TNI Terlahir dari Hasil Resolusi Jihad

 
TNI Terlahir dari Hasil Resolusi Jihad
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Barisan Pemuda Kebangsaan sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1920-an, pasca runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah dan ekspansi negara-negara Eropa yang berusaha untuk "menguasai dunia", serta karena adanya banyak intelektual yang lahir di Indonesia seperti Ki Hajar, KH. Mas Mansyur, KH. Wahab Hasbullah, Tan Malaka, dan lain sebagainya.

Saat ini, anak-anak milenial mungkin sedang tertarik mengkritik Banser bahkan sampai pada persoalan seragam doreng, hal ini mungkin perlu diklarifikasi. Namun, jika orang-orang tua ikut campur, itu bisa disebut sebagai kurang pemahaman sejarah atau mungkin karena adanya sikap antipati. 

Istilah dan fakta mengenai tentara-tentaraan ini muncul saat masa penjajahan Jepang, ketika pada bulan September 1942 diadakan konferensi pemimpin Islam di Jakarta. Konferensi ini bertujuan untuk memperoleh dukungan Islam untuk Jepang dalam Perang Asia, namun ternyata gagal.

Jepang kemudian mencoba mengumpulkan laskar Islam yang anti terhadap Belanda, untuk membentuk pasukan yang bisa mendukung Jepang dalam Perang Asia melawan sekutu. Pada bulan Oktober 1942, Kolonel Horie Choso ditugaskan oleh Tokyo untuk melakukan penelitian di Jawa.

Pada saat itu, terdapat organisasi Islam yang bernama MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang dipimpin oleh Ulama Nusantara untuk melawan politik Belanda. MIAI berhasil membuat kekacauan bagi Belanda karena memiliki banyak laskar Santri di dalamnya, termasuk ANO (Anshoru Nahdlatul Oelama) yang didirikan oleh KH. Wahab Hasbullah sejak tahun 1924 dan kemudian menjadi Ansor pada tahun 1934.

Jepang berkeinginan untuk mengendalikan MIAI agar bisa dimanfaatkan dalam perang melawan sekutu. Oleh karena itu, Kolonel Horie Choso merekomendasikan untuk mendekati para Kyai Pengasuh Pondok Pesantren di Jawa.

Dengan demikian, Jepang membentuk Seinendan, Keibodan, dan Heiho yang tujuannya adalah untuk membela bangsa. Jepang menyadari bahwa semangat di pesantren adalah semangat kebangsaan, dan menjaga tanah air adalah kehormatan bagi para Santri.

Ide pembentukan pasukan kebangsaan ini disambut positif oleh pesantren karena dianggap demi kepentingan Nusantara. Pada tanggal 3 Oktober 1943, Jepang meresmikan PETA (Tentara Pembela Tanah Air) di Bogor, yang kebanyakan anggotanya berasal dari kalangan Santri dan Ulama. KH. Hasyim Asy’ari menjadi Penasehat PETA, yang juga merupakan Rais Akbar Nahdlatul Oelama.

Perjalanan Kolonel Horie Choso ini menunjukkan bahwa Jepang ingin memperoleh dukungan tambahan dari laskar, terutama dari pesantren. Namun, KH. Hasyim Asy’ari menyadari bahwa Jepang hanya menggunakan PETA untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan Indonesia.

Pada tanggal 4 Desember 1944, KH. Wahid Hasyim mendirikan Laskar Hizbullah, yang menjadi terkenal dalam pertempuran 10 November 1945. Laskar Hizbullah adalah gabungan dari Ulama, Santri, dan Pemuda Syubbanul Wathon atau ANO yang kemudian menjadi GP Ansor.

Laskar Hizbullah, yang merupakan Banser, kemudian bergabung dengan Laskar Sabilillah di Malang dalam pertempuran di Surabaya pada 25-27 Oktober 1945, dan dalam perang besar pada 10 November 1945 dengan semboyan "Rawe Rawe Rantas, Malang Malang Putung".

Lulusan pendidikan Laskar Hizbullah menjadi cikal bakal Tentara Indonesia, dan salah satu tokohnya yang disegani adalah KH. Abdullah Abbas Buntet Cirebon, yang mendirikan Batalyon Elit Infanteri 315/Resimen 1 Siliwangi.

Paska kemerdekaan, Belanda kembali ke Indonesia dengan Agresi Militer II, namun perjuangan Laskar Hizbullah dan Sabilillah menjadi tonggak kebangkitan Indonesia setelah Proklamasi. Seluruh komponen kelaskaran seperti PETA, eks KNIL, Laskar Daerah, Jurnalis, Barisan Pemuda, dll., mendapatkan simpati dari dunia, dan ini mengarah pada pembentukan Tentara Keamanan Rakyat.

Pada bulan Juli 1946, Hizbullah melaksanakan Kongres Umat Islam di Jogja yang menghasilkan peleburan Laskar Hizbullah ke dalam Divisi Sunan Ampel. Divisi Sunan Ampel dan kelaskaran lain bergabung ke Tentara Republik Indonesia pada tanggal 5 Mei 1947, yang kemudian diubah menjadi TNI pada tanggal 3 Juni 1947.

TNI memiliki kepemimpinan kolektif dari mantan pimpinan TRI dan badan kelaskaran lainnya. Penting untuk dicatat bahwa meskipun banyak batalyon memberontak, Hizbullah Sabilillah tidak pernah memberontak.

Jadi, jika ada yang mempertanyakan seragam Banser sekarang, ingatlah bahwa TNI lahir jauh setelah Banser berjuang bersama Hizbullah, Sabilillah, PETA, dll., sebelum Indonesia merdeka.


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 6 Nopember 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar