Syaikh Ali Jum’ah Menyerukan agar Selalu Menebar Kasih Sayang, Meneladani Akhlak Baginda Nabi

 
Syaikh Ali Jum’ah Menyerukan agar Selalu Menebar Kasih Sayang, Meneladani Akhlak Baginda Nabi
Sumber Gambar: FB/DrAliGomaa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam sebuah kesempatan menyampaikan ceramah, Syaikh Ali Jum’ah pernah mengatakan “Yang hilang dari kita adalah pendidikan ala Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan nilai-nilai, moral, hukum, akidah dan cara hidup dengan simpel dan mudah.”

Syaikh Ali Jum’ah menjelaskan bahwa Baginda Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita tentang kasih sayang dan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika membuka Al-Qu’ran, maka ayat pertama yang akan kita jumpai di dalamnya tidak lain adalah (بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ). Dengan ayat itulah sesungguhnya kita dikenalkan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Lalu ketika kita mengamati dengan seksama bagaimana firman Allah melukiskan sosok Baginda Nabi Muhammad, maka kita temukan ayat (وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ) yang artinya, “Kami tidak mengutusmu melainkan untuk menebar kasih sayang untuk semesta alam.”

Dalam belajar Hadis, sebagaimana diajarkan oleh para guru, maka yang diperdengarkan pertama kali tidak lain adalah Hadis Awwaliyah, yang berbunyi:

اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اِرْحَمُوْا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Tuhan. Maka, kasihilah penduduk bumi, niscaya engkau akan dikasihi penduduk langit.”

Syekh Ali Jum’ah menyarankan agar memulai dengan mengajari seorang muslim bahwa benda-benda mati bertasbih kepada Tuhannya. Benda-benda mati bersujud kepada Penciptanya. Benda-benda mati menggelinding ke tempat rendah, mendatangi Tuhannya dengan rendah diri. Benda-benda mati mengasihi dirinya dengan menolak amanat yang kemudian diberikan kepada manusia.

وَإِن مِّن شَيۡءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمۡدِهِۦ وَلَٰكِن لَّا تَفۡقَهُونَ تَسۡبِيحَهُم

“Dan tidak ada sesuatupun (di dunia) kecuali mereka bertasbih memuji-Nya, namun kalian tidak tahu tasbih mereka.” (QS. Al-Isra’: 44)

أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَسۡجُدُۤ لَهُۥۤ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَن فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُ وَٱلنُّجُومُ وَٱلۡجِبَالُ وَٱلشَّجَرُ وَٱلدَّوَآبُّ وَكَثِيرٞ مِّنَ ٱلنَّاسِ

“Apa kamu tidak tahu bahwa penduduk langit, penduduk bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pepohonan, binatang-binatang melata dan banyak dari manusia, bersujud kepada-Nya.” (QS. Al-Hajj: 18)

Jika seorang muslim tahu bahwa Allah telah mengatur untuk kita apa yang ada di langit dan bumi, tentu kita akan berinteraksi dengan mereka dengan penuh kasih sayang.

Dalam suatu masa, Nabi menyampaikan khutbah di atas batang pohon kurma yang dijadikan mimbar. Sampai suatu ketika salah seorang sahabat mengganti mimbar Nabi dengan jenis kayu lain karena mimbar lama sudah semakin lapuk. Tapi apa yang terjadi setelah itu?

Di tengah-tengah Nabi menyampaikan khutbah di atas mimbar baru, terdengar suara rintihan tangis sampai seluruh jamaah masjid mendengarnya. Batang pohon itu menangis merindukan kekasihnya. Nabi Muhammad SAW seketika turun dari mimbar dan menggendong batang pohon sembari meneruskan khutbah. Tangisan benda mati itu menjadi hilang di pelukan Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk berinteraksi kepada semua makhluk dengan penuh kasih sayang. Bukankah Rasulullah SAW pernah mengatakan, “Ada seorang wanita yang masuk neraka karena perkara kucing. Kucing itu diikatnya (sampai mati). Ia tidak memberinya makan. Tidak pula melepasnya untuk mencari makan sendiri, (sekalipun) serangga-serangga tanah.”

Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Ada seorang wanita yang masuk surga karena perkara anjing. Ia menemukan anjing yang tergeletak kehausan, lalu memberinya minum. Maka Allah memasukkannya ke surga.”

Lalu suatu ketika, ada salah seorang sahabat bertanya, “Apakah memberi kepada hewan termasuk sedekah wahai Baginda Rasul?”

Rasulullah menjawab, “Ketahuilah, pada setiap (hewan) yang jantungnya berdenyut ada (pahala) sedekah.”

Dari sinilah kemudian Syaikh Ali Jum’ah menegaskan bagaimana Baginda Rasulullah SAW mengajari kita untuk senantiasa berinteraksi dengan penuh kasih sayang, sekalipun kepada hewan dan benda mati, apalagi kepada sesama manusia.

Dalam buku-buku sejarah Nabi, kita melihat ada cerita anak-anak perempuan Bani An-Najjar di jalan berhenti untuk bertemu Nabi. Beliau yang seorang kepala negara, pemimpin umat Islam, tidak gengsi untuk menemui anak-anak itu, mengajak mereka berbicara, dan diraih tangannya yang mulia itu untuk dicium bergantian. Nabi tidak beranjak meninggalkan mereka sampai mereka sendiri yang memutuskan berpisah dengan Nabi.

Syaikh Ali Jum’ah lalu berpesan, “Mulailah dari diri sendiri, kemudian dengan orang-orang terdekat kita dalam menanamkan kasih sayang.”

Sebagimana yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW ketika mengajari Sayyidah Aisyah menciptakan iklim kasih sayang meskipun bersama orang-orang yang memusuhi.

Suatu hari, seorang Yahudi lewat di depan Nabi. Lalu orang Yahudi itu menyapa, “As-Samu ‘Alaikum.” Ini kalimat plesetan dari Assalamu ‘alaikum. Kalimat itu mempunyai arti “semoga kamu celaka”.

Sayyidah Aisyah yang berada di sisi Nabi waktu itu, langsung naik pitam dan menjawab, “Bal ‘alaika wa ‘ala Abika Al-Maut wa Al-Halak.” (Semoga engkau dan bapakmu celaka dan mati).

Mendengar hal itu, Nabi Muhammad SAW justru menasehati Sayyidah Aisyah, “(Tak perlu begitu), cukup jawab ‘Wa ‘alaikum’ (dan kamu juga). Jika seseorang ingin menjawab salam ‘pelecehan’ dari orang-orang yang tidak disukainya, maka sepatutnya dilakukan dengan akhlak yang tinggi.”

Betapa indah bukan? Lihatlah bagaimana Baginda Nabi mengajari kita hidup dengan nilai-nilai kehidupan yang penuh dengan kasih sayang.

Semua itu bisa dipahami dan diketahui secara seksama dengan membaca buku-buku sejarah atau sirah Nabi, membaca Hadis Nabi, dan membaca serta merenungi makna-makna Al-Qur’an.

Syaikh Ali Jum’ah juga menekankan agar tidak melihat Al-Qur’an dan Hadis dari sudut pandang halal-haram saja, tapi perlu melihatnya dari sudut pandang cara hidup Nabi, dan dari sudut pandang kemanusiaan. Sebab dari sinilah nantinya akan muncul kasih sayang yang mejadi semangat utama dari Islam itu sendiri.

Dengan demikian, teladan Nabi Muhammad SAW patut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi pribadi yang baik, suka memberi, penuh kasih sayang, mencintai, dicintai, sabar, berakhlak tinggi, dan merasakan seolah-olah kita sedang hidup berdampingan dengan Rasulullah SAW.

Syaikh Ali menambahkan bahwa jika kita berkehendak mengamalkan cara hidup ala Baginda Nabi ini, niscaya Allah akan meringankan cobaan dan fitnah yang ada dalam setiap massa yang kita jalani, dan menggantikannya dengan rasa aman dan tentram.

Allah SWT berfirman:

وَضَرَبَ اللهُ مَثَلًا قَرۡيَةٗ كَانَتۡ ءَامِنَةٗ مُّطۡمَئِنَّةٗ يَأۡتِيهَا رِزۡقُهَا رَغَدٗا مِّن كُلِّ مَكَانٖ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ 

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan dengan suatu negeri yang dulunya aman dan tenteram, rezekinya melimpah dari berbagai tempat, tetapi (penduduknya) mengingkari nikmat-nikmat Allah. Karena itu, Allah memberinya pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nahl: 112)

Cukup kiranya sifat-sifat terpuji Baginda Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari menjadi teladan umat Islam untuk senantiasa menebarkan kasih sayang kepada siapa saja dan apa saja. Sebab dengan kasih sayang itu Allah SWT akan menurunkan rahmat-Nya kepada kita sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW bahwa orang-orang yang saling menyayangi itu akan mendapatkan kasih sayang dari Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. []


Sumber: Tulisan ini merupakan catatan yang diolah dan dikembangkan dari ceramah Syaikh Ali Jum'ah. Tim redaksi bertanggungjawab sepenuhnya atas uraian dan narasi di dalam tulisan ini.

Editor: Hakim