Signifikansi Dayah Aceh

 
Signifikansi Dayah Aceh

LADUNI.ID, SEJARAH- Dunia pendidikan nonformal seperti dayah terus berkembang di Aceh. Berdasarkan kenyataan ada 4 kegunaan dayah bagi orang Aceh: (1) sebagai pusat belajar agama; (2) benteng terhadap kekuatan melawan penetrasi penjajah; (3) agen pembangunan; (4) sekolah bagi masyarakat.

 Dayah sebagai Pusat Belajar Agama dan Cendekiawan

Sebagaimana telah dijelaskan, sejak pertama kali Islam datang ke Aceh, bahwa tidak terdapat lembaga pendidikan lain kecuali dayah. Lembaga ini telah menghasilkan beberapa sarjana terkenal dan  pengarang  yang  produktif.  Pada  abad  ke-17,  ketika  masa kejayaan  Kerajaan  Islam  Aceh,  

 

Aceh  menjadi  pusat   kegiatan Sekarang beberapa  dayah  memberikan ijazah  jika  muridnya membutuhkan, misalnya yang ingin melanjutkan studinya ke IAIN (Institute Agama Islam Negeri). intelektual. Selama abad ini, beberapa sarjana dari Negara lain datang untuk belajar ke Aceh. Seorang ulama terkenal Syekh Muhammad Yusuf al-Makkasari (1626-1699), salah seorang ulama tersohor di waktunya itu di kepulauan Melayu, pernah belajar di Aceh.

 Syekh Burhanuddin dari Minangkabau yang kemudian menjadi ulama terkenal dan menyebarkan Islam di Ulakan mendirikan surau di Minangkabau,40 juga pernah belajar di Aceh di bawah bimbingan Syekh „Abd al-Rauf al-Singkili. Pada  masa  selanjutnya,  ketika  terjadi  kemunduran  dalam bidang ekonomi dan politik di kesultanan Aceh, perhatian ulama Aceh dengan ilmu-ilmu agama tidak berkurang.

 Dayah melanjutkan memenuhi kebutuhan masyarakat akan ilmu pengetahuan. Sebelum kedatangan Belanda, dayah-dayah di Aceh masih sering dikunjungi oleh masyarakat dari luar Aceh. Daud al- Fatani dari Pattani (sekarang satu wilayah di Thailand), yang kemudian dikenal sebagai ulama terkemuka, -murid Muslim dari Asia Tenggara di Mekkah- juga pernah mengunjungi Aceh sekitar tahun  1760-an. 

 Bruinessen mencatat bahwa silsilah Yusuf  dari  berbagai  cabang  tarekat  sebagaimana ditegaskan dalam  kitabnya  Risalah Safinat al-Najah} Salah satu tarekat yang pernah ia pelajari adalah tarekat al-Qadiriyyah yang dipelajarinya di Aceh. Muhammad Yusuf, yang datang dari Mekkah, kemudian mengabdi pada Sultan Agung Tirtayasa Kerajaan Muslim Banten.

Maulana Yusuf ditetapkan sebagai panglima Perang Banten ketika VOC menyerang Kerajaan Banten. Karena  keterlibatannya  dalam  perang  tersebut,  akhirnya  ia  ditangkap  oleh Belanda.  Karena  keterlibatannya dalam  perang  tersebut,  akhirnya  ia  ditangkap oleh Belanda dan pada 1683 diasingkan ke Sri Langka dan kemudian ke Cape Town di Afrika Selatan.

Muhammad Zain al-Faqih Jalal al-Din al-Ashi.42 Muhammad Zainal al-Faqih ini adalah pemimpin dayah di Aceh dan penulis dua kitab yang sangat terkenal, yaitu Kas} al-Kira>m fi Bayan al-Nikayat fi> Takbirat al-Ihram   dan Talkhis al-Falah} fi Bayan al-T>}alaq wa al- Nikah.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga

 

Sumber: Nuraini, Potret Islam Tradisional “Dayah Dan Ulama Di Aceh Abad Ke-20” Dalam Perspektif Sejarah, 2014