pemakaman Islam Kota Manado. Satu bulan sebelum meninggalnya, KH. Hasyim tidak lagi melakukan aktifitas kecuali hanya berbaring di tempat tidur, bahkan seminggu sebelum meninggal, matanya terpejam dan tidak terbuka lagi, dan hanya seperti berzikir saja. Makam KH. Hasyim Arsyad terletak di bagian timur kompleks Pemakaman Islam berdampingan dengan makam Hj. Hafsah binti H. M. Taher

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Kyai Hasyim memulai kegiatan pendidikan formalnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Samarinda pada tahun 1941 setelah menetap di kota ini selama empat tahun, dan tamat pada tahun 1947.

Setelah tamat Sekolah Dasar, Kyai Hasyim kembali ke kampung kelahirannya dan memulai kembali pendidikannya di tingkat dasar dengan memasuki Madrasah Ibtidaiyyah Al-Irsyadiyyah dalam rangka memperdalam pengetahuan agama dan bahasa Arab yang menjadi ciri khas madrasah. Ia menamatkan pendidikannya di madrasah ini selama empat tahun, yaitu pada tahun 1950.

Untuk lebih memperdalam pengetahuan agama dan bahasa Arab, beliau melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Alkhairaat yang telah melahirkan cukup banyak ulama yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pesantren ini didirikan oleh Sayyid Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua) pada tanggal 11 Juni 1930 di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

Keberangkatan Kyai Hasyim dengan meninggalkan kampung halamannya di Kalimantan Selatan menuju ke Palu, Sulawesi Tengah adalah untuk mengikuti jejak Rustam Arsyad, kakak sepupunya yang lebih dahulu melanjutkan pendidikannya dan merupakan salah seorang alumni yang banyak membantu kemajuan dan perkembangan Pesantren Alkhairaat.

Selama di Pesantren Alkhairaat, Kyai Hasyim memperoleh pengetahuan agama dan bahasa Arab dengan mengkaji secara langsung dari kitab-kitab kuning yang diajarkan Guru Tua sebagai pendiri pesantren ini dan guru-guru lainnya, termasuk Rustam Arsyad yang merupakan kakak sepupunya dari Kalimantan Selatan. Pengetahuan agama dan bahasa Arab inilah yang menjadi bekal dan modal bagi Kyai Hasyim untuk menjadi guru dan ulama di tengah-tengah masyarakat.

Selain pendidikan kepesantrenan, Kyai Hasyim mengikuti pendidikan formal yang dibina oleh pesantren, yaitu Madrasah Muallimin 4 tahun Alkhairaat pada tahun 1950 dan tamat pada tahun 1954. Setelah tamat di madrasah ini, beliau melanjutkan pendidikan formalnya di Madrasah Muallimin 6 tahun selama dua tahun dan tamat pada tahun 1956. Untuk memperoleh ijazah negeri, Kyai Hasyim mengikuti ujian persamaan PGA 4 tahun pada tahun 1957, dan ujian persamaan PGA 6 tahun pada tahun 1958.

2.2 Guru Beliau

  1. Muhammad Arsyad (bapak),
  2. Sayyid Idrus bin Salim Al-jufri (Guru Tua),
  3. Rustam Arsyad (kakak sepupu).

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Mendirikan Madrasah
Pada tahun 1964, Kyai Hasyim meninggalkan Kota Palu atas tugas yang diberikan oleh Guru Tua untuk membuka Madrasah Ibtidaiyyah Alkhairaat di Tondano, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Walaupun tugas tersebut dianggap berat, karena harus meninggalkan pekerjaannya sebagai PNS yang diangkat pada tahun 1963 di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tengah dan pekerjan tambahan sebagai tukang jahit.

Namun karena perintah dan doa Guru Tua, Kyai Hasyim dan istrinya dengan penuh keikhlasan dan tawakkal mendirikan dan membina Madrasah Ibtidaiyah Alkhairaat di Tondano selama tujuh tahun sampai tahun 1971.

Setelah satu tahun membina madrasah di Tondano, Kyai Hasyim diangkat sebagai Kepala Pendidikan Guru Agama (PGA) 4 tahun Filial Manado, sehingga beliau memiliki jabatan ganda dalam membina lembaga pendidikan, yaitu Kepala Madrasah Ibtidaiyah Alkhairat sekaligus, sebagai Kepala PGAN 4 tahun. Setelah berhasil mendirikan dan membina Madrasah Ibtidaiyah Alkhairat selama tujuh tahun.

Sekaligus membina PGAN Filial Manado, Kyai Hasyim dimutasi ke Kota Manado dan ditugaskan sebagai guru di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 6 Tahun Kota Manado pada tahun 1971.

Dua tahun setelah di Kota Manado, aktifitasnya di bidang pendidikan sebagai PNS berakhir setelah dimutasi sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Manado Utara, kemudian dimutasi sebagai Kepala Kepenghuluan di Kantor Kemenag Kota Mando pada tahun 1975, kemudian dimutasi pada tahun 1990 sebagai Kepala Seksi Penyuluhan Haji pada Kantor Kemenag Provinsi Sulawesi Utara, dan pensiun sebagai PNS pada tahun 1994 dengan golongan III/b.

Selain pekerjaan pokoknya sebagai PNS, KH. Hasyim tetap aktif membina lembaga pendidikan yang didirikan oleh Pesantren Alkhairaat di Kota Manado dengan jabatan Kepala Pendidikan Guru Agama (PGA) 4 tahun Alkhairaat Kota Manado pada tahun 1980, dan Pimpinan Pondok Pesantren Alkhairaat Komo Luar Kota Manado pada tahun 1980.

3.2 Metode Dakwah
Sebagai alumni Pesantren Alkhairaat, KH. Hasyim Arsyad selain memberikan pemahaman keagamaan melalui lembaga pendidikan formal, juga melalui lembaga informal, seperti khutbah dan ceramah agama di masjid, majelis taklim, dan ceramah dalam peringatan hari-hari besar Islam.

Kegiatan ini mulai ditekuninya ketika berada di Kota Manado. Hal ini pula yang membuat masyarakat lebih mengenalnya sebagai seorang ulama yang memiliki ilmu keislaman yang luas dan mengkaji ilmu agama dari sumbernya yang asli dengan kemampuan bahasa Arab yang dimiliki. Selain itu, KH. Hasyim merupakan murid langsung dari Sayyid Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua).

Awal kedatangannya di Kota Manado, KH. Hasyim mendirikan dan membina Majelis Taklim Al-Ikhwan atas permintaan masyarakat Islam yang berdomisili di Kelurahan Islam Kota Manado. Beberapa tahun kemudian, majelis taklim ini membangun sebuah mushala sebagai tempat beribadah, dan melaksanakan kegiatan pengajian dan ceramah. Materi yang diberikan secara rutin dalam majelis taklim ini adalah tauhid, fiqih, akhlak, dan sejarah Islam.

Selain membina beberapa majelis taklim di Kota Manado, seperti Majelis Taklim Islamic Center, Majelis Taklim Raudhatul Khairat, dan Majelis Taklim Nahdhat Al-Thullab, KH. Hasyim juga membina majelis taklim di rumahnya yaitu Majelis Taklim Raudhatul Jannah. Kegiatan dakwah ini, tidak hanya dalam lingkungan majelis taklim, tetapi sudah tersebar dalam berbagai tempat dan acara, bahkan kadang di luar Provinsi Sulawesi Utara.

4. Perjalanan Karir dan Organisasi

4.1 Karir-Karir

  1. Kepala Madrasah Ibtidaiyah Alkhairat,
  2. Pada tahun 1990 sebagai Kepala Seksi Penyuluhan Haji pada Kantor Kemenag Provinsi Sulawesi Utara,
  3. Kepala PGAN 4 tahun,
  4. Guru di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 6 Tahun Kota Manado pada tahun 1971,
  5. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Manado Utara,
  6. Kepala Kepenghuluan di Kantor Kemenag Kota Mando pada tahun 1975.

4.2 Oraganisasi

  1. Wakil Ketua Tanfiziyah Pengurus Wilayah Nahdhatul Ulama (PWNU) Sulawesi Tengah,
  2. Rais Syuriah NU Sulawesi Utara pada tahun 1983,
  3. Anggota komisi Fatwa MUI Sulawesi Utara Pada tahun 1985,
  4. Ketua komisi Fatwa MUI Sulawesi Utara 1990.

Artikel ini sebelumnya dibuat tanggal 8 Mei 2022, dan diedit dengan penyelarasan bahasa pada tanggal 25 januari 2024

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya