Simak "Nenek Tua dan Toa", Kisah Dakwah Penuh Hikmah khas Pesantren terkait Pengeras Suara

 
Simak

Ada cerita dari Gus Mamad (Muhammad Nurul Huda Z) Mojosari, Nganjuk. Dahulu sekitar tahun 1995-an, Romo kiai Ahmad Basthomi Zaini atau biasa disapa Gus Tom, pengasuh Pondok pesantren Mojosari ketika itu, pernah diwaduli (dikeluhkesahi) soal masalah keagamaan yang berada di sebuah di desa di daerah Loceret (dirahasiakan). Karena dianggap meresahkan, akhirnya Gus Tom menyuruh 3 orang santrinya yang bernama Kang Ashfihani, Kang Zainuddin dan Kang Maghfur untuk kesana ngurip-nguripi (memakmurkan/ menghidupkan) musholla di desa tersebut.

Walaupun pada prakteknya yang menghidupkan musholla adalah Kang Maghfur, karena mempeng (rajin) dan tipe santri kuthuk (istiqamah), namun yang keliling dari warung ke warung sambil cari-cari info adalah 2 orang sisanya, karena mudah bergaul.

Singkat cerita, ketika waktunya tarhim sebelum subuhan, ada penduduk yang protes karena suara tarhimnya terlalu kencang. Udah protes, teriak-teriak, bicara kotor lagi. Dan yang protes itu ternyata nenek-nenek yang tinggal di dekat mushola tapi tidak begitu perhatian pada agama.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN