Bahaya Berdalil Tanpa Ilmu

 
Bahaya Berdalil Tanpa Ilmu

Oleh; Al-Zastrouw

 

Saat ini muncul sikap mempertanyakan dalil atas berbagai tindakan dan tradisi yg berlaku di masyarakat. Apapun tindakan yang dilakukan selalu dipertanykan apakah ada dalilnya atau tidak. Bahkan tindakan  yg sudah biasa dilakukan sehari hari dipertanyakan dalilnya.

Tidakan ini benar tapi belum tentu baik. Karena untuk menunjuk teks yg bisa dijadikan sebagai dalil atas suatu tindakan perlu perangkat ilmu yang memadai dengan proses dan prosedur yang panjang. 

Ini terjadi karena setiap teks (nash) yang ada itu memiiki konteks sehingga penerepannya harus sesuai dengan konteks tersebut. Penerapan suatu dalil yg tidak sesuai konteksnya  akan berakibat pada  terjadinya kekacauan tatanan sosial karena terjadi benturan antara realitas dan bunyi teks. 

Selain itu pengabaian realitas (sebagai ayat kauniyah) dalam penerapan teks (ayat qauliyah) sebagai dalil akan membuat teks tersebut menglami disfungsi. Atau sebaliknya ummat Islam menjadi stagnan karena terbelenggu teks akibat kesalahan penerapan teks tersebut sebagai dalil.

Cotoh paling nyata adalah penggunaan teks "man tasyabba biqaumin fahuwa min hum" sebagai dalil. Teks ini memiliki konteks dan soirit tertentu yang hanya akan berfungsi secara maksimal jika digunakan sesuai dengan konteks dan spirit dari teks tersebut. Jika teks ini digunakan dalam segala situasi dan konteks kehidupan maka ummat Islam tidak akan pernah bisa berkembang karena setiap melakukan sesuatu yg menyamai orang lain akan dianggap sama dg kaum tersebut. 

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN