Akad Mudharabah Berdasarkan Ulama Mazhab

 
Akad Mudharabah Berdasarkan Ulama Mazhab

LADUNI.ID, HUKUM- Secara tekstual ditegaskan bahwa syarikat mudharabah adalah suatu akad (kontrak) dan mereka juga menjelaskan unsur-unsur pentingnya yaitu; berdirinya syarikat ini atas usaha fisik dari satu pihak dan atas modal dari pihak yang lain, namun tidak menjelaskan dalam definisi tersebut cara pembagian keuntungan antara kedua orang yang bersyarikat itu.

Sebagaimana mereka juga tidak menyebutkan syarat yang harus dipengaruhi pada masing-masing pihak yang melakukan kontrak dan syarat yang harus dipenuhi pada modal.

Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah :

عقد توكيل صادر من رب المال لغيره على ان يتجر بخصوص النقدين (الذهب والفضة)[1]

Artinya:          “Akad perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (emas dan perak)”.

Mazhab Maliki menyebutkan berbagai persyaratan dan batasan yang harus dipenuhi dalam mudharabah dan cara pembagian keuntungan yaitu dengan bagian jelas sesuai kesepakatan antara kedua pihak yang bersyarikat. Namun definisi ini tidak menegaskan katagorisasi mudharabah sebagai suatu akad, melainkan ia menyebutkan bahwa mudharabah adalah pembayaran itu sendiri.

Demikian pula definisi ini telah menetapkan wakalah bagi pihak mudharib ('amil) sebelum pengelola modal mudharabah dan mempengaruhi keabsahannya bukannya sebelum akad. Sebagaimana terdapat perbedaan antara seorang wakil kadang mengambil jumlah tertentu dari keuntungan kerjanya. baik modal itu mendapatkan keuntungan atau tidak mendapatkan keuntungan.

Sedangkan seorang mudharib tidak berhak mendapatkan apapun kecuali pada saat mengalami keuntungan dan baginya adalah sejumlah tertentu dari rasio pembagian. Definisi ini juga tidak menyebutkan apa yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak yang melakukan akad.[2]

Imam Hanabilah berpendapat bahwa mudharabah adalah:

عبارة أن يدفع صاحب المال قدرا معينا من ماله إلى من يتجر فيه بجزء مشاع معلوم من ربحه[3]

Artinya:    “Ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang deengan bagian dari keuntungan yang diketahui”.

Meskipun definisi ini telah menyebutkan bahwa pembagian keuntungan adalah antara kedua orang yang bersyarikat menurut yang mereka tentukan, namun ia tidak menyebutkan lafad akad sebagaimana juga belum menyebutkan persyaratan yang harus dipenuhi pada diri kedua orang yang melakukan akad.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi Asal MUDI Masjid Raya Samalanga, Aceh

 

[1] Muhammad Ibn Ahmad Samarkandi, Tuhfatul Fuqaha..., h. 390.

[2] Muhammad Ibn Ahmad Samarkandi, Tuhfatul Fuqaha..., h. 390.

[3] Muhammad Ibn Ahmad Samarkandi, Tuhfatul Fuqaha..., h. 390.