Pesan Filosofis di Balik Tarian Pembuka PKA VII

 
Pesan Filosofis di Balik Tarian Pembuka PKA VII

LADUNI.ID, BANDA ACEH -  Suguhan tarian syahadat tujuh yang dimainkan 1001 penari pada malam pembukaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) VII, memiliki makna dan pesan filosofis tentang kehidupan masyarakat Aceh. Tarian ini diharapkan menjadi roh di balik keberlangsungan pagelaran PKA 4 tahunan tersebut.

Seniman Aceh Imam Juhaini, mengatakan tarian yang disuguhkan para penari tersebut menampilkan tentang keberagaman yang terjadi di masyarakat Aceh. Melalui kesenian mereka ingin menyampaikan pesan-pesan yang pernah ada di tengah masyarakat. Seperti nilai tauhid, keberagaman, keindahan, dan sifat kegotoroyongan.

“Keempat pesan itu menjadi nilai terpenting yang coba kita angkat. Inilah yang menjadi ide awal kita mengangkat karya Syahadat 7,” ujarnya Imam, yang juga koreagrafi dibalik penampilan tarian pembuka PKA VII, yang berlangsung di stadion Lhong Raya, Banda Aceh, Senin (5/7) malam. 

Imam menjelaskan, dibalik 1001 penari itu pihaknya mencoba meramu tentang keberagaman. Dia mencontohkan, seperti posisi peta Aceh melambangkan identitas masyarakat di Aceh dengan kesenian-keseniannya, dan musik yang dibangun menjadi roh pembentuk tari bukan sebagai musik penggiring tari.

“Musik adalah bahagian dari pembentuk sikap penari dengan tidak menghilangkan identitas Aceh. Karena dimusik sendiri memberikan gambaran bahwa musik yang dikemas memiliki unsur-unsur yang ada di tengah masyarakat baik itu pesisir, wilayah tengah maupun pedalaman,” jelasnya.

Kemudian dibalik karya itu, kata Imam, mereka juga ingin menyampaikan satu pesan bahwa dalam proses lahirnya kebudayaan pra Islam,  masuknya Islam kemudian membentuk kebudayaan Islam maka lahirlah sebuah kesenian-kesenian Islam.

“Aceh juga pernah menjadi sebuah pradaban Islam yang sangat kuat,” imbuhnya.

Kendati demikan ada satu hal yang menariknya baginya. Di mana menampilkan satu adegan tentang Aceh pernah menjadi Daerah Operasi Militer (DOM). Dalam agedan itu, para penari membentang kain putih panjang yang melambangkan sebuah perdamaian.

“Bahwa kita harus kembali kepada persaudaraan. Rapai yang dimasukkan ke dalam kain putih adalah sebagai alat yang lahirnya suci maka harus dikembalikan kepada hal yang suci,” pungkasnya.