Tantangan Peneliti di Tengah Konservatisme Agama

 
Tantangan Peneliti di Tengah Konservatisme Agama

LADUNI.ID, Jakarta - Menjadi peneliti tidak mudah, apalagi di tengah konservatisme yang kian menguat. Tapi, di antara para peneliti LIPI bidang ilmu sosial dan humaniora, yang paling bisa beradaptasi dengan pertumbuhan teknologi digital, menurut saya adalah Amin Mudzakkir. Alasannya sepele, ia merupakan peneliti dengan followers terbanyak di antara peneliti LIPI lainnya, 12.462. Untuk level internal yang memiliki tingkat keseriusan tinggi, ini jumlah yang sangat banyak.

Tentu saja itu tidak didapatkan dengan mudah. Konsistensi dan militansi dalam menyampaikan gagasan dengan melakukan proses penyederhanaan di status Facebook membuat namanya terus berkibar dan menjadi perbincangan. Di sisi lain, landasan politik moral yang dipilihnya, membuatnya tidak abu-abu dalam memandang satu isu.

Di tengah gelombang Islamisasi dan hadirnya reuni 212 yang membuat sejumlah akademisi lebih banyak diam dan gamang, belio dengan lantang langsung bilang itu merupakan gerakan konservatif Islam.

Sikap ini menguatkan basis massa followers-nya yang mendukung Jokowi. Namun, di sisi lain, itu juga menjadi ancaman yang diam-diam tidak suka dengan Jokowi, khususnya sejumlah akademisi internal di lembaganya. Tidak obyektif, partisan, dan tidak menjaga Marwah keilmuan adalah diantara cibiran yang dilucutkan kepadanya. Namun, posisi yang diambil oleh Amin Mudzakkir ini sebenarnya menjadi refleksi dan pembahasan serius di dunia akademisi Indonesia, di mana keberpihakan terhadap nilai politik secara terbuka di balik figur itu suatu hal yang tidak terhindarkan lagi.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN