Biografi Syekh Magelung ( Pangeran Karangkendal )

 
Biografi Syekh Magelung ( Pangeran Karangkendal )

Daftar Isi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Syekh Magelung
1.3  Wafat

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan Syekh Magelung

2.1  Guru Syekh Magelung

3.  Perjalanan Dakwah Syekh Magelung

4.  Keteladanan Syekh Magelung

5.  Referensi

 

1     Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1    Lahir

Syekh Magelung Sakti atau Syarif Syam atau Pangeran Soka atau Pangeran Karangkendal. Konon Syekh Magelung Sakti berasal dari negeri Syam (Syria), hingga kemudian dikenal sebagai Syarif Syam. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa beliau berasal dari negeri Yaman.

1.2    Riwayat Keluarga Syekh Magelung 

Beliau menikah dengan Nyi Mas Gandasari

1.3    Wafat

Syekh Magelung  dimakamkan di Karangkendal 
 

2     Sanad Ilmu dan Pendidikan Syekh Magelung

Beliau dibimbing Oleh Sunan Gunung Jati

2.1    Guru Syekh Magelung

  1. Sunan Gunung Jati.
     

3.    Perjalanan Dakwah Syekh Magelung

Syekh Magelung Sakti atau Syarif Syam atau Pangeran Soka atau Pangeran Karangkendal. Konon Syekh Magelung berasal dari negeri Syam (Syria), hingga kemudian dikenal sebagai Syarif Syam. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa beliau berasal dari negeri Yaman.

Syarif Syam memiliki rambut yang sangat panjang, rambutnya sendiri panjangnya hingga menyentuh tanah, oleh karenanya beliau lebih sering mengikat rambutnya (gelung). Sehingga kemudian beliau lebih dikenal sebagai Syekh Magelung (Syekh dengan rambut yang tergelung).

Mengapa beliau memiliki rambut yang sangat panjang, karena rambutnya tidak bisa dipotong dengan apapun dan oleh siapapun. Karenanya, kemudian beliau berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari siapa yang sanggup untuk memotong rambut panjangnya itu. Jika beliau berhasil menemukannya, orang tersebut akan diangkat sebagai gurunya. Hingga akhirnya beliau tiba di Tanah Jawa, tepatnya di Cirebon.

Pada sekitar abad XV di Karangkendal hidup seorang yang bernama Ki Tarsiman atau Ki Krayunan atau Ki Gede Karangkendal, bahkan disebut pula dengan julukan Buyut Selawe, karena mempunyai 25 anak dari istrinya bernama Nyi Sekar. Diduga, mereka itulah orang tua angkat Syarif Syam di Cirebon.

Konon, Syarif Syam datang di pantai utara Cirebon mencari seorang guru seperti yang pernah ditunjukkan dalam tabirnya, yaitu salah seorang waliyullah di Cirebon. Dan di sinilah beliau bertemu dengan seorang tua yang sanggup dengan mudahnya memotong rambut panjangnya itu. Orang itu tak lain adalah Sunan Gunung Jati. Syarif Syam pun dengan gembira kemudian menjadi murid dari Sunan Gunung Jati, dan namanya pun berubah menjadi Pangeran Soka (asal kata suka). Tempat dimana rambut Syarif Syam berhasil dipotong kemudian diberi nama Karanggetas.

Setelah berguru kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon, Syarif Syam atau Syekh Magelung Sakti diberi tugas mengembangkan ajaran Islam di wilayah utara. Beliau pun kemudian tinggal di Karangkendal, Kapetakan, sekitar 19 km sebelah utara Cirebon, hingga kemudian beliau lebih dikenal sebagai Pangeran Karangkendal.

Sesuai cerita yang berkembang di tengah masyarakat atau orang-orang tua tempo dulu, pada masa lalu Syekh Magelung Sakti menundukkan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Indramayu, sehingga anak buah Ki Tarsana tersebut yang berupa makhluk halus pun turut takluk. Namun, makhluk gaib melalui Ki Tersana meminta syarat agar setiap tahunnya diberi makan berupa sesajen rujak wuni. Dari cerita inilah selanjutnya, tradisi menyerahkan sesajen daging mentah tersebut berlangsung setiap tahun di Karangkendal.  

Sosok Syekh Magelung Sakti tidak dapat dilepaskan dari Nyi Mas Gandasari, yang kemudian menjadi istri beliau. Pertemuan keduanya terjadi saat Syekh Magelung Sakti yang di kenal juga sebagai Pangeran Soka, ditugaskan untuk berkeliling ke arah barat Cirebon. Pada saat beliau baru saja selesai mempelajari tasawuf dari Sunan Gunung Jati, dan mendengar berita tentang sayembara Nyi Mas Gandasari yang sedang mencari pasangan hidupnya.

Babad Cerbon juga tidak jelas menyebutkan siapakah yang dimaksud sebagai putri Mesir itu. Namun, menurut masyarakat di sekitar makam Nyi Mas Gandasari di Panguragan, dipercaya bahwa Nyi Mas Gandasari berasal dari Aceh, adik dari Tubagus Pasei atau Fatahillah, putri dari Mahdar Ibrahim bin Abdul Ghafur bin Barkah Zainal Alim. Beliau diajak serta oleh Ki Ageng Selapandan sejak kecil dan diangkat sebagai anak, saat sepulangnya menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Versi lain menyebutkan bahwa Nyi Mas Gandasari, yang sebenarnya adalah putri Sultan Hud dari Kesultanan Basem Paseh (berdarah Timur Tengah), merupakan salah satu murid di pesantren Islam putri yang didirikan oleh Ki Ageng Selapandan.
Konon, karena kecantikan dan kepandaiannya dalam ilmu bela diri, telah berhasil menipu pangeran dari Rajagaluh, sebuah negara bawahan dari kerajaan Hindu Galuh-Pajajaran (yang kemudian menjadi raja dan bernama Prabu Cakraningrat). Pada waktu itu, Cakraningrat tertarik untuk menjadikannya sebagai istri. Tak segan-segan beliau pun diajaknya berkeliling ke seluruh pelosok isi kerajaan, bahkan sampai dengan ke tempat-tempat yang amat rahasia. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Pangeran Cakrabuana, orang tua angkat Nyi Mas Gandasari untuk kemudian menyerang Rajagaluh.

Ki Ageng Selapandan yang juga adalah Ki Kuwu Cirebon waktu itu dikenal juga dengan sebutan Pangeran Cakrabuana (masih keturunan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Hindu Pajajaran), berkeinginan agar anak angkatnya, Nyi Mas Gandasari, segera menikah. Setelah meminta nasihat Sunan Gunung Jati, gurunya, keinginan ayahnya tersebut disetujui Putri Selapandan dengan syarat calon suaminya harus pria yang memiliki ilmu lebih dari dirinya.

Meskipun telah banyak yang meminangnya, beliau tidak bisa menerimanya begitu saja dengan berbagai macam alasan dan pertimbangan. Oleh karenanya kemudian beliau pun mengadakan sayembara untuk maksud tersebut, sejumlah pangeran, pendekar, maupun rakyat biasa dipersilakan berupaya menjajal kemampuan kesaktian sang putri. Siapapun yang sanggup mengalahkannya dalam ilmu bela diri maka itulah jodohnya. Banyak diantaranya pangeran dan ksatria yang mencoba mengikutinya tetapi tidak ada satu pun yang berhasil. Seperti Ki Pekik, Ki Gede Pekandangan, Ki Gede Kapringan serta pendatang dari negeri Cina, Ki Dampu Awang atau Kyai Jangkar berhasil dikalahkannya.

Hingga akhirnya Pangeran Soka memasuki arena sayembara. Meskipun keduanya tampak imbang, namun karena faktor kelelahan Nyi Mas Gandasari pun akhirnya menyerah dan kemudian berlindung di balik  Sunan Gunung Jati.
Namun, Pangeran Soka terus menyerangnya dan mencoba menyerang Nyi Mas Gandasari dan hampir saja mengenai kepala Sunan Gunung Jati. Tetapi sebelum tangan Pangeran Soka menyentuh Sunan Gunung Jati, Pangeran Soka menjadi lemas tak berdaya. Sunan Gunung Jati pun kemudian membantunya dan menyatakan bahwa tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Namun, kemudian keduanya dinikahkan oleh Sunan Gunung Jati.

Selain berjasa dalam syiar Islam di Cirebon dan sekitarnya, Syarif Sam dikenal sebagai tokoh ulama yang mempunyai ilmu kanuragan tinggi pada zamannya. Beliau membangun semacam pesanggrahan yang dijadikan sebagai tempat beliau melakukan syiar Islam dan mempunyai banyak pengikut. Sampai dengan akhir hayatnya, Syekh Magelung Sakti dimakamkan di Karangkendal, dan sampai sekarang tempat tersebut selalu diziarahi orang dari berbagai daerah.

Di situs makam Syekh Magelung Sakti terdapat sumur peninggalan tokoh ulama tersebut, padasan kramat, depok (semacam pendopo) Karangkendal, jramba, kroya, pegagan, dukuh, depok Ki Buyut Tersana, dan pedaleman yang berisi pesekaran, paseban, serta makam Syekh Magelung Sakti sendiri.

4     Keteladanan Syekh Magelung

Syekh Magelung adalah tokoh yang jarang disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah satu pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga berdakwah bersama para ulama-ulama lain yang  mempunyai modal tersendiri untuk menyebarkan agama Islam di Nusantara. Beliau umumnya dianggap bukan keturunan Jawa, berasal dari negeri Syam (Syria), hingga kemudian dikenal sebagai Syarif Syam. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa beliau berasal dari negeri Yaman.
Syekh Magelung memiliki semangat tinggi dalam memperjuangkan agama Islam. Awal dimulai dakwah dengan menumpas kejahatan. 
Penampilan yang sejuk tutur bicara yang santun ketika beliau menyampaikan dakwah hingga dianggap tokoh yang mampu menentramkan situasi yang sedang dilanda kekacauan pada waktu itu. Perlahan tapi pasti, masyarakat kelas bawah mulai berbondong-bondong memeluk agama Islam, mengikuti ajaran Syekh Magelung yang dengan bijak dan santun menyampaikan misi dalam dakwahnya.

5     Referensi

1.    Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
2.    Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
3.    Babad Wali Songo, Yudhi AW,2013
4.    Sejarah Wali Sanga, Purwadi,
5.    Dakwah Wali Songo, Purwadi dan Enis Niken,
6.    Babad Wali Songo, Yudhi AW,2013
7.    Mukarrom, Akhwan. Sejarah Islam Indonesbeliau I. Surabaya: Uin Sunan Ampel, 2014.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya