Teroris Teriak Teroris

 
Teroris Teriak Teroris

LADUNI.ID, Jakarta - Amerika di bawah kepemimpinan Trump terlihat makin brutal. Keputusan terakhir Trump terkait dengan Iran adalah indikasinya. Keputusan tersebut tak ayal memuat ketegangan antara kedua negara kembali memanas.

Dalam sebuah pernyataan resminya, Trump baru-baru ini memasukkan pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dalam daftar organisasi teroris asing. Melalui keputusannya itu, Trump mengubah pandangan AS terhadap Iran yang tadinya “hanyalah” negara yang “mendanai terorisme”, menjadi negara teroris. Trump mengklaim IRGC sebagai alat terpenting bagi pemerintah Iran untuk mengarahkan serangan teror internasionalnya dan melaksanakan serangan ini.

Mengapa Iran ditempatkan sebagai negara yang terkait dengan terorisme? Trump dalam pernyataannya itu tidak mengatakan alasannya secara gamblang. Iran dan terorisme seakan menjadi stigma aksiomatis; seakan-akan semua Dunia sudah mafhum bahwa Iran memang negara teroris. Tapi apa buktinya?

Narasi bahwa Iran adalah negara teroris atau negara pendukung teroris sebenarnya berasal dari Zionis Israel. Sudah lama rezim ini memasukkan Iran dan pasukan elitnya sebagai teroris. Selain pasukan Garda Revolusi Iran, Israel juga memasukkan Hezbollah Lebanon dan HAMAS Palestina sebagai kelompok teroris. Pada dasarnya, siapapun juga yang melakukan perlawanan terhadap Zionis Israel pastilah akan dicap sebagai teroris. Maka, dalam perspektif Israel, Anda yang menyetujui dan mendukung perjuangan rakyat Palestina dalam merebut kembali kemerdekaannya akan dicap sebagai pendukung teroris.

Di sini, kita bisa melihat bagaimana fakta kebenaran dijungkirbalikkan. Zionis Israel telah terbukti melakukan banyak sekali kejahatan kemanusiaan di bumi Palestina. Jutaan warga Palestina terlunta-lunta menjadi pengungsi, dan ratusan ribu lainnya meregang nyawa menjadi korban kebiadaban Zionis. Rezim ini telah berkali-kali diajukan oleh Dewan Keamanan PBB untuk dikenai sanksi atas kejahatannya itu (sayangnya, draft resolusi kecaman dan sanksi itu diveto oleh sang sekutu terdekat, AS).

Dengan segala kejahatannya itu, Zionis Israel malah menuduh HAMAS, Jihad Islami, dan Hezbollah sebagai kelompok teroris. Teroris dan penjahat malah menuduh korbannya yang sedang berjuang sebagai teroris. Sangat khas penjajah. Bukankah para pejuang kemerdekaan Indonesia pun dulunya dicap sebagai ekstremis oleh penjajah Belanda?

Dengan perspektif seperti inilah kita seharusnya memotret ketegangan terbaru AS dan Iran. Amerika adalah negara yang melakukan banyak sekali penumpahan darah di Afghanistan, Irak, Suriah, dan Yaman. Penderitaan Palestina yang terus berkepanjangan pun tak lepas dari peranan AS yang selalu memveto upaya Dunia untuk mengambil tindakan atas Israel. Dengan semua kejahatannya itu, AS dengan pongahnya menuduh pihak lain (dalam hal ini adalah Iran) sebagai teroris.

Yang terjadi saat ini adalah perang narasi. Sebagai pengendali media mainstream dunia, AS sangat leluasa memainkan narasi sesuai dengan kepentingannya sendiri. Hanya saja, sepertinya hal ini tidak akan bisa berlangsung terlalu lama. Dunia, khususnya kaum Muslimin, sudah terlalu muak dengan hipokritas AS. Dunia makin mafhum bahwa pernyataan Trump itu tak lain merupakan narasi palsu dari seorang presiden sebuah negara teroris yang meneriaki pihak lain sebagai teroris.


Kolom ini ditulis oleh Farid