Penjelasan Mengenai Uang Halal yang Bercampur dengan Uang Haram

 
Penjelasan Mengenai Uang Halal yang Bercampur dengan Uang Haram
Sumber Gambar: ilustrasi.Png (Laduni.id) Editor:@Dent

LADUNI.ID, Jakarta – Harta halal adalah semua harta dan hasil bisnis yang dihalalkan Allah baik sumber, zat maupun cara memperolehnya, sedangkan harta haram adalah harta yang bersumber dari bisnis barang yang diharamkan seperti jual beli narkoba, judi, pelacuran dan sejenisnya. Atau cara mendapatkan harta tersebut dengan menipu, merampok, korupsi  dan zalim. Lalu bagaimana hukumnya jika harta yang diperoleh tercampur sumber halal dan haram?

Setiap perkara dalam islam pasti memiliki hukumnya masing – masing. Dengan mengetahui hukum ini, maka akan semakin mudah bagi seseorang terjaga dari melakukan perbuatan yang dilarang. Secara umum, hukum dalam islam terbagi menjadi halal dan haram. Setiap orang pasti sudah mengetahui apa saja perkara yang halal atau diperbolehkan dan perkara haram atau yang tidak diperbolehkan. Namun, terkadang kala, kita bisa saja menemui sesuatu yang membuat kita bingung apakah hal tersebut termasuk ke dalam yang halal atau haram. Hal yang meragukan ini disebut sebagai syubhat atau masalah yang samar.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

“Sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (halal).” (HR. Imam Muslim no. 1015)

Bagaimana hukum uang yang bercampur antara uang halal dan haram?
Ada dua pendapat menurut Para Ulama :
Pendapat pertama, apabila yang haram lebih banyak dari yang halal, maka status uang pemilik toko atau warung hukumnya haram. Alasan lain adalah karena orang yang jualan di tempat haram itu sama dengan membantu secara tidak langsung terhadap orang-orang yang berbuat dosa.

Pendapat kedua, hukumnya halal walaupun yang halal lebih sedikit daripada yang haram. Ini disebut harta syubhat. Dan harta syubhat statusnya makruh (tidak sampai haram). Ini adalah pendapat yang dianggap lebih unggul dibanding yang pertama.
Berdasarkan pada hadis sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim:

فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه، ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام، ‏كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يقع فيه

Artinya: Barangsiapa yang takut syubhat maka dia telah membebaskan diri dari agama dan harga dirinya. Barang siapa yang terjatuh pada perkara syubhat, maka ia jatuh pada perkara haram. Sebagaimana penggembala yang menggembala di sekitar pagar, maka dia hampir mengenai pagar itu.

Dalam hadis di atas seorang muslim dianjurkna untuk menghindari situasi syubhat. Namun, tidak ada larangan di situ. Ulama menyimpulkan bahwa harta syubhat adalah makruh.

1.Pendapat madzhab Imam Syafi'i tentang harta campuran halal dan haram

Madzhab Syafi'iyah berpendapat bahwa uang yang bercampur antara halal dan haram hukum penggunaannya adalah makruh. Imam As-Suyuthi berkata dalam (Kitab Al-Asybah Wa An-Nadha’ir juz 1/107).

ومنها: معاملة من أكثر ماله حرام، إذا لم يعرف عينه لا يحرم في الأصح لكن يكره، وكذا الأخذ من عطايا السلطان، إذا غلب الحرام في يده، كما قال في شرح المهذب: إن المشهور فيه الكراهة لا التحريم، خلافاً للغزالي

Artinya: Transaksi seseorang yang kebanyakan hartanya haram, apabila tidak diketahui harta apa yang haram, maka tidak haram menurut pendapat yang paling sahih akan tetapi hukumnya makruh.

Begitu juga hukum menerima hadiah dari raja apabila mayoritas harta raja itu haram seperti pendapat Imam An-Nawawi dalam Kitab Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab bahwa yang masyhur dalam masalah ini adalah makruh, bukan haram. Ini berbeda dengan pendapat Imam Al-Ghazali (menurutnya hukumnya haram).

2.Pendapat Imam Malik dan Hanafi tentang harta syubhat (campur halal haram)

Madzhab Maliki sependapat dengan madzhah Syafi'i bahwa harta yang bercampur antara halal dan haram adalah makruh. Menurut salah satu pendapat dari madzhab Maliki hukumnya haram memakan harta syubhat dan menerima hadiah dari harta syubhat.

Sedang Muhammad bin Mustafa Al Khadimi dari madzhab Hanafi dalam kitab Bariqah Mahmudiyah menyatakan bahwa menurut pendapat terpilih di kalangan ulama Hanafi adalah apabila mayoritas harta itu haram, maka status harta dan penggunaannya adalah haram. Dan apabila mayoritas dari harta itu halal, maka hukumnya makruh. Lihat teksnya di bawah:

أن المختار عندهم أنه إن كان الغالب حراماً فحرام، وإن كان الغالب حلالا فموضع توقفنا.

 

3.Pendapat madzhab Imam Hanbali tentang harta campuran halal dan haram (syubhat)

Ada 4 (empat) pendapat dalam Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal (Hanbali) terkait dengan masalah harta syubhat seperti diterangkan oleh Imam Ibnu Muflih Rahimahullah (w. 763H)  dalam kitab Al-Furu' II/660 Sebagai berikut:
Pertama, apabila diketahui bahwa dalam harta itu terdapat harta halal dan haram, maka hukumnya haram.
Kedua, apabila perkara yang haram itu melebihi 1/3 (sepertiga), maka haram semuanya. Kalau kurang sepertiga maka halal.
Ketiga, apabila yang haram lebih banyak, maka hukumnya haram. Apabila harta yang halal lebih banyak, maka hartanya halal. karena yang sedikit ikut pada yang banyak Seperti dinyatakan Ibnul Jauzi dalam kitab Al-Minhaj.
Keempat, tidak haram secara mutlak. Baik harta yang haram itu sedikit atau banyak tapi makruh. Kemakruhannya meningkat atau menurun berdasarkan kadar banyak atau sedikitnya harta yang haram.

Ini pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni.
“MEMAKAN HARTA YANG HALAL ADALAH YANG UTAMA”
Namun demikian, memakan harta yang pasti halalnya 100% sangat dianjurkan dalam Islam seperti tersurat dalam QS. Al-Baqarah 2:172

يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقْنَٰكُمْ وَٱشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah 2:172)

 

Dalam QS. Al-Mukminun 23:51 Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبٰتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًاۗ اِنِّيْ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ ۗ (٥١)

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saIeh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mukminun 23:51).
Dalam hadis sahih riwayat Imam Muslim, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

إن الله طيب لا يقبل إلا طيباً، وإن الله تعالى أمر المؤمنين بما أمر به المرسلي

Artinya: Allah itu baik dan Ia tidak menerima kecuali perkara yang baik (halal). Allah memerintahkan orang yang beriman perkara yang telah diperintahkan pada para Rasul (yakni untuk memakan makanan halal dalam QS 23:51 di atas).

 

KESIMPULAN:
1. Harta yang 100% haram, maka haram menggunakannya dan bertransaksi dengannya.
2. Harta syubhat atau campuran halal dan haram hukum menggunakannya adalah makruh.

 

 

Sumber : Kitab Al-Asybah Wa An-Nadha’ir juz 1/107 (Karya Imam As-Suyuthi)
kitab Al-Furu' II/660 (Karya Imam Ibnu Muflih Rahimahullah)
Kitab Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (Karya Imam An-Nawawi)

___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Jumat, 26 Oktober 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.

Editor : Lisanto
Jum’at Pahing, 26 Mei 2023