Mahasiswa UNM Sulap Minyak Jelantah Jadi Biodisel untuk Bahan Bakar Nelayan

 
Mahasiswa UNM Sulap Minyak Jelantah Jadi Biodisel untuk Bahan Bakar Nelayan

LADUNI.ID, Makasar - Andi Hilmy Mutawakkil mahasiswa semester akhir di Jurusan Antropologi di Universitas Negeri Makassar (UNM) salah satu pencetus ide menugubah minyak jelantah menjadi biodiesel, is mengaku terinspirasi alternatif bahan bakar setelah ada krisis BBM pada 2011 yang menyebabkan antrean di beberapa wilayah dan banyaknya limbah bekas pakai, sekitar 17 ton minyak bekas pakai yang keluar setiap harinya dari hotel, restoran, dan rumah tangga. 

Atas dasar itu Andi bersama teman-temnnya berhasil membuat terobososan dengan mengubah minyak jelantah menjadi biodiesel dan bisa digunakan oleh para nelayan sebagai bahan bakar untuk melaut mencari ikan

"Di tangan yang tidak bertanggungjawab. Minyak jelantah ini bisa dijadikan minyak curah. Kalau biasanya ini minyak untuk bahan bakar roket cair," kata Hilmy saat ditemui di Makassar, Sulsel, Kamis (25/10/2018).

Otak bisnis Hilmy jalan. Dia bersama-sama kawannya memutar otak untuk mengubah minyak jelantah itu menjadi energi baru. Dari melakukan riset kecil-kecilan, dia menemukan formula untuk mendapatkan biodiesel, meski biaya yang dibutuhkan tidaklah kecil. 

"Awalnya modal masing-masing pribadi. Modal awal sekitar Rp 3,5 juta dan bahan bakunya beli dari penjual gorengan di pinggir jalan," sebutnya.

Hilmy bersama kawannya, Achmad Fauzi Azhari seorang mahasiswa dari Universitas Hasanuddin jurusan Manajemen Bisnis untuk bergabung. Di tahun 2015, mereka membentuk perusahaan bernama GenOil yang bergerak dalam bidang energi.

Setelah berdiri, lanjut Hilmy, mereka memperkirakan dapat memproduksi biodiesel sebanyak 2 ton per hari. Namun, pada kenyataan mereka hanya menghasilkan 500 liter per hari. Dia menyebut praktik mendapatkan minyak jelantah di lapangan tidak semudah yang dibayangkan. Pabrik mereka saat ini berada di wilayah Batangase, Kabupaten Maros.

Tidak kehabisan akal, mereka kemudian melakukan survei di wilayah Pelabuhan Paoetere Makassar. Di sana, mereka merekrut preman-preman menjadi agen mereka untuk mengumpulkan minyak jelantah. 

"Setiap orang kan pasti ingin dapat pekerjaan dan kepercayaan. Jadi kami tawarkan setiap liter yang didapatkan dapat keuntungan seribu sampai Rp 2 ribu rupiah," terangnya.

Sementara itu, rekan Hilmy, Fauzi Azhari mengatakan bahwa mereka sempat melakukan riset kecil-kecilan soal kebutuhan BBM subsidi di nelayan. Mereka bahkan berani mematok harga Rp 5.000 rupiah per liternya. Dengan harga itu, tidak ada nelayan percaya pada awalnya.

Untuk mendapatkan kepercayaan nelayan, mereka pun memberikan garansi jika biodiesel yang digunakan membuat mesin kapal rusak, maka mereka berani mengganti mesin kapal tersebut.

"Ini hemat biaya. Kalau solar hanya mampu menjangkau jarak 800 meter laut per liternya, maka biodiesel bisa mencapai lebih dari satu kilometer laut," ungkapnya.

Kini, mereka dapat menghasilan 1.300 liter biodiesel per hari dengan omset hingga Rp 300 juta per bulannya.