Perbedaan Antara Mishr, Balad, dan Qaryah

 
Perbedaan Antara Mishr, Balad, dan Qaryah
Sumber Gambar: Foto Syed Qaarif Andrabi / Pexels (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Mishr, Balad, dan Qaryah adalah istilah yang menunjukan suatu tempat dilaksanakannya shalat Jum'at dalam fiqih. Ketiga istilah tersebut memiliki perbedaan baik dari ciri dan ketentuannya dalam pelaksanaan shalat Jum'at. Lalu apa perbedaan antara Mishr, Balad, dan Qaryah?

Mishr adalah suatu tempat atau kawasan yang di dalamnya dilengkapi dengan fasilitas kehakiman, kepolisian dan pasar. Balad adalah suatu tempat atau kawasan yang di dalamnya tidak terdapat salah satu dari tiga fasilitas tersebut. Sedangkan Qaryah adalah suatu tempat atau kawasan yang di dalmnya tidak terdapat ketiga fasilitas tersebut.

Baca Juga: Perkara yang Membolehkan Mengadakan Shalat Jum’at di Beberapa Tempat

Hal ini dijelaskan oleh Imam al-Bujairimi dalam kitab Hasiyah al-Bujairimi ‘ala al-Manhaj berikut:

أن المصر ما كان فيها حاكم شرعي وشرطي وسوق والبلد ما خلت عن بعض ذلك والقرية ما خلت عن الجميع

"Mishr adalah tempat yang di dalamnya terdapat departemen kehakiman, kepolisian dan pasar. Balad adalah tempat yang sunyi dari salah satu tiga hal tersebut. Sementara qaryah adalah tempat yang sunyi dari ketiganya". (Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyah Al-Bujairimi ‘ala Al-Manhaj, juz 1, hal. 350)

Menurut pendapat Imam as-Syarqawi menjelaskan bahwa Balad merupakan tempat atau daerah, yang haram memindahkan zakat keluar perbatasan ke tempat/daerah diperkenankannya mengqashar shalat.

قَوْلُهُ لِبَلَدِ اْلآخَرِ وَلَوْ قَالَ عَنْ بَلَدِهَا لَكَانَ أَوْلَى لِأَنَّهُ يَحْرُمُ نَقْلُهَا إِلَى خَارِجِ السُّوْرِ إِلَى مَحَلٍّ تُقْصَرُ فِيْهِ الصَّلاَةُ

"Yang dimaksud dengan balad adalah tempat atau daerah, yang haram memindahkan zakat keluar perbatasan ke tempat/daerah diperkenankannya mengqashar shalat". (Abdullah Al-Syarqawi, Hasyiyah al-Syarqawi ‘ala al-Tahrir, [Indonesia: Daar Al-Kutub Al-Islamiyah, t. th.], Jilid II, h. 393)

Sedangkan menurut Syekh Zakariya Al-Anshari mengartikan balad al-Jum'at sebagai daerah yang diperkenankan pelaksanaan shalat Jum'at yang dibatasi oleh bangunan-bangunan yang berhimpitan, yang tidak diperkenankan pelaksanaan shalat qashar di dalamnya.

وَتَجُوْزُ إِقَامَتُهَا فِيْ فَضَاءٍ مَعْدُوْدٍ مِنَ اْلأَبْنِيَةِ الْمُجْتَمِعَةِ بِحَيْثُ تُقْصَرُ فِيْهِ الصَّلاَةُ

"Pengertian balad al-Jum’ah (daerah pelaksanaan shalat Jum’at) adalah yang sekiranya diperkenankan pelaksanaan shalat Jum’at di daerah yang dibatasi oleh bangunan-bangunan yang berhimpitan, yang tidak diperkenankan pelaksanaan shalat qashar". (Syekh al-Islam Zakariya al-Anshari, Asnal Mathalib, [Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1422 H/2001], Jilid I, h. 248.)

Baca Juga: Problem Menyelenggarakan Shalat Jumat di Perkantoran dan Alternatif Hukumnya

Menurut madzhab Syafi'i shalat Jum'at dilakukan baik di mishr, balad, maupun qaryah. Sedangkan menurut madzhab Hanafi shalat Jum'at hanya sah dilakukan di mishr, tidak sah dilakukan di qaryah atau balad.

Lalu bagaimana dengan kondisi di Indonesia yang pada umumnya melaksanakan shalat Jum'at berdasarkan masing-masing kampung atau kawasan dengan pembedanya hanya sebuah nama, apakah sah pelaksanaan shalat Jum'atnya?

Dalam pandangan fiqih mazhab Syafi’i, setiap kelompok pemukiman warga yang dibedakan dengan nama tertentu dan menurut pandangan umum dianggap kelompok pemukiman yang berbeda dengan yang lain, maka dihukumi daerah yang terpisah, masing-masing memiliki hukum sendiri-sendiri dalam hal pelaksanaan Jum'at. Contohnya kampung A berbeda nama dengan kampung B, dan ‘urf menganggapnya sudah daerah yang berbeda, maka kampung A dan B adalah tempat yang terpisah, melaksanakan Jum'at di dua tempat tersebut adalah sah dan tidak tergolong ta’addud al-Jum'at (shalat Jum'at lebih dari satu kali dalam satu daerah).

Sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Hajar al-Haitami berikut:

قال ابن عجيل ولو تعددت مواضع متقاربة وتميز كل باسم فلكل حكمه .ا هـ .وإنما يتجه إن عد كل مع ذلك قرية مستقلة عرفا

"Syekh Ibnu ‘Ujail berkata, jika beberapa tempat berdekatan dan masing-masing berbeda nama, maka memiliki hukum sendiri-sendiri. Pendapat Ibnu Ujail ini kuat apabila selain perbedaan nama, menurut ‘urf tempat-tempat tersebut sudah dianggap daerah yang berdiri sendiri". (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 2, hal. 342).

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa untuk menentukan sebuah kawasan tersebut termasuk dalam kategori mishr, balad, atau qaryah ukurannya adalah ketersediaan fasilitas yang disebutkan di atas yaitu kehakiman, kepolisian, dan pasar.

Sedangkan pelaksanaan shalat Jum'at yang dilaksanakan oleh setiap kampung atau kawasan yang memiliki perbedaan nama dan menurut pandangan umum atau 'urf dianggap kelompok pemukiman berbeda hukumnya adalah sah menurut perspektif fiqih madzhab Syafi'i.

Wallah A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 03 Agustus 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi:
1. Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 246
2. Disarikan dari tulisan Ustadz M. Mubasysyarum Bih yang dimuat di NU Online