Landasan Yuridis dan Empiris Pendidikan Inklusif

 
Landasan Yuridis dan Empiris Pendidikan Inklusif

 

LADUNI.ID, PENDIDIKAN- Negara kita terus berusaha meningkat kualitas pendikan termasuk pendidikan inkulisif. Terlebih dewasa  ini kita melihat dunia pendidikan kurang memperhatikankaum ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus.

Baihaqi dan M. Sugiarmin menyatakan bahwa hakikat inklusif adalah mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi mereka. Adabeberapaalasan yuridis dan empiris perlu adanya pendidikan inklusif di negarakita yang  dikelola secara profesioal.

Landasan Yuridis

Secara yuridis, pendidikan inklusif dilaksanakan berdasarkan atas: UUD 1945, UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal 20 Januari 2003 Perihal Pendidikan Inklusif: Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan atau Bakat Istimewa.

Landasan Empiris

Landasan empiris yang dipakai dalam pelaksanaan pendidikan inklusif yaitu: Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 (Declaration of Human Rights), Konvensi Hak Anak 1989 (Convention of The Rights of Children), Konferensi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua 1990 (World Conference on Education for All ), Resolusi PBB nomor 48/96 Tahun 1993 Tentang Persamaan Kesempatan Bagi Orang Berkelainan. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua 2000 (The Dakar Commitment on Education for All ), Deklarasi Bandung 2004 dengan komitmen “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif”, Rekomendasi Bukit tinggi 2005 mengenai pendidikan yang inklusif dan ramah.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Masalah Pendidikan dan Keagamaan Asal Dayah Mudi Masjid Raya Samalanga, Aceh