Manusia: Antara Karakter “Lem” dan Karakter “Kompor”

 
Manusia: Antara Karakter “Lem” dan Karakter “Kompor”

LADUNI.ID -  Dalam diri manusia terdapat dua potensi yang saling berebut posisi dan pengaruh, potensi kebaikan dan keburukan, potensi kemuliaan dan potensi kehinaan. Salah satu potensi ini akan mencuat dan mengemuka tergantung pada sejauh mana lingkungan memengaruhinya. Al-Quran sudah menyatakan hal ini sebagaimana ditemukan dalam QS. Asy-Syams/91: 8 bahwa Allah SWT mengilhamkan pada manusia jalan kefasikan dan jalan ketakwaan. Meskipun dua potensi pasti ada pada manusia, tetapi ayat selanjutnya Allah SWT memberi penegasan bahwa orang yang memilih jalan ketakwaan maka ialah orang yang beruntung dan rugi orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syam/91: 9-10)

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa makna jalan ketakwaan sebagai jalannya orang yang beruntung adalah orang yang menyucikan jiwanya dengan ketaatan kepada Allah SWT. yang mengisinya dengan akhlakul karimah (akhlak mulia) dan membersihkannya dari akhlak sayyiah (akhlak tercela).

Berkaitan dengan akhlak sayyiah yang menjadi karakter manusia, al-Quran setidaknya merekam empat karakter sayyiah manusia yaitu manusia adalah makhluk yang suka mengeluh dan kikir (QS. al-Ma’arij/70: 19), manusia adalah makhluk yang lemah, lemah secara fisik dan lemah dalam melawan hawa nafsu (QS. ar-Rum/30: 54), digambarkan juga manusia adalah makhluk yang zalim dan bodoh (QS. al-Ahzab/33: 72), selanjutnya manusia adalah makhluk yang memiliki karakter untuk bersikap tidak adil (QS. Hud/11: 85). Tentu masih banyak lagi karakter kita yang tergolong sayyiah yang dapat ditemukan dalam al-Quran, meskipun demikian kita dianjurkan untuk tetap meraih ampunan dan taubat kepada-Nya, bukankah Allah SWT menerima taubat orang-orang yang bertaubat yang disertai iman pada-Nya. Dinyatakan, “Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; Sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-A’raf/7: 153).

Seperti sudah diuraikan di atas, bahwa manusia memiliki dua sisi yang berseberangan, karakter positif dan negatif, dalam bahasa majazi dapat diistilahkan adanya manusia yang berkarakter “lem” dan manusia yang berkarakter “kompor”.

Manusia berkarakter “lem” adalah manusia yang memiliki karakter fa ashlihu baina akhowaikum, yang memiliki tipe saling mendamaikan, mempersatukan dan merekatkan satu dengan lainnya, lisan dan tangannya membuat aman orang lain disekitarnya. Ucapannya adalah baik dan menyenangkan orang lain, tangannya adalah baik untuk membantu orang lain, kakinya adalah baik untuk sesuatu yang mengandung kemashlahatan dan ketempat yang mashlahat pula, singkatnya, apa yang ada pada dirinya senantiasa bermanfaat bagi orang lain. Inilah yang oleh al-Quran disebut dengan ahsanu ‘amalan, amal yang paling baik. Bukankah manusia yang baik adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.

Karakter manusia ini tentu dapat kita temukan dalam pergaulan kita, yang merekatkan satu dengan lainnya, baik atas dasar kebangsaan, atas dasar kesamaan visi-misi terlebih lagi kesamaan akidah.

Tetapi pada kelompok lain, kadang kita temukan juga manusia yang berkarakter “kompor”, manusia yang memiliki mental senang dengan kekisruhan, mengeruhkan situasi, memanas-manaskan suasana, dan tidak senang dengan adanya ketenangan dan kenyamanan. Tiada hari tanpa menyebarkan berita bohong dan kemunafikan. Orang dengan karakter ini jelas, yang dipilihnya adalah berteman dengan syetan yang senantiasa memproklamirkan permusuhan dengan orang-orang beriman. Mereka memilih sabil al-ghayy (jalan kesesatan) daripada sabil ar-rusyd (jalan petunjuk). Meminjam istilah Emha Ainun Najib, orang dengan karakter semacam ini tergolong manusia haram. Ada atau tidaknya tidak diperlukan, sama saja, malah masyarakat mensyukuri ketiadaannya, kedatangannya membuat masalah dan kepergiannya membahagiakan. Sudikah kita diberi predikat semacam ini?

Dua kelompok ini, manusia berkarakter “lem” dan “kompor” akan selalu ada di sekitar kita, bergaul dengan orang-orang saleh adalah salah satu dari banyaknya cara untuk mengantisipasinya. Satu doa yang diajarkan Rasulullah SAW : “Ya Tuhanku, berikanlah kepada jiwaku ketakwaan dan sucikanlah ia, Engkau adalah yang Sebaik-baik menyucikannya, dan Engkau adalah yang Memiliki dan yang Menguasainya”. Semoga.**

Oleh Sholihin H. Z., M. Pd. I

(Kepala MTS ASWAJA/ Penulis Buku Di Bawah Bimbingan Ilahi, Mengungkap Makna Dibalik Kisah)