Bekasi dan Magnet Spiritual pada Masanya

 
Bekasi dan Magnet Spiritual pada Masanya
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Di setiap jengkal perkembangan kota Bekasi, ada kehadiran yang tak tergantikan: ulama-ulama yang telah mengukir jejak spiritual dalam relung jiwa.

Warisan spiritual yang tak ternilai dari ulama-ulama Bekasi telah memberikan kontribusi besar dalam memandu masyarakat menuju pemahaman agama yang lebih esensial.

Setidaknya ada dua catatan sejarah penting yang bisa kita simak kembali. Dari dua eksplorasi peran dan warisan ulama ini memberikan bentuk pada aspek spiritual kota ini.

Pertama, pada tahun 1959 seorang ulama dari Kranji, Bekasi, KH. Muhammad Tambih Abdul Karim (1907-1977) menyusun kitab bertajuk "Bayan Al-Haqq lil Ijtima' wal Ittifaq" dalam mengukuhkan benteng akidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Karya ilmiah ini mendapat banyak dukungan, di antaranya dari Habib Ali Kwitang, Kiyai Falak Bogor, Kiyai Idham Chalid, Kiyai Abdul Wahhab Chasbullah, dan Kiyai Husein bin Raden Haji Sulaiman. Satu hal yang menarik, bahwa kitab yang diterbitkan oleh PBNU bagian Dakwah ini, pada sampul akhir terdapat foto-foto ulama. Sumber koleksi manuskrip ini didapat dari Kang Abdul Mu'ty, Pesantren Nurul Fata, Sukabumi.

Kedua, pada 21 Juli 1986 digelar "Konferensi Pondok Pesantren se-Indonesia dan Seminar Hukum Islam" di Pesantren YAPINK (Yayasan Perguruan Islam el-Nur el-Kasysyaf, Tambun, Bekasi). Pesantren ini didirikan oleh KH. M. Dawam Anwar, ulama asal Jombang (1939-2003) pada 1969. Di antara tokoh yang hadir adalah KH. Achmad Sjaichu, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya'qub, perwakilan dari Kementerian Agama, Atase Kuasa Usaha Arab Saudi, dan para dai muda. Sumber foto yang melengkapi tulisan ini didapatkan dari Arsip Nasional Republik Indonesia/ANRI.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN