Menata Hati Sebelum Ajal Menghampiri

 
Menata Hati Sebelum Ajal Menghampiri
Sumber Gambar: Pinterest,Ilustrasi: Laduni.id

Laduni.ID, Jakarta - Di zaman modern yang sangat canggih seperti saat ini, kesadaran diri atau "Noto ati" menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam kehidupan yang penuh dengan tekanan dan tuntutan, memiliki kesadaran diri akan membantu kita untuk tetap tenang dan bijaksana dalam menghadapi segala situasi.

Memang tidak semua orang sanggup untuk memiliki kesadaran diri yang tinggi, karena membutuhkan ketekunan dan kesabaran dalam melatihnya. Namun, hal ini harus kita lakukan demi kebaikan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita.

Bila hati kita bersih, seluruh bagian tubuh kita akan turut membersih, namun sebaliknya, bila hati kita kotor, seluruh bagian tubuh kita juga akan menjadi kotor. Oleh karena itu, Tirakat dan Riyadhoh harus dilaksanakan secara istiqomah agar hati kita dapat memancarkan Nur Illahiyah dari Allah SWT.

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Muhammad SAW bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” [HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim].

Sebagaimana wejangan leluhur kita terdahulu “Noto Ati atau Menata Hati” adalah kemampuan seseorang untuk menjaga kestabilan emosi, berlapang dada dan menerima orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya, merupakan konsep yang sangat penting dalam kehidupan ini.

Namun, melaksanakan semua itu bukanlah hal yang mudah. Dalam dunia yang serba cepat dan kompetitif seperti sekarang ini, seringkali sulit untuk tetap tenang dan sabar dalam menghadapi berbagai situasi. Namun, itulah yang akan mampu membangun hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitar kita dan menciptakan lingkungan kerja yang harmonis.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menyaksikan berbagai perilaku dan tindakan orang. Manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak tentunya memiliki berbagai keinginan dan cita-citanya. Ada yang menginginkan kekayaan, popularitas, rumah dan mobil mewah, dan lain sebagainya. Semua itu adalah hal yang sah dan menjadi hak setiap orang, tanpa terkecuali dari latar belakang dan tingkatannya. Namun, sebuah perjalanan hidup dalam meraih keinginan dan cita-cita tidaklah selalu linear dan mulus. Terkadang, hasil akhir yang diperoleh tak selalu sesuai dengan harapan awal. Ada saat kita bisa meraih sesuatu yang lebih baik dari yang diharapkan, atau bahkan sebaliknya. Di saat seperti itu, sikap kita akan diuji, dan kita dituntut untuk cermat dalam menata hati dan menghadapi segala kondisi.

Apalagi dalam situasi seperti ini, diperlukan ketenangan dan bijaksana dalam menata hati. Kita perlu mengubahkan pandangan kita dan membuka diri pada kemungkinan-kemungkinan baru. Terkadang, rencana tertentu yang telah dibuat dan dipersiapkan dengan matang harus diubah, dan ini merupakan hal yang wajar. Jangan sampai kita terjebak dalam kesedihan dan putus asa apabila sesuatu berjalan tak sesuai dengan harapan. Sebaliknya, cobalah untuk belajar dan menerima segala kenyataan yang terjadi.

Dalam rasa syukur, kita bisa melihat bahwa segala sesuatu memiliki sisi positifnya masing-masing, termasuk segala kejadian yang terjadi dalam hidup kita. Mengambil hikmah dari kejadian tersebut bisa menjadi langkah awal untuk meningkatkan kualitas hidup dan meraih kesuksesan. Terkadang, kegagalan dan rintangan yang dihadapi dapat membangun jiwa dan karakter kita, sehingga mampu menghadapi tantangan hidup yang akan datang dengan lebih kuat dan tangguh.

Menerima pemberian Allah dengan lapang dada bukanlah pekerjaan yang mudah. Umumnya, orang cenderung untuk mengeluh atau protes jika hasil usaha atau cita-citanya gagal atau tidak sesuai dengan harapan. Akibatnya, muncul kecenderungan untuk menyalahkan Allah dan menganggap bahwa Allah tidak adil. Padahal, kita tak selalu menyadari bahwa apa yang diberikan Allah pasti yang terbaik untuk kita, karena Allah telah mengukur kemampuan kita untuk menerimanya.

Sebagai makhluk yang unik, manusia memang memiliki sifat yang sulit diprediksi. Tak jarang perilakunya menjadi unpredictable, dan bisa saja perasaannya berubah-ubah dalam waktu yang singkat. Meskipun begitu, kitalah yang akan bertanggung jawab atas kerusakan dan pergolakan yang terjadi di alam jagad raya ini, bukan Allah. Oleh sebab itu, kita harus bijak dalam memanfaatkan kehidupan yang telah diberikan kepada kita.

Perilaku manusia bisa saja bersifat rahasia dan tak terduga. Ada orang yang terlihat baik dan sopan dalam pergaulan sehari-hari, tetapi di belakang layar, ia bisa menjadi orang yang tidak bertanggung jawab dan menggunakan cara-cara kotor untuk meraih keuntungan atau tujuannya.

Oleh karena itu, sebagai manusia yang terlahir dalam kehidupan yang sulit diprediksi, sikap “Noto Ati” sangatlah penting untuk diadopsi. Orang-orang di sekeliling kita seringkali memiliki perilaku yang tidak terduga, dan dapat berubah hanya dalam waktu yang singkat.

Kita seringkali terperangkap oleh perasaan negatif seperti sakit hati, cemburu, marah, dendam, dan tersinggung. Kita merasa seolah-olah dunia ini tidak adil dan tidak ada yang peduli pada kita. Namun, sebenarnya ketika perasaan seperti itu menguasai hati kita, itu berarti hati kita tidak sepenuhnya diisi oleh kehadiran Allah.

Maka ketika kita membiarkan perasaan negatif menguasai hati, kita akan terjebak dalam kegelapan dan kesempitan hidup. Namun, jika kita mampu memperkuat hubungan dengan Allah, maka segala penyakit hati akan hilang. Hanya dengan memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta, kita akan mampu menemukan cahaya dan kedamaian dalam hati.

Berikut Doa Rasulullah SAW agar hati kita terus dijaga dalam kebaikan.

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

Kemudian Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah SAW, kenapa do’a tersebut yang sering Engkau baca Ya Rasulullah. Rasulullah SAW seraya menjawab;

يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ

“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi no. 3522. Syekh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih)

Dalam riwayat lain dikatakan,

إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا

“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.” (HR. Ahmad 3: 257. Syekh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini qowiy atau kuat sesuai syarat Muslim).

Semoga setiap langkah kita senantiasa berada di atas kebaikan. Aamiin. []

 


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 30 September 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

_________________

Editor: Lisantono