Etika Bermedia Sosial Berlandaskan Inspirasi Syariat

 
Etika Bermedia Sosial Berlandaskan Inspirasi Syariat
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Berbagai kabar palsu yang akhir-akhir ini masuk ke HP Smartphone, sering kali simpah siur dan membuat bingung. Kadang kita larut dalam kemarahan, karena kabar tersebut membuat hati kita teriris, sehingga secara spontan kita membagikan ke semua kontak dan grup yang ada di HP. Unfortunately, ternyata saat dicek, kabar itu palsu alias hoax.

Karena itu, semua hal perlu diwaspadai dan harus pandai-pandai menyaring terlebih dahulu atau diklarifikasi kebenaran dan kebermanfaatannya.

Berikut lima tips agar dapat bermedia sosial (Sosmed) secara cerdas dan sesuai dengan ajaran Islam.

1. Menggunakan Sosmed untuk Bersilaturahmi, Bukan Mencari Musuh

Allah SWT menciptakan manusia dengan berbagai latar belakang suku, agama, ras, dan antar golongan sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al-Hujurat ayat ke-13.

Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”

Ketika alat komunikasi belum secanggih masa kini, zaman dahulu orang-orang menggunakan surat untuk bersilaturahmi. Perkawanan model seperti itu disebut sebagai "sahabat pena". Walau jarang atau bahkan tidak pernah bertemu, tapi persahabatan model seperti itu membuat mereka seakan-akan jadi keluarga. Contohnya adalah R.A. Kartini dan para sahabat penanya.

Semestinya, di era media sosial seperti ini persahabatan dan kekeluargaan lebih mudah dijalin. Kita juga tahu bahwa silaturahmi adalah ajaran agama Islam yang harus diamalkan. Allah SWT akan menurunkan rahmat dan meluaskan rezeki hamba yang gemar bersilaturrahim. Hal ini sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW berikut ini:

مَن أَحَبَّ أن يُبْسَطَ له في رزقِه، وأن يُنْسَأَ له في أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَه

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya (kebaikannya) maka bersilaturahmilah.” HR Bukhari.

Jadi, media sosial menjadi media untuk menyambung silaturrahim, bukan justru menjadi media perenggang atau pemutus silaturrahim dengan menyebarkan hal-hal negatif yang berpotensi menimbulkan permusuhan.

2. Mengecek Kebenaran Informasi yang Kita Dapatkan

Tidak jarang kabar simpang siur masuk ke HP kita. Seyoyanya, kita harus menahan diri terlebih dahulu, jangan asal main sebar, khususnya pada kabar-kabar negatif-provokatif. Mari kita cek kebenaran itu terlebih dahulu. Jika mengenal sosok-sosok yang ada di broadcast-an, segera tabayyun kepada yang bersangkutan atau kepada orang-orang yang mengenalnya lebih dekat.

Dengan kata lain, harus ada klarifikasi terlebih dahulu mengenai berita yang diterima, mengoreksi kebenarannya dan kebermanfaatannya. Hal ini selaras dengan petunjuk Allah SWT, di dalam Surat Al-Hujurat ayat 6 berikut ini:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

"Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq (buruk perangainya) datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian."

3. Menyampaikan Kebenaran walau Satu Ayat

Rasulullah SAW pernah bersabda:

بَلِّغوا عنِّي ولو آيةً

“Sampaikanlah kebenaran walau satu ayat.” (HR. Bukhari)

Kita memang dianjurkan untuk menyampaikan kebenaran. Tetapi hal ini harus disertai juga dengan mempertimbangkan beberapa hal dan setelah melewati proses check and recheck terlebih dahulu untuk memastikan kebenaran dan kebermanfaatannya. Jangan sampai kita menganggap kabar bohong sebagai kebenaran, lalu menjerumuskan diri kita pada jurang fitnah. Na’udzubillahi min dzalik.

Jika suatu informasi itu sudah benar, maka sampaikanlah agar membawa manfaat kepada yang lain. Karena dengan hal itu kita juga termasuk orang yang telah menyebarkan ilmu sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Sekecil apapun kebenaran dan kebaikan yang dilakukan, tentu itu sangat bermanfaat dan siapa tahu hal itu menjadi penyebab diturunkannya keberkahan.

4. Jangan Membuat dan Menyebar Fitnah

Dalam sebuah ayat Al-Quran, Allah berfirman bahwa fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.

وَالْفِتْنَةُ اَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ

"Dan fitnah (perbuatan yang menimbulkan kekacauan) itu lebih kejam daripada pembunuhan." (QS. Al-Baqarah: 91)

Untuk itu kita harus berhati-hati dalam membuat status, membuat meme, menyebar sesuatu yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Mengapa? Karena fitnah ini bisa membuat seseorang terzalimi. Dan bahwa orang yang terzalimi itu doanya sangat didengar oleh Allah SWT. Jangan sampai doa buruk orang yang terzalimi itu akan ditimpakan, lantaran fitnah yang ada.

Rasulullah SAW bersabda:

اِتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ فَإِنَّهَا تَصْعَدُ إِلَى السَّمَاءِ كَأَنَّهَا شَرَارَةٌ

“Hendaklah kamu waspada terhadap doa orang dizalimi. Sesungguhnya doa itu akan naik ke langit seumpama api besar ke udara.” (HR. Al-Hakim)

Dalam Hadis lain Rasulullah SAW bersabda:

اِتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا فَإِنَّهُ لَيْسَ دُوْنَهَا حِجَابٌ

“Hendaklah kamu waspada terhadap doa orang yang dizalimi sekalipun dia adalah orang kafir. Maka sesungguhnya tidak ada penghalang di antaranya untuk diterima oleh Allah.” (HR. Ahmad)

Jadi, jangan sampai apa yang kita sebarkan memuat fitnah, apalagi sengaja membuat fitnah. Tidak hanya dilarang menyebar fitnah kepada orang Muslim, bahkan kepada seorang Kafir saja juga dilarang. Sebagaimana Hadis di atas, meskipun orang yang dizalimi itu adalah orang Kafir, tapi Allah tetap akan membelanya jika ia difitnah atau dizalimi. Dan karena itu, sangat dikhawatirkan sekali bagi orang yang gemar menebar fitnah, kelak akan mendapatkan murka Allah SWT. 

5. Berprinsip pada Praduga Tak Bersalah (Keadilan) dan Berkatalah yang Baik

Sering kali dijumpai di sosmed seseorang menghujat orang lain yang dianggap bersalah dengan kata-kata makian. Hal ini harus dihindari dan dijauhi. Jangan sampai terjebak pada hal kebiasaan itu. Karena, jika hal itu dilakukan, maka akan ada dua dosa yang ditanggung, yakni dosa menghukumi tanpa bukti dan dosa memaki.

Sebagaimana uraian kedua, hal ini juga sama berlandaskan keterangan di dalam Surat Al-Hujurat ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

"Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq (buruk perangainya) datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian."

Lalu, terkait praduga tidak bersalah, di ayat yang lain, Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Lebih-lebih jika yang dihujat dan fitnah itu adalah orang beriman.

Allah SWT berfirman:

وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa adanya bukti kesalahan yang diperbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)

Karena itu perlu diperhatikan batasan itu, agar kita tidak mudah melemparkan tuduhan, hujatan, fitnah dan apapun bentuk keburukan kepada orang lain. Adalah lebih baik berprasangka baik meski pada kenyataannya ternyata salah, daripada harus berprasangka buruk meski pada kenyataan prasangka itu benar adanya. Dan satu lagi agar tidak mudah mencaci maki orang lain, apalagi mereka adalah saudara seiman kita. 

Demikianlah beberapa tips untuk menjaga etika kita di media sosial dengan berlandaskan inspirasi syariat. Semoga kita bisa menjadi umat Rasulullah SAW yang mengikuti ajaran Islam yang santun dan teguh berpegang pada kebenaran tanpa hoax.

Semoga bermanfaat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 01 November 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Sarjoko (Aktivis Gusdurian)

Editor: Hakim