Dalil Tradisi Tasyakuran Haji

 
Dalil Tradisi Tasyakuran Haji
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: Dens_art1 laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta - Bulan Dzul Qo’dah merupakan salah satu bulan yang disebut sebagai bulan mulia atau Asyhurul Hurum. Bulan ini menjadi momentum bagi orang yang akan berangkat haji untuk menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Dari berbagai persiapan yang dilakukan oleh calon jamaah haji, di antaranya adalah melaksanakan tradisi tasyakuran. Tradisi ini dilakukan sebagai wujud syukur kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji.

Tasyakuran haji ini merupakan salah satu tradisi yang masih dilestarikan di tengah-tengah masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Nahdliyin. Tradisi ini biasanya dilakukan sebelum berangkat haji maupun setelah pulang dari ibadah haji. Di kalangan masyarakat Nahdliyin tradisi ini telah dilakukan turun temurun tanpa ada yang mengingkarinya. Tapi tidak jarang orang yang mempertanyakan tradisi ini. Mungkin bukan karena mengingkari, tapi lebih pada ketidaktahuan atau keingintahuan landasan atau dasar dalil yang menganjurkan.

Lalu, bagaimanakah pandangan hukum islam mengenai tradisi ini?

Terdapat sejumlah keterangan yang bisa menjadi dalil diperbolehkannya melaksanakan tasyakuran haji, atau bahkan justru dianjurkan dan disunnahkan.

Dalam istilah fiqih terdapat satu istilah yang bisa dianggap mirip dengan tradisi ini, yakni naqi’ah. Istilah ini merupakan suatau kebiasaan  yang dilakukan untuk menyambut kedatangan seorang musafir.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN