Ini Visi Misi Prof. Amany Lubis, Rektor Perempuan Pertama UIN Jakarta

 
Ini Visi Misi Prof. Amany Lubis, Rektor Perempuan Pertama UIN Jakarta

LADUNI.ID, Jakarta - Prof. Amany Lubis membuat sejarah baru karena terpilih sebagai perempuan pertama yang menjabat Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Prof. Amany yang merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga (PRK), ditetapkan sebagai rektor berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor Nomor B.II/3/00429.  

Prof. Amany yang juga Guru Besar Sejarah Politik Islam ini terpilih di antara sebelas guru besar yang lolos seleksi calon rektor seperti Prof. Amsal Bakhtiar, Prof. Andi M. Faisal Bakti, Prof. Jamhari, Prof. Masri Mansoer, Prof. Sukron Kamil, Prof. Zulkifli, Prof. Ulfah Fajarini, Prof. Abdul Mujib, Prof. Murodi, dan Prof. Didin Saepudin.

Adapun yang melantik Prof. Amany Lubis adalah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Usai melantik, Menag Lukman kemudian mengatakan, dengan terpilihnya Ia sebagai Rektor baru, ia bisa meningkatkan prestasi UIN di tingkat internasional. 

“Prestasi UIN di dunia internasional semua, menambah semua prestasi positif yang sudah diraih diharapkan bisa ditingkatkan di masa yang akan datang,” ungkapnya, Senin (07/01). 

Pernyataan Menag itu senada dengan visi dan misi yang diucapkan Prof. Amany Lubis saat pemilihan rektor Oktober lalu. Ia memandang mutu lulusan UIN harus semakin meningkat dan rekognisi nasional-global kian menguat. 

“Selain kemampuan akademik, kita ingin meningkatkan kepuasan user atas lulusan UIN Jakarta, menjadikan mereka mendapatkan pekerjaan sesuai bidang ilmunya,” jelasnya.

Mengenai Visi dan Misi Prof. Amany tersebut sejalan dengan kiprahnya di dunia internasional. Sepak terjangnya di dunia internasional sudah diragukan lagi. Pada pertengahan Ramadhan 2017 saja, Ia menasbihkan dirinya sebagai perempuan pertama di Asia Tenggara yang menyampaikan ceramah di hadapan raja Maroko.

Prof. Amany sebagai Ketua Umum Pengurus Harian International Council of Muslim Woman Scholars membawanya rutin berdialog dengan muslimah di berbagai belahan dunia dalam konferensi maupun seminar. 

Sejak kecil, Prof. Amany memang sudah akrab dengan dunia internasional. Masa pendidikan SMP sampai lulus Sarjana dia habiskan di Mesir. Baru kemudian saat kuliah master dan doktor, ia menyelesaikan di UIN Jakarta. 

Sedangkan di MUI, Prof. Amany merupakan ketua yang membidangi Perempuan, Remaja, dan Keluarga. Sekalipun kedudukannya sebagai ketua bidang, bukan ketua Komisi, namun Prof. Amany kerap turun sampai bawah demi berjalannya acara yang sudah diagendakan. 

Ketua MUI Komisi PRK di bawah asuhan Prof. Amany memang aktif mengadakan kajian rutin bulanan mengundang pimpinan ormas Islam perempuan mengangkat isu-isu relevan. Belum lama ini, Prof. Amany juga sukses mengadakan Kongres Muslimah Indonesia yang berlangsung 17-19 Desember 2018, di Jakarta. Dalam kongres itu, Ia menginisiasi terbitnya buku Ketahanan Keluarga dalam Perspektif Islam berbahasa Arab. 

Mengenai kepedulian dan kontribusinya terhadap kondisi perempuan itu, pada tahun 2015,  Pusat Studi Gender dan Anak UIN Jakarta mengganjarnya dengan UIN Woman Awards.

Menag Lukman kemudian menyampaikan lima pesan bagi pimpinan PTKIN. Pertama, Menag berharap agar  para pimpinan PTKIN menjaga tradisi akhlak Islami dan intelektual yang terus berkembang di kampus-kampus PTKIN.  

“Karena kita PTKIN, maka sebebas apapun intelektualitas kita berkembang, sebebas apapun kita menggali ilmu pengetahuan, saya ingin seluruhnya harus bertumpu pada akhlak,” tuturnya dalam keterangan tertulisnya.

Tidak hanya bertumpu, kata dia, tapi juga setiap pengembangan intelektual yang dilakukan PTKIN harus berorientasi pada terwujudnya masyarakat yang berakhlak baik.  

“Dan tentu itu tetap dengan menjaga kehidupan intelektualitas kampus sebagaiamana lazimnya perguruan tinggi,” kata Menag. 

Kedua, terkait dengan moderasi beragama Menag menginginkan PTKIN menjadi kampus-kampus terdepan dan berkelas dunia. Untuk itu menurut Menag ada dua hal yang harus dilakukan PTKIN agar menjadi world class university. 

Langkah pertama, civitas PTKIN harus akrab dengan persoalan aktual yang ada di masyarakat. Karena menurutnya, perguruan tinggi bukanlah menara gading. 

“Saya minta PTKIN harus lebih proaktif untuk speak out, speak up merespons persoalan masyarakat,” kata dia. 

Khususnya, kata dia, dalam masalah agama dan persoalan kemasyarakatan pada umumnya dan dalam merespons permasalahan itu tetaplah bertumpu pada moderasi beragama.

Moderasi beragama  menurut Menag perlu dilakukan,  karena saat ini masyarakat dihadapkan pada tarikan paham-paham keagamaan yang sangat konservatif sehingga seolah tercerabut dari realitas kekinian. 

“Di sisi ekstrem yang lain juga berkembang paham liberal, yang juga sesungguhnya tercerabut dari realitas kehidupan keagaamaan dan keIndonesiaan kita,” imbuh Menag. 

Ketiga, Menag berpesan para pimpinan PTKIN selain berorientasi pada kuantitas  juga harus lebih menitikberatkan pada kualitas.  “Kualitas lebih diutamakan dalam banyak hal. Agar PTKIN memiliki kekhasannya, di mana saudara menjadi pimpinannya,” kata Menag.

Keempat, Menag minta pimpinan UIN Syarif Hidayatullah, IAIN Syekh Nur Jati Cirebon, dan STAIN Meulaboh untuk memfokuskan diri pada tata kelola kelembagaan. “Benahi tata kelola kelembagaan, khususnya manajemen organisasi dan manajemen keuangan,” tutur dia. 

Kelima, Menag meminta pimpinan PTKIN untuk menjaga kebersamaan di lingkungan kampus yang dipimpinnya. Suasana kebersamaan yang dibangun diharapkan Menag dapat menjadikan visi misi PTKIN dapat lebih mudah terwujud.  

“Kepemimpinan saudara diharapkan dapat mengayomi semua entitas yang ada dalam perguruan tinggi yang saudara pimpin,” pesan Menag.