Ramadhan di Pesantren, Sebuah Kenangan (Seri 4)

 
Ramadhan di Pesantren, Sebuah Kenangan (Seri 4)

LADUNI.ID - Lalu aku ngaji apa di pesantren pada bulan Ramadan?. Kitab apa saja yang pernah saya baca pada bulan Ramadan? Bagian saya adalah kitab-kitab tipis/kecil dan lebih bernuansa akhlaq atau tasawuf dan pengembangan wacana. Kitab-kitab yang diaji bermacam-macam, antara lain adalah "Risalah Mu'awanah", "Nashaih al-'Ibad", "Al-Tibyan fi Adab Hamalah al-Qur'an", "Al-Arbain al-Nawawiyyah", "Bidayah al-Hidayah", karya Imam al-Ghazali, dan kitab-kitab kuning lainnya yang populer di dunia pesantren.

Itu dulu. Kemudian, setelah pulang dari Mesir dan aktif di halaqah-halaqah dan bergumul dengan isu-isu modernitas saya lebih sering mengaji kitab-kitab putih (bukan kitab ‘kuning’). Beberapa di antaranya adalah : 'Izhah al-Nasyiin", (Al-Ghulayini),“al-Syari'ah al-Islâmîyyah bayna al-Muhafizhin wa al-Mujaddidîn”,(Hukum Islam antara kaum Tradisionalis dan Modernis), “Nasy`ah al-Fiqh al-Islâmîy”, (perkembangan fiqh Islam), “Allâ Madzhabîyyah Akhthar-u Bid’at-in Tuhaddid-u al-Syarî’ah al-Islâmîyyah”, (tidak bermazhab mengancam Syariah Islam) dan lain sebagainya. Kitab-kitab ini tidak diaji di pesantren-pesantren, dan saya kira belum ada di toko-toko buku. (Bulan Ramadan tahun ini, 2019, saya membaca kitab "Al-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk", karya Imam Ghazali).

Pernah juga saya membaca kitab-kitab karya Hadratussyeikh Kiyai Hasyim Asy'ari antara lain : "Adabul Alim wa al-Muta'allim", "Tanbihat al-Wajibat".

Ada pertanyaan santri senior mengapa saya banyak membaca "kitab putih", bukan "kitab kuning" ?. Saya menjawab : hari ini kita berada dan hidup di dunia modern dan di Indonesia. Saya ingin memperkenalkan karya-karya ulama kontemporer dan karya-karya Ulama Indonesia kepada para santri. Mereka juga perlu dikenalkan sejarah fiqh dan "manhaj" (metode) ulama empat mazhab itu.

Lalu saya bilang, bukankah ada kaedah yang populer di pesantren :

المحافظة على القديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلاح

"Menjaga tradisi lama yang baik dan mengadopsi tradisi baru yang lebih baik".

Bahkan pada kesempatan lain saya menawarkan kaedah : "Mari kita maju tanpa meninggalkan tradisi".