Vaksin Malaria Dicoba pada Manusia untuk Pertama Kalinya

 
Vaksin Malaria Dicoba pada Manusia untuk Pertama Kalinya

 

LADUNI.ID,EDUKASI-Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Malaria ternyata juga menyebabkan masalah pada ibu hamil yang berakibat 220.000 kematian setiap tahun di dunia. Pengobatan yang tersedia selama ini tidak tuntas mengatasi malaria. Namun, tim ilmuwan Denmark dan Jerman telah berhasil mencoba vaksin melaria pada manusia.

Wartawan Kompas, Frans Pati Herin, dirawat di Rumah Sakit Otto Kuyk di Ambon, awal Februari 2018, akibat malaria yang diduga ditularkan di Asmat, Papua, setelah ia bertugas di sana.

Penelitian berjudul ”Percobaan Klinis Pertama pada Manusia, PAMVAC, Kandidat Vaksin Mencegah Malaria Terkait Kehamilan” itu dimuat dalam jurnal Clinical Infectious Diseasesedisi 10 Januari 2019 yang juga dipublikasikan Sciencedaily.com. Penelitian dilakukan tim dari Universitas Kopenhagen, Denmark, dan Universitas Tubingen, Jerman.

Menurut ringkasan dalam jurnal, kandidat vaksin tersebut disebut PAMVAC, kependekan dari pregnancy-associated malaria vaccine atau vaksin malaria terkait kehamilan. Vaksin tersebut dibuat dari VAR2CSA, protein penyebab malaria, yaitu Plasmodium falciparum.

Parasit Plasmodium falciparum yang memicu malaria paling mematikan.

Vaksin dicoba kepada 36 sukarelawan dewasa Jerman yang sehat dengan cara diimunisasi dengan tiga suntikan intramuskuler atau melalui otot. Vaksin diberikan setiap empat minggu. Sukarelawan diamati selama enam bulan setelah imunisasi terakhir.

Dokter menulis obat untuk penderita positif malaria di Puskesmas Skouw, Distrik Muara Tami, Jayapura, Papua, Sabtu (15/7/2017). Angka kejadian malaria di wilayah ini masih cukup tinggi.

Hasilnya, PAMVAC aman dan ditoleransi dengan baik. PAMVAC yang diformulasikan dengan bahan pembantu berbasis alhydrogel adalah aman, dapat ditoleransi dengan baik dan diinduksi antibodi aktif secara fungsional. PAMVAC selanjutnya akan dinilai pada wanita sebelum kehamilan pertama di daerah endemis.

”Ini adalah tonggak yang luar biasa bagi kita untuk dapat menunjukkan bahwa vaksin kita benar-benar aman dan menginduksi respons antibodi yang tepat dalam darah yang kita inginkan,” kata Morten Agertoug Nielsen, peneliti dari Departemen Imunologi dan Mikrobiologi Universitas Kopenhagen.

Subyek tes Jerman digambarkan sebagai ”malaria naif” karena mereka tidak terkena parasit malaria sehingga tidak akan pernah mengembangkan malaria kehamilan. Namun, mereka digunakan sebagai subyek uji untuk mendokumentasikan bahwa vaksin tersebut aman dan tampaknya berfungsi sebelum diperkenalkan pada kelompok perempuan Afrika yang rentan dan berisiko terkena malaria terkait kehamilan.

Petugas kesehatan Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, menyiapkan insektisida untuk disemprotkan ke dinding rumah untuk mencegah penyebaran penyakit malaria, Kamis (4/5/2017). Provinsi NTT merupakan salah satu provinsi dengan angka kejadian malaria yang tinggi.

”Tentu saja kami akan melakukan lebih banyak tes karena kami ingin mengambil vaksin sejauh yang kami bisa. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan rumah sakit di Benin di Afrika, tempat kami dapat melakukan penelitian pada wanita yang berisiko terkena penyakit ini,” kata Ali Salanti, peneliti lainnya dari Departemen Imunologi dan Mikrobiologi Universitas Kopenhagen.

Di Indonesia, seperti ditulis wartawan Kompas, Aditya Ramadhan, 23 Januari 2018, sejak Komando Pembasmian Malaria dibentuk pada 1959 oleh Presiden Soekarno hingga 2018, penanggulangan malaria belum tuntas. Hingga tahun 2018, sekitar 80 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemis malaria rendah hingga tinggi.

Angka kesakitan malaria di satu daerah ditentukan dengan annual parasite incidence (API) yang merupakan jumlah kasus malaria per 1.000 penduduk dalam setahun. Status eliminasi dicapai suatu daerah jika angka API kurang dari 1, kasus positif berdasarkan konfirmasi laboratorium kurang dari 5 persen, dan tak ada lagi penularan tiga tahun berturut-turut. Saat ini baru DKI Jakarta dan Bali yang semua kabupaten atau kotanya berstatus eliminasi malaria.

Di Indonesia, angka API tahun 2011 hingga 2016 terus menurun, yakni 1,75 menjadi 0,84. Meski demikian, masih ada 167 dari 514 kabupaten atau kota (52 persen populasi) dengan endemisitas rendah sampai tinggi yang belum bebas malaria. Mayoritas daerah itu berada di kawasan timur Indonesia, yakni Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara

SUMBER:Kompas.com