Menag: Agama dan Budaya di Indonesia Tak Bisa Dipisahkan

 
Menag: Agama dan Budaya di Indonesia Tak Bisa Dipisahkan

LADUNI.ID.Yogyakarta - Balitbang dan Diklat Kementerian Agama menggelar International Symposium On Religiuos Life (ISRL) di Yogyakarta pada 7 hingga 9 November 2018 besok. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam sambutannya meminta ISRL juga membahas masalah relasi agama dan budaya. 

Menurut Lukman, Kementerian Agama pada awal November 2018 telah memfasilitasi berlangsungnya Sarasehan Reaktualisasi Relasi Agama dan Budaya yang menghasilkan “Permufakatan Yogyakarta Agamawan dan Budayawan”. Permufakatan ini dirumuskan sebagai respon sejumlah tokoh agama dan budaya yang merasa gelisah memperhatikan fenomena mutakhir hubungan agama dan budaya di Indonesia.

“Salah satu butir penting yang disampaikan oleh para agamawan dan budayawan tersebut adalah bahwa kita semua seyogyanya mendorong lahirnya sistem transmisi pengetahuan keagamaan melalui media produk-produk kebudayaan, agar perkembangan agama dan budaya dapat berjalan beriringan,” kata Menag Lukman Hakim Saifuddin saat menyampaikan keynote speech pada ISRL kedua di Yogyakarta, Rabu (07/11).

Menurut Lukman dalam konteks Indonesia, agama dan budaya memang tidak dapat dipisah-pisahkan apalagi dibentur-benturkan. Namun, mempertemukan agama dan budaya dalam konteks Indonesia, bukan berarti kita harus mengorbankan prinsip-prinsip dasar akidah dalam setiap agama atas nama budaya. 

“Demikian pula sebaliknya, mendamaikan budaya dengan agama tidak lantas berarti harus mengungkung kreatifitas dan ekspresi kebudayaan yang kita miliki,” katanya.

Bagi Lukman, aktivitas keagamaan dan kebudayaan, harus dapat berkembang dan hidup berdampingan secara harmoni, rukun bersama, demi untuk merawat keutuhan masyarakat Indonesia yang sangat plural dan multikultural.

Lebih lanjut Lukman mengapresiasi sejumlah hasil penelitian yang akan dipresentasikan menyangkut relasi agama dan budaya. Harapannya, hasil penelitian itu dapat memperkaya khazanah tentang manifestasi relasi agama dan budaya, baik dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia, Asia Tenggara, Asia, dan bahkan dunia.

Sementara itu Kepala Balitbang-Diklat Kemenag Abd. Rahman Mas’ud dalam laporannya menyampaikan bahwa ISRL merupakan simposium dua tahunan yang digelar Balitbang dan Diklat. ISRL menjadi forum dan wadah bertukar wawasan para peneliti terkait moderasi beragama. ISRL ini kali mengusung tema “Religion in a Devided, Multicultural World: Moderation, Fragmentation and Radicalization”.

Dijelaskan ISRL kedua terselenggara hasil kerjasama Balitbang Diklat Kemenag dengan Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. 

Simposium akan dibagi menjadi beberapa session. Plenary Session I akan membahas tema “Freedom of Religion and Belief for Everyone, Everywhere” dengan empat pembicara, Jan Figel (EU Specia Envoy for Freedom of Religion and Beliefs), Siti Ruhayni (Presidential Special Staff for Internasional Religious Affairs), Paul Marshall (Baylor University and Hudson Institute) dan Abd Mas’ud (Misnistry Of Religious Affairs).