Biografi KH. Muhammad Khozin (Pengasuh Pondok Pesantren Langitan Tuban Ke-3)
- by Rozi
- 12.178 Views
- Senin, 28 November 2022

Daftar Isi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Wafat
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Guru-guru
3. Penerus
3.1 Anak-anak
3.2 Murid-murid
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
5. Keteladanan
6. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Syekh KH. Muhammad Khozin dilahirkan pada tahun + 1870 M. Ayahnya bernama KH. Syihabuddin, seorang ulama pengasuh Pondok Pesantren Rohmatul Huda, yang terletak di Desa Rengel Tuban.
1.2 Riwayat Keluarga
Dari dua pernikahannya dengan Nyai Shofiyah putri KH.Ahmad Sholeh Pengasuh Pondok Pesantren Langitan dan Nyai Maryam (Nyai Khozin II) putri Nyai Nur Puling dan cucu Kyai Muhtar, seorang pengasuh Pondok Pesantren Cepoko yang terkenal di daerah Nganjuk.
1.3 Wafat
Pondok Pesantren Langitan selama kurang lebih 20 tahun Syekh KH. Muhammad Khozin mengasuh lembaga pendidikan ini. Beliau wafat pada tahun 1340 H/1921 M dan dimakamkan di kompleks pesarean keluarga di Pemakaman Umum Desa Mandungan Kecamatan Widang Kabupaten Tuban.
2. Sanad dan Pendidikan
Pendidikannya, dimulai dari sejak kecil, dengan belajar membaca al-Qur’an dan pengetahuan agama Islam tingkat dasar, di pesantren tersebut, di bawah bimbingan ayahnya sendiri, KH. Syihabuddin
2.1 Guru-guru
- KH. Syihabuddin pengasuh Pondok Pesantren Rohmatul Huda Rengel Tuban.
- Syaikhona Kholil Bangkalan Pengasuh Pondok Pesantren Kademangan Bangkalan
- KH. Ahmad Sholeh Pengasuh Pondok Pesantren Langitan
3. Penerus KH. Muhammad Khozin
3.1 Anak-anak
- Nyai Djuwariyah dinikahkan dengan Syekh KH. Abdul Hadi Zahid dan selanjutnya menggantikan mertuanya, sebagai pengasuh Pondok Pesantren Langitan.
- Nyai Masruroh dinikahkan dengan KH. Djazuli dan selanjutnya mendirikan Pesantren Ploso di Kediri.
- Nyai Rabi’ah dinikahkan dengan KH. Zaini dan selanjutnya mendirikan Pesantren Sukomulyo di Lamongan. Dari KH. Zaini menurunkan Nyai Halimah, istri Syekh KH. Ahmad Marzuki Zahid, pengasuh Pondok Pesantren Langitan dewasa ini.
- Nyai Fátimah dinikahkan dengan KH. Basuni dan selanjutnya mendirikan Pesantren Miftahul Ulum di Pulosari, Blitar.
- Nyai Chadidjah dinikahkan dengan KH. Rafi’i dan selanjutnya membantu mengasuh Pondok Pesantren Langitan. KH. Rafi’i menurunkan KH. Abdullah Faqih, pengasuh Pondok Pesantren Langitan dewasa ini.
3.2 Murid-murid
- KH. Djazuli Pesantren Ploso di Kediri
- KH. Zaini Pesantren Sukomulyo di Lamongan
- KH. Basuni Pesantren Miftahul Ulum di Pulosari, Blitar.
- KH. Rafi’i
- KH. Abdul Hadi Zahid
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Syekh KH. Muhammad Khozin dilahirkan pada tahun + 1870 M. Ayahnya bernama KH. Syihabuddin, seorang ulama pengasuh Pondok Pesantren Rohmatul Huda, yang terletak di Desa Rengel Tuban. Pendidikannya, dimulai dari sejak kecil, dengan belajar membaca al-Qur’an dan pengetahuan agama Islam tingkat dasar, di pesantren tersebut, di bawah bimbingan ayahnya sendiri, KH. Syihabuddin. Kemudian ketika menginjak usia remaja, beliau meneruskan pelajarannya ke Pondok Pesantren Kademangan di Bangkalan, Madura. Dua tahun di sana, beliau memperdalam pengetahuan tentang Ilmu Alat, Fiqh, Tauhid, dan lain sebagainya, di bawah bimbingan Syaikhona Kholil Bangkalan, seorang ulama yang paling masyhur pada akhir abad ke-19 di Bangkalan Madura.
Selanjutnya, Syekh KH. Muhammad Khozin meneruskan pelajarannya ke Pondok Pesantren Langitan. Enam tahun di sini, beliau mendalami pengetahuan tentang Fiqh, Tauhid, Tassawuf, Ilmu Alat dengan segala cabangnya, Mantiq, Ilmu Tafsir dan lain sebagainya. Beliau termasuk kelompok santri yang cerdas dan pintar. Selama beberapa tahun di Langitan, beliau telah mampu membantu mengajar para santri yang jauh lebih tua dari dirinya. Mengetahui akan kemahiran Syekh KH. Khozin tersebut, terdoronglah minat gurunya untuk mengambilnya sebagai menantu. Untuk itu, pada tahun 1894 M. beliau dinikahkan dengan putri Syekh KH. Ahmad Sholeh bernama Nyai Shofiyah.
Selanjutnya, sesudah mertuanya wafat pada tahun 1902 M. beliau menerima amanah dan tugas meneruskan kepemimpinan pondok, sebagai pengasuh Pondok Pesantren Langitan. Setelah berjalan beberapa tahun mengasuh pesantren, beliau pada tahun 1904 M.40 pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Di sana sebagaimana kedua ulama terdahulu, beliau dalam waktu senggangnya berkenan untuk mengikuti pengajian halaqah di Masjidil Haram dan sempat berguru kepada para ulama terkemuka seperti Syekh Mahfud at-Tarmisi, Syekh Ahmad Fathani dan lain sebagainya.
Sebagaimana kebiasaan di masa itu pengajian dan pengajaran di Masjidil Haram antara lain menjelaskan ”masyarakat Indonesia yang belajar dan berhalaqah di Mekkah pada abad ke-19 menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Melayu sebagai sarana penterjemahan teks bahasa Arab dan bahasa pengantar pembelajarannya. Biasanya, mereka yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Madura, mengikuti halaqah dan kuliah yang menggunakan bahasa Jawa. Sedangkan mereka yang berasal dari Makassar, Bugis, Aceh, Minangkabau dan Lampung, pergi ke guru-guru yang menggunakan bahasa Melayu sebagai media pengajaran.”
Sekembalinya dari Mekkah, dengan perpaduan ilmu dan pengalaman, baik yang diperolehnya selama mengikuti pengajian di Masjidil Haram maupun di beberapa pesantren, beliau membina pesantren dengan penuh mujahadah dan ketekunan. Setidak-tidaknya, dengan ilmunya, kesederhanaannya dan budi pekertinya yang luhur serta kewibawaannya, beliau mampu menempatkan Pondok Pesantren Langitan tetap dalam perkembangan. Santrinya tetap besar jumlahnya dan diperkirakan mencapai 350 orang. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti daerah-daerah di wilayah Jawa Timur dan daerah-daerah di wilayah Jawa Tengah.
Dari segi pengembangan ilmu, sebagaimana sebelumnya, beliau tetap mempertahankan ilmu pengetahuan agama sebagai bagian yang terpenting dari semua materi pelajarannya. Di samping itu, beliau juga mengusahakan untuk menambah buku-buku pustaka. Sedangkan dari segi pengembangan organisasi, beliau tetap mempertahankan tradisi lama dengan mengangkat seorang santri yang cakap untuk menjadi lurah pondok.
Dalam periode ini, sekembali beliau dari menunaikan ibadah haji terjadi banjir yang cukup dahsyat, lokasi Pondok Pesantren Langitan digenangi air Bengawan Solo dan terancam erosi cukup berat. Sehingga dengan terpaksa beliau memindahkan bangunan-bangunan pondok yang semula berada di tepi Bengawan Solo ke arah utara. Upaya ini juga dibarengi dengan perluasan areal pondok dan perbaikan sarana dan fasilitas pemukiman santri yang rusak akibat banjir. Pondok yang berhasil dibangun pada saat itu adalah sebanyak empat unit yang terdiri dari Pondok Kidul yang sekarang disebut dengan Pondok Al Ghozali, Pondok Lor yang terkenal dengan nama Pondok Al Maliki, Pondok Kulon atau yang saat ini lebih populer dengan nama Pondok As Syafii dan Pondok Wetan yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Pondok Al Hanafi.
Oleh karena itu, lokasi pondok sebagaimana telah disebutkan, pada tahun 1904 M. dipindahkan oleh Syekh KH. Muhammad Khozin ke tempat seperti keadaannya sekarang. Tanahnya di samping merupakan wakaf dari KH. Muhammad Khozin, beliau juga menerima bantuan berupa tanah wakaf dari beberapa orang dermawan muslim seperti dari H. Nahrawi dan H. Idris. Tanah tersebut luasnya 2.710 ha.
Pada tahun 1909 M. setahun sesudah wafatnya Nyai Shofíah, Syekh KH. Muhammad Khozin menikah lagi dengan Nyai Maryam (Nyai Muhammad Khozin II) putri Nyai Nur Puling dan cucu Kyai Muhtar, seorang pengasuh Pondok Pesantren Cepoko yang terkenal di daerah Nganjuk. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai 3 orang putra dan 2 orang putri, yang setelah dewasa dinikahkan dengan para santrinya. Nyai Fátimah dinikahkan dengan KH. Basuni dan selanjutnya mendirikan Pesantren Miftahul Ulum di Pulosari, Blitar. Sedangkan Nyai Chadidjah dinikahkan dengan KH. Rafi’i dan selanjutnya membantu mengasuh Pondok Pesantren Langitan. KH. Rafi’i menurunkan KH. Abdullah Faqih, pengasuh Pondok Pesantren Langitan dewasa ini.
Adapun dari pernikahannya dengan istri pertama, beliau dikaruniai 5 orang putra dan putri, 2 orang diantaranya wafat ketika masih kecil, sedangkan 3 lainnya dinikahkan dengan santrinya. Nyai Djuwariyah dinikahkan dengan Syekh KH. Abdul Hadi Zahid dan selanjutnya menggantikan mertuanya, sebagai pengasuh Pondok Pesantren Langitan. Nyai Masruroh dinikahkan dengan KH. Djazuli dan selanjutnya mendirikan Pesantren Ploso di Kediri, sedangkan Nyai Rabi’ah dinikahkan dengan KH. Zaini dan selanjutnya mendirikan Pesantren Sukomulyo di Lamongan. Dari KH. Zaini menurunkan Nyai Halimah, istri Syekh KH. Ahmad Marzuki Zahid, pengasuh Pondok Pesantren Langitan dewasa ini.
Demikianlah, perkembangan Pondok Pesantren Langitan selama kurang lebih 20 tahun Syekh KH. Muhammad Khozin mengasuh lembaga pendidikan ini. Beliau wafat pada tahun 1340 H/1921 M dan dimakamkan di kompleks pesarean keluarga di Desa Widang. Beliau digantikan oleh menantunya, bernama Syekh KH. Abdul Hadi Zahid.
5. Keteladanan
KH. Muhammad Khozin termasuk kelompok santri yang cerdas dan pintar. Selama beberapa tahun di Langitan, beliau telah mampu membantu mengajar para santri yang jauh lebih tua dari dirinya. Mengetahui akan kemahiran Syekh KH. Khozin tersebut, terdoronglah minat gurunya untuk mengambilnya sebagai menantu. Untuk itu, pada tahun 1894 M. beliau dinikahkan dengan putri Syekh KH. Ahmad Sholeh bernama Nyai Shofiyah.
Beliau membina pesantren dengan penuh mujahadah dan ketekunan. Setidak-tidaknya, dengan ilmunya, kesederhanaannya dan budi pekertinya yang luhur serta kewibawaannya, beliau mampu menempatkan Pondok Pesantren Langitan tetap dalam perkembangan. Santrinya tetap besar jumlahnya dan diperkirakan mencapai 350 orang. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti daerah-daerah di wilayah Jawa Timur dan daerah-daerah di wilayah Jawa Tengah.
6. Referensi
- langitan.net
- Siddiq, KH. Ahmad, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Balai Buku, 1979.
- Abbas, KH. Siradjudin, Ulama Syafi’i Dan Kitab-Kitabnya Dari Abad Ke Abad, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1975.
- Buku Daftar Pondok Pesantren Di Jawa Timur 1980, Dinas Pendidikan Pondok Pesantren Departemen Agama Wilayah Jawa Timur
- Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban, Tuban Hari Ini Dan Hari Esok, Tuban: Pemda Kabupaten Tuban, 1980.
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 06 Juni 2016
Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan beberapa revisi
Editor : Achmad Susanto
Lokasi Terkait Beliau
-
Alumni
Pesantren Langitan Tuban
-
-
Pengasuh
Pesantren Langitan Tuban
Memuat Komentar ...