Kisah Kristenisasi, Dibujuk Masuk Kristen Hingga Dibaptis Paksa di Negeri Syariat Islam

 
Kisah Kristenisasi, Dibujuk Masuk Kristen Hingga Dibaptis Paksa di Negeri Syariat Islam

LADUNI. ID, ACEH- Kisah serangkaian pemurtadan terhadap 13 orang Aceh yang diduga dilakukan oleh N Sihombing, pendatang asal Sumatera Utara, semakin menggelinding. Pemilik yayasan YNI dan PT KH –sebuah perusahaan travel– diakui oleh para murtadin (sudah disyahadatkan kembali) membujuk dengan berbagai cara.

Berikut ini pengakuan S, seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Aceh Besar kepada Tim Arimatea Aceh yang diketua oleh Teungku Tarmizi M. Daud, seperti dimuat dalam risalah laporan Dinas Dayah Kota Banda Aceh, yang diterima aceHTrend, Rabu (19/12/2018).

Berikut kutipannya untuk Anda, sesuai dengan kesaksian dari S.

S mengenal N Sihombing setelah musibah gempa dan tsunami 2004, tepatnya 9 hari setelah tsunami, 4 Januari 2005. Menurut pengakuan S, ia terpaksa bekerja dengan N Sihombing karena faktor ekonomi.

S seorang janda dengan tanggungan dua orang anak, suaminya meninggal saat konflik dan 3 orang anak meninggal saat tsunami.

Menurut pengakuan S, ia sangat sering diajak masuk gereja oleh N Sihombing. Ia juga pernah mengikuti proses kesaksian. S mengaku tidak mengerti apa-apa dan tidak pandai baca tulis sehingga apa yang dikasih untuknya, apapun itu diambil dan jika makanan maka dimakan.

S mengaku tidak mengerti prosesi baptis dan tidak tahu sama sekali apa itu baptis. Namun ia sering diajak mengikuti prosesi-prosesi tersebut seperti kenaikan, disiram air, penyaliban, dan lain-lain.

Dalam aksi penggrebekan di Lampulo beberapa wajtu lalu pada hari kenaikan Isa Almasih, S mengaku berada di dalam kawanan itu. Tapi dia diminta membuka jilbab dan mengaku beragama Kristen supaya tidak dipukuli oleh warga. S mengaku manut saja, karena takut akan dipukul dan dikeroyok oleh massa.

Ia memiliki anak yang sakit-sakitan yaitu RW. Sejak usia sang putri masih dua tahun, S sudah bekerja di tempat N Sihombing. Bahkan ia kerap menitipkan RW kepada pemilik yayasan itu. Termasuk ketika dibawa kemana saja, S tidak merasa keberatan. Justru ia merasa terbantu. Di tempat N Sihombing S sibuk luar biasa. Dia memiliki tiga pekerjaan yaitu sebagai cleaning servis di perusahaan serta menjadi asisten di rumah juga mengurusi keuangan.

RW menderita penyakit kanker paru dan sudah menjalani operasi sebanyak dua kali di Banda Aceh dan operasi terakhir dijalani di Penang, Malaysia. Biaya pengobatan dengan menggadaikan rumah tinggalnya sebesar Rp.30.000.000,00 dan sudah jatuh tempo tapi belum dibayar. Karena yang penggadai merasa iba dengan kondisi S, maka masih diizinkan tinggal.

N Sihombing menjanjikan pengobatan, namun tidak pernah dipenuhi. N justru mempengaruhi psikologis S dan RW dengan cara mengsugesti kepada mereka bahwa penyakitnya akan sembuh berkat cahaya Yesus. Bahkan, ketika usai dibaptis, N mengatakan wajah RW kian bersinar. Tapi S tidak menemukan perubahan apapun.

Pengakuan terakhir S, bahwa dirinya pernah dibawa ke gereja di Medan, Sumatera Utara. Kondisi gereja pada saat itu sedang ramai. Ia yang datang ke sana bersama anak dan adiknya, tiba di gereja, justru dipisahkan.

Ia tinggal sendiri dan sekelilingnya adalah orang asing. S duduk di atas tikar dan tubuhnya ditutup dengan kain putih. Kemudian ada orang yang memegang kepalanya, yang diakui sebagai proses baptip. Saat itu ia mengaku sering tidak sadar atau hilang ingatan sehingga melakukan apapun yang diarahkan.

Pada Jumat, 7 Desember 2018, S dan enam orang lainnya disyahadatkan ulang oleh Teungku Tarmizi M. Daud di Dinas Dayah Kota Banda Aceh. Setelah itu, oleh tim Arimatea Aceh, ia dan enam bekas muslim yang murtad dan kembali disyadatkan itu, diruqyah syar’iyah di sebuah musalla.

Sumber:acehtrend.com